Khusus dari sosok Paus, hal mana yang bisa menjadi teladan bagi kaum muslim? Hidup tanpa menikah demi Tuhannya, mengimani Trinitas, atau iman bahwa Isa adalah Tuhan? Padahal kita tahu, setiap apa yang menjadi pemikiran atau pemahaman maka itu pula yang mendasari seseorang untuk berperilaku.Â
Jejak digital pula yang meyakinkan kita untuk melihat dulu apa yang ada dalam pemikiran Paus Fransiskus saat mengkritik undang-undang yang mengkriminalisasi homoseksualitas sebagai hal yang tidak adil. Paus menyampaikan, Tuhan mencintai semua anak-Nya sebagaimana adanya dan meminta para uskup Katolik yang mendukung undang-undang tersebut untuk menyambut orang-orang LGBTQ ke dalam gereja. Sebab, menjadi homoseksual bukan sebuah kejahatan (tribunjateng.com, 25-1-2024).Â
Mudahnya kita silau melihat " kesederhanaan " seseorang jelas keluar dari konteks makna teladan itu sendiri, hingga lebih memuliakan kafir daripada muslim. Memuliakannya seolah kita sebagai negeri Islam terbesar di dunia, tunduk patuh kepada kafir, tak nampak kedaulatan hingga seruan azan di televisi diminta Kemenag menggantinya dengan running text. Menyedihkan!
Lebih mengenaskan, para pemimpin ormas keagamaan (Islam) begitu yakin dengan konsep perdamaian yang dibawa Paus. Seolah perdamaian adalah bersatunya beberapa agama yang berbeda sehingga bisa menjadi sel awal perdamaian global. Inilah yang disebut Sinkretisme. Yaitu paham yang gerakannya berupaya mempersatukan agama-agama yang ada di dunia.Â
Pemahaman ini jelas berbahaya, sebab mereka yang meyakini ide Sinkritisme adalah baik akan selalu mencari titik temu dari perbedaan-perbedaan ajaran pada setiap agama, yang menyangkut prinsip dasar seperti akidah, maupun yang bersifat furu' (cabang) atau khilafiyah amaliyah atau perbedaan cara pengamalan suatu ajaran di dalam bermazhab.
Ironinya, kemenag memfasilitasi gerakan ini dengan membentuk bimbingan masyarakat Katolik dan Islam dalam struktur organisasinya. Lebih jauh lagi, mereka yang yakin hingga menyerukan paham sinkristime sama dengan merusak akidahnya dan berpotensi mengeluarkannya dari Islam alias menjadi kafir. Sebab ia telah menolak kebenaran firman Allah SWT. yang artinya, "... Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu...". ( TQS al-Maidah:3).
Islam  Agama Sempurna
Kunjungan pemimpin tertinggi umat Katolik tidak boleh kita artikan sebagai kunjungan biasa. Namun ini warning, keadaan negeri ini terutama kaum muslimnya sedang tidak baik-baik saja. Selain terkungkung dalam sistem demokrasi yang menuhankan manusia dengan kebolehan membuat aturan hidup sebagai solusi semua problematika umat.Â
Hingga pada aktivitas memuliakan kafir menindas sesama muslim, menyerahkan pengurusan perdamaian kepada yang tak paham siapa sesungguhnya Maha Pengatur dan Maha Perkasa di bumi ini. Hingga Sinkritisme. Jelas sekali Allah SWT. berfirman yang artinya, "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah." (TQS Al-Ahzab:21).Â
Teladan bukan semata tampilan luar, tapi juga apa yang dia bawa sebagai manifestasi pemahaman yang ada dalam benaknya. Jika akidahnya Islam, semestinya juga mengambil pemikiran Islam bukan yang lain.Â
Terlebih Rasulullah Saw. bersabda, "Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihis salam muncul kepada kalian kemudian kalian mengikutinya dan meninggalkan aku, sungguh kalian telah sesat dari jalan yang lurus. Seandainya Musa masih hidup dan menemui masa kenabianku, niscaya ia akan mengikutiku." Fakta Nabi Musa mengikuti Rasul dan risalahnya, lantas siapa kita yang dengan sombongnya mengikut manusia, kafir pula? Wallahualam bissawab.Â