Â
Hal ini karena kapitalisme berasaskan sekuler, dimana tak ada campur tangan agama dalam urusan negara dan rakyat. Mereka membuat hukum suka-suka, bahkan disesuaikan dengan keinginan siapa pemilik modal terbesar. Mereka punya parlemen, mereka punya para menteri bahkan presiden, namun semua tunduk kepada pemegang kapital (modal) terbesar. Setiap kebijakan warnanya sama, yaitu memudahkan eksploitasi dan eksplorasi di negeri-negeri kata sumber energi seperti Indonesia.
Â
Rakyat harus paham, mengapa usai pertemuan G20, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tidak masalah meskipun tidak didapat kumunike bersama,"Sebenarnya kalau kita lihat jujur belum pernah saya kira G20 situasi dunia se-kompleks sekarang. Kalau pada akhirnya nanti tidak melahirkan leaders komunike, menurut saya ya sudah nggak apa."
Â
Menurut Luhut, yang terpenting adalah hasil konkrit dari segi perekonomian berkat pertemuan negara G20 selama di Bali. Diperkirakan kontribusi G20 mencapai US$ 533 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2022 ( detik.com, 12/11/2022). Yah, penguasa kita sendiripun lebih memilih mendapatkan investasi yang mereka anggap sebagai darah segar bagi pembangunan dan kemajuan negeri ini.
Â
Padahal inilah pintu hilangnya kedaulatan negeri kita tercinta. Pemerintah akan bersegera membuat berbagai kebijakan yang bisa lebih memudahkan investasi itu masuk, sebut saja UU Omnibuslaw atau yang terbaru Perppu tentang cipta kerja yang setiap pasalnya menyulitkan dan makin menyempitkan rakyat mencari nafkah. Sementara kepada asing begitu mudah. Fakta konflik yang berlarut-larut antara pekerja asing dan rakyat tak membuat jera, bahkan tetap melabeli tenaga kerja kita tak sesuai spek keahlian yang dibutuhkan.
Â
Sungguh ironi, pendidikan yang kurikulumnya sudah digagas untuk linier dengan dunia kerja hanya mampu menciptakan buruh, operator, sementara supervisornya asing. Kekayaan alam yang menjadi hak umum rakyat dan kewajiban negara untuk menguasai dan mengelolanya sesuai amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 3 pun menguap begitu saja. Bukti kapitalis memaksa penguasa kita menggunakan dua standar dalam mengurusi rakyatnya.
Â