Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Seorang ibu rumah tangga yang ingin terus belajar indahnya Islam dan menebarkannya lewat goresan pena

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Manusia Bunglon

2 Agustus 2022   23:39 Diperbarui: 2 Agustus 2022   23:52 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: pinterest/mrwgifs.com

Sudah tahu binatang yang pandai mengubah warna kulitnya sesuai lingkungan dimana dia berada? Mimikri nama kelebihannya dan hewannya disebut Bunglon (Bronchocela jubata). 

Dalam biologi evolusioner, mimikri merupakan proses evolusi yang terjadi pada spesies untuk menjadi sama dengan spesies lainnya. Biasanya mimikri menyerupai suatu spesies sebagai salah satu cara menghindari bahaya, misalnya bila berhadapan dengan predator ( Wikipedia).

Namun tulisan ini tak hendak bahas biologi ataupun dunia fauna. Namun sedikit menyentil mereka yang mengatakan "jangan sebut aku di A saat di lokasi ini dan si B saat di lokasi itu". 

Maksudnya, ada seseorang yang misalnya profesinya guru mengaji, namun saat dia melakukan perbuatan yang melanggar syara jangan lihat guru ngajinya, tapi lihat dia dengan kacamata yang lain.

Bukankah hal demikian idem dengan sikap sekulerisme ? Perilaku memisahkan agama dari kehidupan. Aslinya ia tak ingin dikekang dengan sejumlah aturan ( baca: agama Islam). Ia ingin bebas, bersenang-senang, menikmati hidup, yang penting di sisi lain ia tetap shalat, zakat, puasa, naik haji, menutup aurat, shadaqah dan bahkan mengajar mengaji dan agama.

Tipe seperti ini banyak ditemui hari ini, Muslim namun identitasnya kabur. Bahkan ada satu video di reel Instagram yang menunjukkan seseorang itu lebih terlihat beragama lain, padahal Muslim. Sebaliknya yang lain lebih terlihat Islam padahal non muslim.

Mengapa demikian? Apakah itu salah satu tren kekinian, demi konten, cuan dan lain sebagainya? Jadi teringat pula, anak-anak di CBSD Jakarta yang tak hafal niat sebelum shalat. Namun lancar saat menyebutkan harga outfit mereka berikut tujuan datang ke komplek perkantoran elit yang seketika disulap menjadi catwalk oleh anak-anak pinggiran Jakarta itu. 

Sejatinya, kaum Muslim hari ini telah kehilangan jati dirinya sebagai Muslim, yang bertakwa dan beramar makruf nahi mungkar. Bayangkan, ada salah satu ormas tertua, kini usianya sudah seabad, pencetak para ulama dan pejuang di negeri ini saat merayakan milad seabad usia komunitas mereka mengadakan satu perayaan salah satunya fashion show.

Menampilkan hasil rancangan perancang ormas tersebut. Jangan harap melihat tren baju ala pondok yang rapat menutup aurat, tetap saja fashion kufar kiblatnya. Seolah Islam itu memang harus mengikuti zaman, bukan sebaliknya. Allah tak up to date dengan agamaNya? Allah SWT salah menurunkan syariatNya?

Jika ulamanya , para cendekiawannya demikian pula penguasanya telah kehilangan muruah (kehormatan) sebagai pemimpin umat, garda terdepan dalam beramar makruf  maka tunggulah azab Allah SWT. Dan terbukti, kini tak hanya bencana fisik yang melanda negeri Indonesia, namun juga bencana moral dan sosial.

Perselingkuhan, perceraian, perzinahan , korupsi dan lain sebagainya bersaing ketat dengan banjir, gunung meletus, hutan terbakar dan lainnya. 

Bumi pun marah melihat tingkah manusia yang semakin hari semakin jauh dari kebenaran. Islamophobia akut melanda setiap individu hingga mereka membiarkan diri mereka dididik oleh barat dengan narasi-narasi sesat mereka.

Akibat berikutnya, mereka di sisi lain beramal sebagai hamba Allah, disisi lain sebagai beramal sebagai hamba setan. Inilah kemunduran berpikir yang sangat dan harus segera diperbaiki. 

Jika saja Islam sebagai pembawa Rahmat ini di terapkan tentulah hidup akan lebih baik. Diterapkan dalam artian Kaffah, menyeluruh. Sebab faktanya jika kita mempelajari Islam lebih mendalam, tak hanya berisi panduan untuk beribadah individu saja namun hingga panduan berekonomi, pendidikan, hingga bernegara.

Lantas ,jika seseorang individu muslim, merasa sah-sah saja mengubah perilakunya padahal syariat melarangnya apakah yakin tak ada hisab atas amalnya tersebut? Amal baiknya dihitung saat ia mendatangi majelis taklim dan tak dihitung saat mendatangi diskotik, berdua-duaan, atau bahkan bercampur baur?

BerIslam semestinya konsisten, ketika Allah memerintahkan sesuatu maka jawabnya hanyalah sami'na wa ato'na. Sebagaimana firman Allah dalam Qs an-Nur: 51 yang artinya," Artinya: "Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata: Kami mendengar, dan kami taat. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."

Maka, menjadi Muslim yang konsisten, apapun berbuatannta standarnya tetap halal haram adalah mutlak, hingga mati, sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imran :102 yang artinya," Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadanya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim".

Tak ada keringanan sedikitpun untuk mendua dalam iman dan amal, sekali kau mengucapkan kalimat syahadat selamanya kau tunduk, patuh kepada Allah SWT. Maka, sekali lagi, tak bisa berubah keadaannya, dimana konsisten beriman dan beramal shalih dalam sistem hari ini. Harus dicabut dan digantikan dengan syariat Allah SWT . Wallahu a' lam bishshowab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun