Perjuangan sejak dulu tak pernah mudah, kalau mudah itu peregangan alias pemanasan sebelum berolahraga. Maka wajar jika Allah SWT mengganjar perjuangan lebih besar daripada hasil. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda : "Wahai sekalian manusia. Kerjakanlah amalan-amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian bosan. Dan sungguh, amalan yang paling dicintai oleh Allah yaitu yang di kerjakan secara terus-menerus walaupun sedikit." (HR. Bukhari dan Muslim). Â
Allah SWT berfirman,"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan,"Kami telah beriman", sedangkan mereka tidak diuji?" (QS Al Ankabut :2-3). Jadi, kesimpulannya, melakukan aktifitas kebaikan itu musti berulang-ulang, konsisten, meskipun sulit.Â
Ada yang minta izin untuk cuti tidak mengkaji Islam dulu, alasannya pertama takut dosa karena tidak amanah, secara memang beliau seringkali membatalkan akad karena tergiur dengan akad yang lain. Alasan kedua karena kajian yang kita bahas ini butuh pemikiran, sedangkan beliau mengaku jika sudah capek susah kosentrasi. Jadi, beliau berjanji akan tetap membaca kitab terjemah nanti kalau ada yang tidak paham akan ditanyakan.Â
Untuk kalimat terakhir terus terang saya agak meragukan, sebab selama kajian beliau hampir-hampir tidak pernah bertanya, pasif dan kadang tertidur. Barakallah, semoga Allah SWT senantiasa melindungi beliau, memudahkan urusan-urusannya dan menjaga keistikamahannya. Aamiin.
Lelah menuntut ilmu wajar, mempertahankan untuk tetap konsisten itu perjuangan. Imam Syafi'i mengatakan : "Jika Kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan". Yah, bodoh dalam ilmu dunia masih bisa diperbaiki, namun bodoh dalam ilmu akhirat akan merusak seluruh amal.Â
Perjuangan ini butuh kesabaran, dalam artian, sabar bukan diam tapi tetap konsisten menambah tsaqofah, memperluas wawasan dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Kita sandingkan keimanan dengan amal salih. Hingga Allah SWT rida dengan amal kita.Â
Perjuangan Butuh Manajemen waktu dan Qalbu
Kemenangan bagi kaum Muslim adalah janji Allah SWT, yang pasti akan terwujud pada saat yang tepat. Ranah kita bukan meminta dengan segera lantas lalai, tapi terus membentuk kebiasaan baru yang lebih produktif dalam menghasilkan amal-amal salih. Sesuai dengan potensi yang kita miliki, entah penulis, konten kreator, desain grafis, editing video dan lain sebagainya.Â
Untuk meraih target tersebut butuh pengaturan waktu dan hati atau manajemen. Tidak ada keberhasilan yang instan, Allah SWT pun paham, sehingga Allah lebih menyukai amal yang sering meskipun remeh.Â
Jangan pernah menyerah sebelum mencoba. Mengatakan takut tak bisa amanah, sementara kenyataannya masih jalan di tempat. Mengatakan sudah berjuang, namun mengalahkan kantuk dan malas belajar saja tidak mampu. Jelas setan tak akan berdiam diri begitu saja, ia akan menambah teman untuk berbagi di neraka sebanyak mungkin.Â
Tancapkan dalam hati niat yang kuat dan ikhlas, bahwa arah perjuangan ini benar, apapun yang akan terjadi di depan akan dihadapi dengan sadar dan sabar. Bukan menanti hasil dengan gusar. Bagaimanapun jika Allah belum berkehendak menurunkan janjiNya hingga kapanpun tak akan terjadi, jika sudah begitu akankah kita berhenti atau tetap lanjut berjuang?
Kedua kita pastikan tak akan menduakan Allah SWT, dalam hal apapun, ketika beramai-ramai atau sendiri. Sama saja kita berkhianat ketika syahadat kita yang terlafal masih sama," Saya bersaksi Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah" jika secara amal kita malah taat kepada demokrasi, kapitalisme , liberalisme dan lainnya. Terlebih hingga melebur dalam keanggotaan sebuah partai pengusung ide kufur, yang asasnya sekuler.Â
Mungkin alasannya karena harus ada tindakan nyata, agar tujuan segera tercapai, bukan omong doang. Atau, kalau tidak memilih pemimpin hari ini maka kaum Muslim akan terus dikuasai. Buktinya, siapapun pemimpin kita, nasib tetap sama. Berapapun keterwakilan kita dari partai Islam di parlemen, tak pernah ada perbaikan. Masih percaya, pemilu yang akan datang membawa hasil berbeda? Dan apakah mengkaji Islam Kaffah bukan tindakan nyata? Seorang guru, tentu tindakan nyatanya adalah mengajar, berbicara menjelaskan bahan ajar dan meminta para muridnya untuk belajar.Â
Ketiga, memang kini forum kajian menjamur, meskipun pemerintah meluncurkan daftar penceramah radikal, namun tak bisa membendung gelombang rasa haus akan ilmu yang menghinggapi masyarakat. Hal itu adalah baik, Allah SWT juga mewajibkan setiap kaum Muslim untuk menuntut ilmu, namun jika kajian tersebut hanya berkutat pada nafsiyah saja dan tidak ada pemikiran di dalamnya hanya akan membuang waktu dan energi.
Baik jika untuk diri sendiri untuk apa? Kajian yang bermuatan pemikiran atau lazim disebut politik, memang harus dikuasai oleh setiap individu Muslim. Sebab dari situlah pangkal lahirnya pemahaman yang benar, ketika kita baik, namun tak memberi pengaruh pada sekitar untuk apa? Baik untuk diri sendiri, di saat yang sama akar persoalannya adalah karena politik Islam dilarang diterapkan, untuk apa?Â
Islam tak bisa dipisahkan dari politik, Imam al-Ghazali mengatakan relasi agama dan negara (pemimpin negara) bagaikan dua saudara kembar yang lahir dari rahim seorang ibu yang sama. Keduanya saling melengkapi. Bahkan, politik (negara) menempati posisi yang sangat urgen dan strategis, yang hanya berada setingkat di bawah kenabian (Al-Ghazali, 1994: 136).
Sultan (kekuasan politik) adalah wajib untuk ketertiban dunia; ketertiban dunia wajib bagi ketertiban agama; ketertiban agama wajib bagi keberhasilan di akhirat. Inilah tujuan sebenarnya para rasul. Jadi, wajib adanya imam yang merupakan kewajiban agama dan tidak ada jalan untuk meninggalkannya". (Al-Ghazali, 1969: 215).
Sistem hari ini memang berniat memisahkan kaum Muslim dari politik Islam , sebab jika mereka paham ini adalah keadaan yang berbahaya bagi para pemimpin kafir berikut pengusahanya, hancur kekayaan mereka karena Islam, habis hegemoni mereka, tentu tak akan mungkin dibiarkan. Sehingga sepanjang hayat, strategi mereka tak lain dan tak bukan adalah memadamkan Islam, mengadu domba dan mengopinikan keburukan Islam, bandingkan dengan ide komunis atau yang lain.
Ingatlah, Islam adalah agama yang diridhai Allah satu-satunya, maka, seberapa besar makar manusia yang benci Islam, Allah justru akan menghangcurkan mereka, Allah berfirman, "Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya."(QS at-Taubah: 32).Â
Keempat, kita harus yakin untuk tak bergeser seinci pun dari apa yang sudah dilakukan oleh Rasulullah Saw, Sang Uswatun Hasanah. Teladan beliau berdasarkan tuntunan Wahyu, tentu tak akan keliru. Jika pun hari ini belum nampak hasil, bukankah hidup kita hanya untuk ibadah kepada Allah SWT, jadi untuk apa bersusah hati, berpikir positif saja bahwa apa yang sudah kita lakukan adalah juga bagian dari ketaatan sebagaimana yang Allah SWT tentukan. "Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (QS. Adz Dzariyat: 56). Wallahu a'lam bish shawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H