Dilansir dari suaraislam.id, 29 September 2022, Â Tiga belas juta orang kelas menengah bawah di Indonesia jatuh miskin. Hal tersebut terjadi lantaran ketentuan baru Bank Dunia mengenai hitungan paritas daya beli (purchasing power parities/PPP) atau kemampuan belanja mulai musim gugur 2022.
Mengutip laporan Bank Dunia yang bertajuk 'laporannya East Asia and The Pacific Economic Update October 2022', Rabu (28/9), basis perhitungan baru itu berdasarkan PPP 2017. Sementara, basis perhitungan yang lama adalah PPP 2011. Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan ekstrem menjadi US$2,15 per orang per hari atau Rp32.812 per hari (asumsi kurs Rp15.261 per dolar AS). Sebelumnya, garis kemiskinan ekstrem ada di level US$1,90 per hari.
Bank Dunia juga menaikkan ketentuan batas untuk kelas penghasilan menengah ke bawah (lower middle income class) dari US$3,20 menjadi US$3,65 per orang per hari. Dan batas penghasilan kelas menengah ke atas (upper- middle income class) dinaikkan dari US$5,50 menjadi US$6,85 per orang per hari.
Jika dikurskan dengan harga Dollar Amerika hari ini terhadap rupiah, yaitu 15.181, 86 Rupiah per 1 Dollarnya. Artinya, penghasilan menengah kebawah yang terbaru menjadi Rp 55. 413,789. Angka yang sangat tak masuk akal, dengan penghasilan senilai itu apa yang dapat dibeli? Sementara katagori miskin di dunia hari ini hanya untuk yang tak bisa makan saja. Padahal, masih harus bayar listrik, air, kesehatan, pendidikan, keamanan dan lain sebagainya.
 Sungguh penggunaan standar yang tak masuk akal, jelas saja makin banyak penduduk Indonesia yang "jatuh" miskin sebab yang dirubah bukan sistemnya, hanya garis kemiskinannya, alias standar penilaian miskin dirubah atau direndahkan. Sekaligus fakta ini membuktikan kegagalan rezim yang sesungguhnya dalam mewujudkan kesejahteraan.
Pastilah angka yang sebenarnya lebih banyak. Dan anehnya, Â faktor paling penting dari perubahan ini adalah karena berubahnya tingkat harga di negara lain, terutama Amerika Serikat."Kenaikan harga akan membuat kemampuan daya beli berkurang dan meningkatkan angka kemiskinan," tulis Bank Dunia.
Kapitalisme Harus dicabut
Miskin adalah fitrah, namun hari ini ditambah dengan miskin karena sistem yang diterapkan adalah kapitalisme. Sejak kapitalisme bercokol, diemban negara-negara di dunia menggantikan sistem Islam dan Sosialisme, kemiskinan telah menjadi persoalan yang berlarut-larut.
 Kapitalisme telah menata dunia, mengembangkan pendekatan pembangunan modernisasi di era 50 hingga 60an, neoliberal di era 80an hingga saat ini. Sistem ekonomi kapitalisme neoliberal telah mampu mewujudkan ambisi para kapitalis untuk mengakumulasi kekayaan tanpa halangan  perdagangan antar negara. Tapi di saat yang sama, terjadi kemiskinan dan ketimpangan di berbagai negara.
 Amerika sebagai negara pengemban kapitalisme terbesar berusaha mengumpulkan negara-negara di dunia ini dalam beberapa organisasi dan kerjasama. Baik bilateral maupun multilateral, baik ekonomi maupun perdagangan. Hanya dalam rangka bisa mengontrol negara-negara lain menjadi pangsa pasarnya. Pun China yang digadang-gadang bakal menjadi pesaing Amerika.
 Kesenjangan antara si miskin dan si kaya kian melebar. Dan ini benar-benar menjadi masalah serius bagi tatanan kapitalisme. Kemiskinan akan menghambat mesin ekonomi kapitalis, karena melemahnya daya beli, akan melemahkan pasar menyerap barang dan jasa dan menimbulkan konflik gejolak sosial yang menuntut perubahan sistem yang ada. Laporan Bank Dunia yang berjudul " Konflik, Keamanan dan Pembangunan" mengkonfirmasi fakta tersebut.