Siapa yang tak sedih jika orangtua kita atau salah satu dari mereka sakit. Sebab di usia lanjut, sakit menjadi "rutinitas" dikarenakan banyak fungsi organ tubuh yang melemah.Â
Mata tak lagi awas, uban mulai semarak di atas kepala, gigi tanggal satu persatu, pendengaran berkurang, kaki seakan tak bertenaga, pun jantung semakin cepat berdebar ketika beraktifitas. Apalagi ingatan, seringkali lupa dan mengulang-ulang masa manis ketika muda.Â
Namun dibalik sakit ada hikmah yang luar biasa. Silahturahmi kembali tersambung, rasa yang hambar kembali menghangat karena bisa saling berbagi. Ajaibnya, si lemah pun menjadi kuat. Yang semula tak percaya diri ternyata mampu memberi semangat kepada si sakit.Â
Ketika menjenguk si sakit ada banyak hal yang bisa digali. Di antaranya ungkapan syukur yang mendalam, sebab sehat sejatinya adalah anugerah terindah, investasi yang amat mahal.
Dari deretan kasur yang berisi orang sakit, dengan berbagai jenis penyakit, dan bagaiamana akhirnya mereka hanya tergolek lemah tak berdaya, hanya lisan yang terus-menerus menyebut nama Allah meminta agar cepat disembuhkan.Â
Bagi si sehat, benar-benar memanfaatkan kesehatannya untuk beribadah kepada Allah, seoptimal mungkin menggunakan sehat dan waktunya untuk meninggikan kalimat Allah, menebas kezaliman dan menggantikannya dengan pemahaman untuk menuju perubahan.Â
Islam sangat menganjurkan untuk menjenguk mereka yang sakit dan mendoakannya. Keutamaannya luar biasa, sebagaimana Rasulullah saw bersabda,
"Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka (seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk, apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo'akannya agar mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat mendo'akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba." (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).
Aisyah radhiyallahu 'anha di mana beliau berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meminta perlindungan kepada Allah untuk anggota keluarganya. Beliau mengusap dengan tangan kanannya dan berdoa:
"Ya Allah Wahai Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah ia. (Hanya) Engkaulah yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi." ( HR. Bukhari dan Muslim).
Terutama jika yang sakit adalah orangtua, alangkah indahnya. Bukan artinya berbahagia di atas penderitaan orangtua kita, namun, Allah SWT sangat menyayangi kita dengan memberikan kita kesempatan untuk "ngalap berkah" dalam bahasa Jawa artinya mengharap berkah.Â
Uang mungkin kita ada, mengupah seseorang untuk merawat kini malah banyak penyedia jasanya. Namun, tak sebanding jika kita sendiri sebagai anaknya yang merawat.Â
Meskipun tak seperti saat kita kecil kesulitannya, namun, pancaran sinar keridaan di wajah orangtua itulah yang tak mungkin di dapatkan dengan cara lain, dan Allah SWT rida karenanya.Â
Penghuni surga adalah mereka yang amalnya diridhai Allah SWT. Artinya setiap iman dan amal shalih yang dijadikan sebagai landasan beraktifitas adalah syarat bagi siapa saja yang menginginkan surga.Â
Orangtua kitalah tempat tepat untuk mendapatkan kunci pintu surga itu. Tak ada gengsi atau kehinaan ketika kita merawat orangtua sakit, jika ada, inilah ekses atau akibat dari penerapan hukum sekuler atau memisahkan agama dari kehidupan.
Orangtua yang tak lagi bernilai ekonomis, karena sakit-sakitan seringkali dianggap beban. Banyak fakta berbicara bagaimana seorang ibu di buang anaknya di sebuah pertokoan, atau isi dari Panji Wreda atau panti jompo, dimana kebanyakan para lansia disama adalah sengaja diserahkan kepada pengurus panti. Sebab anaknya sibuk bekerja, kasih sayang mereka kepada orangtua digantikan uang.Â
Akankah kita mengikuti tuntunan sekulerisme dalam merawat orangtua? Padahal yang jelas jaminannya surga di akhirat kelak diabaikan. Apakah mereka tercipta oleh Tuhan yang lain? Wallahu a' lam bish showab.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H