Â
Mirisnya, berkurangnya target pemasukan pajak memicu negara mengeluarkan berbagai kebijakan yang membantu rakyat 'pengusaha', seperti tax amnesty dan insentif lainnya. Pemerintahan yang baru pasca pemilu pun sudah mengambil langkah memaksimalkan perolehan pajak dengan membentuk Badan. Aturan seketika menjadi mudah diubah dan berubah, dan itu sah meski melanggar aturan negara sendiri.
Â
Bisakah Kita Hidup Bebas Pajak?
Pertanyaan di atas akan dijawab dengan lantang, bisa! Syaratnya hanya jadikan Islam sebagai aturan hidup yang nyata bukan sekadar tercantum di dalam kitab fikih para imam ahli fikih dan dipelajari di pondok pesantren.
Â
Sebab, Islam memiliki berbagai macam sumber pemasukan, sehingga Daulah Islam adalah negara yang kaya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. , "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. (HR Abu Dawud dan Ahmad). Makna hadis ini menurut jumhur ulama membolehkan setiap individu masyarakat memanfaatkan ketiganya dan negara haram memprivatisasi ataupun menjajakan sebagai bentuk investasi kepada asing agar bisa dieksplorasi.
Â
Berserikatnya manusia dalam ketiga hal pada hadits di atas bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas) dan jika tidak ada maka mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya. Hanya negara yang mampu menjaga sumber daya alam sekaligus memberikan maslahat bagi rakyatnya. Negara menurut syariat adalah wakil rakyat dalam mengelola sumber daya alam dan bukan pemilik.
Â
Islam melarang adanya pajak  kecuali pada kondisi tertentu ketika ada kebutuhan rakyat yang mendesak,  sementara Baitulmal dalam keadaan  kosong. Pajak pun hanya diterapkan pada orang  yang mampu menafkahi keluarga, kerabat atau orang-orang yang ada dalam tanggungannya berikut tidak menanggung utang.