Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rusunawa, Balada Papan bagi Rakyat

5 Februari 2022   22:54 Diperbarui: 5 Februari 2022   22:57 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebutuhan pokok manusia yang terutama adalah sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Namun kesenjangan antara jumlah penduduk dengan ketersediaan papan sangatlah tajam. Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah backlog ( kebutuhan jumlah perumahan) yang tinggi yaitu sebesar 27.369 KK pada tahun 2019 (ertlh.perumahan.go.id, 16/7/2019).

Tingginya angka backlog perumahan terjadi karena beberapa faktor, diantanya besarnya pertumbuhan jumlah penduduk, ketidakterjangkauan harga perumahan oleh masyarakat, swaswa tidak mau berinvestasi untuk penyediaan perumahan MBR karena harga lahan tinggi dan lain-lain. Belum lagi kalau distandarkan pada kebutuhan perumahan layak huni, angkanya akan semakin tinggi namun lagi-lagi pemerintah mengalami kesulitan. 

Alih-alih memikirkan solusi agar setiap individu rakyat mendapatkan hunian yang layak, salah seorang pimpinan DPRD kota Surabaya, menyayangkan adanya sejumlah ASN Pemkot Surabaya yang tinggal di Rusunawa ( Rumah Susun Sewa Sederhana). Hingga ia meminta kepada pemerintah kota setempat untuk melakukan pendataan, agar Rusunawa kembali kepada fungsi asalnya yaitu bagi MBR ( Masyarakat Berpenghasilan Rendah). " Tahu dirilah, apalagi jika melihat ledakan warga MBR Surabaya", demikian katanya. 

Menurutnya, ASN juga memiliki gaji dan tunjangan di atas upah minimum kota (UMK). Bahkan, lanjut dia, pendapatan ASN Pemkot Surabaya itu terkenal tinggi, sehingga sudah semestinya mereka mencari tempat tinggal lain di luar rusunawa, karena rusunawa itu peruntukannya untuk warga MBR. Kalau para ASN ini keluar dari rusunawa, maka rusunawa itu bisa diisi MBR, sehingga antreannya yang tembus 11 ribu itu bisa berkurang dan mereka punya tempat tinggal layak. 

Sungguh bukan solusi dan bukan tipe penguasa yang bijak, yang lemah lembut kepada rakyat yang dia wakili. Apakah dengan upah yang sesuai UMK sudah menjamin si ASN sejahtera? Sandang, pangan dan papannya mudah dia akses kapanpun dia mau? 

Mungkin perlu sekali ia turun ke bawah, dan melihat secara langsung potret ASN hari ini, meskipun gaji terbilang tinggi, namun tak semua bisa ia penuhi, sebab kebutuhan pokok harganya melambung, demikian pula biaya kebutuhan umum lainnya seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Semua tak ada yang gratis dan harganya tak pernah turun. Selalu alasannya subsidi yang tak tepat sasaran, rakyat harus mandiri tak tergantung kepada pemerintah dan lain sebagainya. 

Inilah beratnya menjalani hidup dalam sistem yang samasekali tak manusiawi, siapa cepat dia dapat, siapa kuat ia jadi pemenang. Padahal hidup ini bukan perlombaan, dan tak ada hadiah bagi siapapun yang mencapai garis finish lebih dahulu. Yang ada rakyat babak belur, sebab pemerintah fix memosisikan diri bukan sebagai periayah namun regulator kebijakan sejati. Yang hanya menghubungkan investor satu dengan SDA yang ada dan menego mereka agar mau berinvest di Indonesia, sedang negara hanya menikmati royalti yang tak seberapa, dan menjadikan rakyatnya sapi perah untuk bayar pajak dan utang luar negeri. 

Inilah kapitalisme, aturan yang sedang dijalankan penguasa, yang sebenarnya sudah kelimpungan menerima kegagalan akibat sistem aturannya hancur. Tak mampu mewujudkan kesejahteraan hakiki. Tak hanya masalah perumahan, tapi juga lainnya, pangan, dengan harga kebutuhan pokok yang makin melambung, sementara barang langka di pasaran. Kebijakan yang diambil kalau tidak impor, dengan alasan menyeimbangkan harga, ya menetapkan HET ( Harga Eceran Tertinggi) . Padahal inilah yang mengantar kepada krisis ekonomi.

Masalah sandang pun demikian ,alih-alih dengan menciptakan pasar halal dan menyejajarkan diri menjadi negara pusat fashion halal. Nyatanya itu hanyalah rayuan untuk para investor agar terus mengeksplore kekayaan alam dan memberdayakan UKM di Indonesia, ujung-ujungnya yang mendapat keuntungan adalah UMKM yang sudah mendapatkan "restu" dari korporasi kelas kakap. 

Sejatinya, masalah perumahan layak huni tak harus rakyat terutama kepala keluarga kerepotan mendapatkannya. Sebab mereka berhak hidup layak. Dalam negara berdasarkan syariat hal ini tak akan terjadi. Sebab seorang pemimpin akan benar-benar memikirkan bagaimana agar akses rakyat terhadap kebutuhan pokok itu mudah. Ia sangatlah takut kelak di akhirat Allah SWT menghitung amal ketika berada di akhirat. 

Yang disebut rakyat adalah setiap orang yang memiliki identitas sebagai warga negara suatu wilayah, baik itu muslim maupun non muslim, kaya atau miskin, hitam, putih, merah dan berbagai bahasa. Semua itu layak mendapatkan tempat tinggal yang layak, jika pemenuhannya belum sempurna bisa dipastikan aturannya yang salah, mekanisme pemenuhannya yang belum tepat. 

Apalagi, sistem kapitalisme menjadikan mekanisme kepemilikan rumah yang melibatkan bank dan mengandung riba. Padahal jelas mekanisme ini adalah beban yang mencekik rakyat. Selain riba haram, mekanisme denda membuat utang semakin menumpuk jika tidak segera dilunasi. Wajar saja, jika masih banyak rakyat yang belum memiliki rumah, hingga ada yang tinggal di pemukiman kumuh atau bahkan menjadi gelandangan. ASN sekalipun. Pasti masih lekat di ingatan, bagaimana seorang ASN guru tinggal di bekas kandang sapi, maka wajar jika Rusunawa menjadi alternatif terbaik bagi ASN hari ini, di tengah beratnya beban hidup. 

Bagaimana solusi Islam? Tentu sebagai agama yang paripurna, Islam memiliki solusi yang tuntas. Fungsi pemimpin dalam Islam adalah periayah ( pengurus) sehingga dialah yang menjamin rakyatnya hidup sejahtera, sejak bangun tidur hingga tidur kembali. Sejak masalah ekonomi hingga kesehatan. Maka, soal perumahan pun demikian, negara yang menerapkan syariat Islam akan membangun perumahan layak dan murah bagi rakyatnya, bisa dicicil tanpa bunga. Di sisi lain, negara akan memantau setiap kepala untuk bisa bekerja mencari nafkah bagi keluarganya, negara akan memberi modal atau pelatihan atau apapun yang dibutuhkan agar ia bisa bekerja dengan maksimal. 

Jika individu tersebut lemah, maka negara akan menyantuni dan memberikan nafkah kepada dia dan keluarganya. Sementara kebutuhan pokok yang sifatnya sosial atau Umun, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan maka setiap individu tidak dibebani apapun alias negara yang membiayai sehingga siapapun bisa mengakses dengan mudah. Dari mana negara mendapatkan pendanaan yang besar untuk setiap kewajibannya untuk rakyat? Baitul mal jawabannya. 

Berbeda dengan APBN negara, Baitul mal tak mendapatkan pemasukan dari sesuatu yang diluar ketentuan syariat yaitu utang dan pajak. Melainkan dari pendapatan yang sudah ditetapkan syariat seperti zakat, hasil dari pengelolaan kepemilikan umum dan negara, jizyah, fa'i, kharaj dan lainnya. Pada akhirnya masalah perumahan tak akan menjadi horor bahkan balada bagi para pencari rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun