Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Seorang ibu rumah tangga yang ingin terus belajar indahnya Islam dan menebarkannya lewat goresan pena

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menasehati Berujung Pemecatan, Ironi!

18 November 2022   22:09 Diperbarui: 18 November 2022   22:37 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: desain pribadi

Apa jadinya ketika sebuah nasehat malah berujung ancaman dipecat dari pekerjaannya? Guru, adalah sosok yang digugu ( dipercaya) dan di tiru (dicontoh), maka wajar jika lisannya selalu bermuatan kalimat nasehat, demikian pula dengan perilakunya yang selalu layak untuk menjadi teladan sebab yang paling pertama melakukan. Ia dengan sadar menempa dirinya agar layak dipercaya dan ditiru. 

Demikian pula dengan lisan penguasa, dimana dia adalah orang yang memiliki kewenangan memutuskan perkara atau sengketa. Jika kemudian yang keluar dari lisannya justru kata-kata yang tak berdalil bahkan menentang syariat, apa jadinya rakyat yang dia pimpin?

Islam mewajibkan bagi setiap pere mpuan yang sudah haid untuk menutup auratnya. Dalilnya jelas dalam Alquran dan hadist.  Maka menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk melatih anak untuk menutup auratnya sejak dini.

Tentu tidak boleh menggunakan kata-kata paksaan melainkan dengan lembut dan ditambahi dengan pemahaman yang mudah dicerna oleh akalnya, bahwa ini adalah perintah Allah SWT yang telah menciptakan dia dengan kasih sayang, dilakukan secara bertahap sesuai dengan usia.

Ini bukan pemaksaan, melainkan pembiasaan. Setiap kebaikan memang awalnya harus dipaksa. Ketika anak masuk usia sekolah, gurulah pengganti sementara yang mewajibkan pembiasaan menutup aurat tersebut. Hal ini adalah lazim, sesuatu yang memang sudah menjadi kewajiban guru. 

Ironinya, di negeri dengan mayoritas penduduknya muslim ada semacam pendapat nyeleneh terkait kewajiban menutup aurat ini. Nasehat dianggap perundungan, bullying dan lebih bodohnya lagi dikaitkan dengan pemahaman atau kelompok tertentu. Inilah wajah asli demokrasi kapitalis. Dimana asasnya adalah sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan. 

Meskipun salah satu prinsip yang dijunjung tinggi adalah kebebasan beragama, namun Islam tak pernah mendapat tempat terbaik dalam benak pemeluknya. Padahal seorang muslim sudah semestinya hanya tunduk dengan syariat, hukum-hukum Islam.  Namun karena lemahnya berpikir benar telah berdampak signifikan pada perilaku yang justru bertentangan dengan apa yang ia imani. 

Ditambah dengan stigma negatif Islam perusak, agama pendatang, radikalisme, terorisme dan lain sebagainya telah menciutkan nyali para generasi kini untuk belajar dan memperjuangkan Islam dengan baik dan benar. Berujung pada penyikapan menutup aurat dianggap melanggar hak asasi seseorang atas tubuhnya dan tidak boleh seorangpun memaksa dia. 

Pendidikan berbasis sekuler juga turut memperparah merebaknya islamopobia, apa yang digagas petinggi negeri ini memang tidak jauh dari ratifikasi kebijakan global yang memang sedang berusaha keras melemahkan taraf berpikir rakyat Indonesia. Semua agar kaum muslim tersibukkan tak tak berpikir untuk bangkit mengadakan perubahan dan menjemput janji Allah yaitu dimenangkan atas agama-agama yang lain. 

Semestinya para petinggi negeri pemangku kekuasaan sadar sepenuhnya bahwa generasi muda muslim hari ini sedang tidak baik-baik saja. Kasus KDRT yang melibatkan korban anak-anak, pergaulan bebas, perzinahan, materialistik, melihat peristiwa tertipunya lebih dari 100 mahasiswa IPB oleh pinjaman online menunjukkan betapa pragmatisnya sikap mereka yang menganggap kekayaan materi adalah segalanya dan pangkal kebahagiaan. Tanpa melihat halal atau haramnya lagi. 

Belum lagi dengan kesejahteraan anak Indonesia yang tergolong rendah, kalaulah ada tidak merata. Hal ini memicu tindak kriminal seperti prostitusi, human traficking dan lainnya. Semua berpangkal dari nasehat yang dianggap lebih radikal daripada rusaknya aklak para generasi mudanya. Kemuliaan wanita ada ketika ia menutup auratnya. 

Jika Islam mewajibkan sesuatu tentulah itu demi maslahat , dan betapa seorang wanita sangat dihargai dalam Islam, maka muncul berbagai syariat yang khusus mengatur wanita. Yang oleh pegiat gender dianggap belenggu, sehingga mereka getol memperjuangkan. 

Wanita adalah sosok yang kelak akan melahirkan pemimpin dan dari asuhannya muncul manusia-manusia berkualitas cemerlang, maka wajar jika sejak dini harus senantiasa ditempa dengan keilmuan dan tsaqofah Islam, termasuk pembiasaan menutup aurat. 

Sekali lagi demokrasi pulalah yang menjadi akar persoalan, namun ibarat peribahasa lempar batu sembunyi tangan, selalu Islam yang dijadikan sasaran. Kebebasan berperilaku, beragama, berpendapat dan kepemilikan yang diagungkan nyatanya selalu membawa pada konflik kepentingan. Baik itu ditingkat para pemimpinnya maupun masyarakat. Alhasil, bencana dan krisis tak pernah berhenti. 

Patutlah kita bertanya pada diri sendiri terkait firman Allah SWT berikut, "Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS al-Maidah :50). 

Hukum jahiliah tentu berasal dari kebodohan manusia yang pasti menimbulkan pertentangan dan akan mengantar kita ke neraka. Sedang hukum Allah jelas akan membawa kebaikan, kalau mengatur terbit dan tenggelamnya matahari adalah mudah bagi Allah apalagi hanya mengurusi manusia yang lebih kecil dari dunia seisinya berikut alam semesta. 

Hukum Allah juga lebih tegas dan adil, sebaliknya, hukum manusia masih menimbulkan masalah baru sebab rentan dipermainkan oleh mereka yang punya kapital atau jabatan. Lihat, apa ganjaran bagi penguasa yang melarang seorang muslimah menasehati muslimah yang lain terkait kewajiban yang dibebankan kepada mereka? Semestinya masuk dalam delik penistaan agama dan bertentangan dengan prinsip demokrasi sendiri. 

Namun hingga kini tetap melenggang dan sedang bermanuver dengan politik praktis ala demokrasi. 

Apakah ia memiliki peluang sebagai pemimpin jika syariat saja ia hinakan? Mari berpikir cerdas. Wallahu a'lam bish showab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun