Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penerimaan Pajak Anjlok, IKN Pesta Insentif, Adilkah?

2 Juni 2024   20:34 Diperbarui: 2 Juni 2024   20:34 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pajak, desain pribadi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan setoran pajak dari beberapa sektor industri  (manufaktur hingga pertambangan) turun drastis. Akibatnya total penerimaan pajak hingga Maret 2024 atau selama kuartal I-2024 hanya sebesar Rp 393,9 triliun. Realisasi ini turun 8,8% dari penerimaan pajak periode yang sama tahun 2023 sebesar Rp 431,9 triliun (cnbcindonesia, 26/4/2024).

Turunnya setoran pajak beberapa industri seperti sawit dan logam dasar mengalami penurunan harga sejak tahun lalu, menurut Sri Mulyani menggambarkan kondisi perekonomian domestik yang terdampak tekanan ekonomi global.  Berikutnya karena ada peningkatan restitusi perusahaan-perusahaan. Berdasarkan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) restitusi adalah pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan para wajib pajak kepada negara (cnbc.com, 25/3/2024).

Guna perbaikan pendapatan negara dari sektor pajak, presiden terpilih Prabowo Subianto akan membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN). Badan ini merupakan salah satu  visi-misi yang  dilontarkan Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka sejak masa kampanye Pilpres 2024.

Dan  saat ini, pembentukan BPN sudah masuk ke dalam Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025. Dalam dokumen RKP Tahun 2025 yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, BPN diberi nama sebagai Badan Otorita Penerimaan Negara. Badan itu dibentuk untuk meningkatkan rasio penerimaan perpajakan menjadi sebesar 10-12% terhadap produk domestik bruto (PDB) 2025. Harapannya BPN mampu menyediakan ruang belanja yang memadai dalam APBN untuk pelaksanaan pembangunan dalam rangka mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.

Arief Ramayandi , Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja Sama Regional Bank Pembangunan Asia (ADB) Arief Ramayandi meragukan efektifitas Badan Penerimaan Negara (BPN) ini,  belum ada bukti empiris  bisa mendongkrak penerimaan. Yang terlihat justru pemisahan kewenangan saja, antara  Ditjen Pajak dan Bea Cukai dari Kemenkeu.  Dengan demikian, Kementerian Keuangan bisa lebih fokus dalam membuat kebijakan fiskal, sementara BPN bisa berfokus mengumpulkan penerimaan negara (cnbcindonesia com, 16/5/2024).

Di sisi lain, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan aturan PMK Nomor 28 Tahun 2024  untuk melaksanakan ketentuan dalam PP Nomor 12 Tahun 2023. yang memerinci terkait pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan di Ibu Kota Nusantara (IKN) (kontan.co.id, 19/5/2024).

Aturan itu memuat 9 insentif PPh kepada investor atau pelaku usaha yang menanamkan modalnya atau mendirikan usahanya di IKN di antaranya insentif Tax Holiday Penanaman Modal, fasilitas pengurangan PPh badan ini diberikan sebesar 100% dari jumlah PPh badan yang tertuang. Fasilitas ini bisa mulai dimanfaatkan sejak tahun pajak saat mulai beroperasi komersial.

Kriteria penerima fasilitas ini seperti, merupakan wajib pajak badan dalam negeri, melakukan kegiatan usaha melalui kantor pusat dan/atau unit usaha yang berada di IKN dan/atau daerah mitra, melakukan penanaman modal dengan nilai paling sedikit Rp 10 miliar.

Fasilitas ini juga diberikan diantaranya kepada pengusaha yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha yang memiliki nilai strategis, seperti pembangkit tenaga listrik termasuk energi baru dan terbarukan, pembangunan dan pengoperasian jalan tol, dan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan laut. Dengan jangka waktu untuk klaster infrastruktur 30 tahun, bidang usaha bengkitan ekonomi 20 tahun, dan sektor lainnya 10 tahun.

Pajak, Memakmurkan Pengusaha Menyengsarakan Rakyat?

Begitu sat setnya pemerintah jika menyangkut pajak (baca: pemalakan). Padahal pajak adalah salah satu instrumen pendapatan negara penganut sistem kapitalisme selain utang luar negeri. Dan sejatinya sistem ekonomi kapitalisme sangat lemah. Pajak sangat tidak stabil untuk dijadikan  sebagai pemasukan utama.  Jelas membebani rakyat, sebab kita bisa lihat secara nyata, kemampuan finansial rakyat tidak sama.  Sistem ini jelas membebani rakyat meski rakyat dikelabui dengan berbagai slogan dan kalimat eufemisme beracun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun