Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Seorang ibu rumah tangga yang ingin terus belajar indahnya Islam dan menebarkannya lewat goresan pena

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Takut Mati Wajar atau Paranoid?

29 Maret 2022   22:38 Diperbarui: 29 Maret 2022   22:45 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Katakanlah, "Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (Q.S. Al-Jumu'ah : 8).

Ada beberapa hal yang bisa dipahami dari ayat di atas. Pertama bahwa setiap manusia secara normal takut mati, sehingga digambarkan Allah " yang kamu lari darinya". Sudah bukan asing lagi bagaimana upaya manusia untuk tetap "hidup". Mulai dari obat anti penuaan dini, terapi, operasi dan lain sebagainya. Begitu takutnya jika dikatakan tua, menua, keriput, tak elastis dan lain sebagainya. 

Sebab artinya sebutan-sebutan itu mengarah kepada sebentar lagi mati. Mungkin kita masih dibuat takjub bagaimana bintang pop dunia, Michael Jackson memiliki Michael Jackson's Oxygen Bed, sebuah kapsul oksigen yang menjaga penampilan serta memperpanjang umur sang artis saat ia tidur. Atau bagaimana para artis yang menghabiskan ratusan bahkan milyaran dolar untuk tetap berpenampilan cantik, putih dan menarik, semua demi agar tidak ditinggal publik. 

Artinya, sudah alamiah bahkan normal jika manusia takut mati. Karena janji Allah SWT, siapapun, apapun jabatannya, berapapun kekayaannya, pria wanita, besar kecil, dewasa anak-anak akan menghadapi risiko mati. Maka wajar pula jika muncul perasaan mati saat air mengguyur kepala, bagaimana kalau mati tenggelam? Saat mandi, bagaimana jika mati terjatuh di kamar mandi? Saat mengantar anak sekolah dengan bermotor? Dan lain sebagainya. 

Terbayang keadaan mati bagaimana kita kelak, baik atau buruk. Sementara hari ini menabung amal salih saja masih angin-anginan. Terlebih jika kita mencoba mengalihkan pandangan di sekeliling, seorang anak membentak ibunya, seorang ayah membunuh bahkan memperkosa anak kandungnya dan lain sebagainya. Manusia-manusia itu berbuat sesuka hati seakan tak bakal mati. 

Dengan ringan tinggalkan ketaatan kepada Allah dan berbuat sesuka hati seolah lupa bahwa kain kafannya sedang ditenun, usianya akan segera berakhir dan ajalnya akan segera menjemputnya. Baik dengan cara kasar maupun halus. Allah SWT menggambarkan sakratul maut itu sedemikian detil. Sakaratul maut paling ringan dan halus pun masih meninggalkan rasa sakitnya. 

Rasulullah SAW pernah bersabda," Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang tersobek ?" (HR Bukhari). 

Namun, takut mati saja namun tidak mengantarkan kepada ketaatan dan taubatan nashuha adalah keadaan yang sangat rugi. Sebab, Kedua, orang mati dikembalikan kepada Allah SWT, sehingga jika ada yang bilang roh kembali, pulang berkunjung pada keluarganya melepas rindu di waktu-waktu tertentu, masih bisa berhubungan dengan keluarga dan kerabat yang hidup bahkan ikut menjaga ank cucu dan keturunannya, ternyata semua hoax. Jika bukan perbuatan setan ya manusia yang bekerja sama dengan setan. 

Terputuslah si fullan dengan dunia ketika dia mati. Ada empat hal yang menyertai si mayat, namun hanya tiga yang tetap bersama si mayat sedang yang satu pulang. Yang kembali adalah anak istri, suami, kerabat dan handai tolan. Sedang yang tetap bersama adalah doa anak yang shalih, ilmu yang bermanfaat dan amal jariyah. Saat itulah yang sebenarnya harus kita ingat, sebab semua tak bisa diulang, dikembalikan. 

Ketiga, hanya Allah SWT mengetahui yang ghaib, termasuk usia dan ajal kita. "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (QS. Al An'am: 32). 

Bayangkan seandainya setiap manusia diberitahu kapan dia mati atau sampai ajalnya, tentulah ia akan rajin beribadah atau sebaliknya akan depresi, sebab ia akan kesulitan menata hati dan fikir. Manusia tipenya jika didesak baru akan bergerak. Jika tidak, maka menunda akan menjadi kebiasaannya. 

Banyak orang yang menunda mengkaji agama, menutup aurat, berinfak selagi lapang, memperjuangkan Islam, membuang riba, mencabut sistem kufur dan lain sebagainya, seolah waktunya masih panjang, dan seoalah dia tahu masa depan. Padahal, hitungan Allah SWT dengan hitungan manusia seringkali berbeda. Apa yang direncanakan manusia, seringnya tak sesuai dengan keinginan Allah. 

Keempat, lalu akan diberitakan semua yang sudah kita kerjakan sebelum mati, diberitakan sejak kita sudah mukallaf ( bisa dibebani syariat/ baligh), sebab hanya ada tiga golongan yang tidak dihisab (dihitung) amalnya yaitu sesuai apa yang disabdakan Rasulullah saw," Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: orang yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai mimpi basah (baligh) dan orang gila sampai ia kembali sadar (berakal)." (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). 

Maka, masih berani setelah faham empat poin ini berleha-leha? Sebagai orang beriman tentu tak akan berpangku tangan, menunggu nasib diundi. Jika hoki menang, jika tidak bangkrut. Perkataan Umar bin Khattab mungkin bisa menjadi pelecut bagaimana semestinya kaum Muslim menghadapi kematian. "Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiaplah untuk mati. Karena jika engkau tidak siap untuk mati, engkau akan rugi". 

Persiapan kematian sudah sukses membuat Rasulullah dan para sahabat begitu konsisten memperjuangkan Islam hingga kita kini bisa ikut juga memeluknya. Yang ada dalam benak mereka hanyalah kehidupan surga di akhirat yang abadi dan menghapus semua penderitaan di dunia. Kesimpulannya, wajar bagi kita setiap ada berita kematian kemudian menjadi takut, namun yang benar, adalah terus istikamah memperbaiki kualitas diri dan kembangkan berbagi potensi diri. Wallahu a'lam bish showab. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun