Sejatinya, pemerintah masih mengedepankan untung rugi dalam mengurusi urusan rakyatnya. Skala negara tentunya yang menjadi fokus bukan hanya kebutuhan rumah tangga satu wilayah tertentu saja. Melainkan seluruh rakyat Indonesia, berapa besar jumlah halaman rumah masyarakat di desa? Apa kabar program ketahanan pangan nasional dengan membuka hutan dan lahan di Papua jutan hektar setelah sebelumnya di Kalimantan gagal?
Apakah yang butuh ketahanan pangan hanya Jawa Barat? Lantas, bagaimana dengan wilayah lain yang juga mengalami hal sama, defisit cabe? Padahal tanah mereka sudah berubah menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mau tak mau mereka harus pergi apa yang sudah mereka miliki berpuluh-puluh tahun. Rumah mereka digusur untuk infrastruktur, atau bahkan hilang karena bencana alam?
Pemikiran untung rugi ini sejatinya muncul dari pandangan sekuler, memisahkan agama dari kehidupan. Aturan diambil dari pemikiran manusia yang lemah dan pasti menimbulkan kepentingan masing-masing. Membuka celah siapa saja yang bermodal besar bisa menguasai pasar sekaligus sumber produksinya.Â
Islam Bangun Ketahanan Pangan Secara Mandiri
Islam sebagai sistem pemerintahan dan negara justru telah terbukti selama 1300 tahun lamanya dan meliputi dua pertiga dunia. Jangan tanya lagi, selama kurun waktu itu, bagaimana kesejahteraan penduduknya. Tak ada pajak, tak ada utang luarbnegeri bahkan negara di luar Islam sangat menghormati, peradaban Islam bak mercusuar yang menerangi dunia dengan kebaikan dan keadilan.Â
Tak hanya sisi pertanian yang maju, namun juga aspek lainnya, pendidikan, keamanan, kesehatan dan lainnya selalu menjadi yang terdepan. Semua karena penguasa Islam ketika itu hanya menerapkan Islam secara nyata, bukan sekadar istilah, mereka sangat takut jika kekuasaan yang ada pada mereka berbalik menjadi azab karena Allah murka, selama di dunia mereka zalim.Â
Berbagai pengembangan ilmu pengetahuan pertanian berikut teknologinya terus didorong oleh negara Islam, bahkan saking surplusnya produksi pangan negara khilafah, tercermin dari apa yang dilakukan oleh Sultan Abdul Majid I untuk meringankan beban masyarakat Irlandia yang dilanda kelaparan. Bantuan ini dikirim dengan kapal-kapal berbendera Turki Usmaniyah. Kapal-kapal Turki Usmaniyah berhasil tiba di Pelabuhan Drogheda pada Mei 1847.
Rasulullah saw. Bersabda, "Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim." (HR Tirmidzi).Â
Dari hadis Rasulullah kita tahu perubahan mental yang dimaksud bukanlah yang berani berinisiatip tanam cabai di halaman rumah, melainkan yang berani mengembalikan Islam sebagai aturan manusia ketika memenuhi kebutuhan hidupnya. Wallahualam bissawab.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H