Juru Bicara Nasional Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengingatkan agar masyarakat menunda perjalanan ke luar negeri untuk mencegah penularan Covid-19 varian Omicron (tempo.co, 21/1/2022). Wiku menjelaskan, memberi ruang bagi virus untuk menular sama dengan memberi kesempatan bagi virus untuk bermutasi menjadi varian baru. Sebab itu, memberi celah penularan sama saja menempatkan kelompok rentan dalam risiko yang lebih tinggi.
Karenanya Wiku mengimbau masyarakat tetap disiplin protokol kesehatan, mengikuti vaksinasi, dan menggunakan aplikasi PeduliLindungi saat beraktivitas atau melakukan perjalanan. "Pastikan kita tetap produktif dan aman dari Covid-19 dalam menjalani kegiatan sehari-hari," ujarnya.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo menuturkan, pihaknya menerima laporan bahwa warga Jakarta mulai kesulitan mencari rumah sakit akibat merebaknya Covid-19 varian Omicron (bisnis.com, 28/1/2022). Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat yang terpapar Covid-19 varian Omicron tanpa gejala atau bergejala ringan, melakukan isolasi mandiri (isoman) dan memanfaatkan layanan telemedicine.
Hal ini karena berdasarkan data pada Rabu (26/1/2022), keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di sejumlah rumah sakit di Jakarta mencapai 45 persen. Sebagai informasi, untuk menghadapi lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron, pemerintah sudah menyiagakan 1.011 rumah sakit dan 82.168 tempat tidur untuk pasien Covid-19. Selain itu, pemerintah juga sudah menyiapkan jutaan stok obat-obatan untuk tiga bulan ke depan, diantaranya Oseltamivir sebanyak 13 juta kapsul, Favipiravir 91 juta tablet, Remdesivir 1,7 juta vial, Azithromycin 11 juta tablet, dan multivitamin 147 juta.
Cukupkah persiapan pemerintah dengan semua itu? Jika hanya mencukupkan pada penangan standar tentulah belum cukup. Terbukti hingga hari ini Covid-19 belum juga teratasi, malah terus bertambah setiap harinya. Makin mencekam, nyawa masyarakat terus melayang dan fokus pemerintah bukan pada Covid saja.
Ada banyak hal yang mengalihkan perhatian, misalnya rencana kepindahan IKN di Kalimantan, penetapan HET bagi minyak goreng, padahal barang langka di pasaran, dan masih banyak lagi yang menunjukkan berbagai kebijakan yang diklaim berpihak pada rakyat malah menjauhkan dan menciptakan persoalan baru.Â
Lantas seperti apa solusi yang berguna saat ini, saat semua orang telah kehilangan segalanya? Pekerjaan, harta, anggota keluarga dan bahkan dirinya sendiri meregang nyawa. Tak bisa dipungkiri, akar persoalan dari ini semua adalah tidak dijadikannya syariat sebagai hukum positif negeri ini. Mereka memenuhi kebutuhan menurut doktrin para oligarki yang jumlahnya hanya 1% dan mampu menguasai rakyat yang berjumlah 99%.Â
Ketika penguasa malah membuat hubungan travel buble dengan Singapura dan Jepang, orang asing dengan kebudayaan asing masuk melenggang tanpa keahlian tertentu. Hai dunia! Bangunlah! Sampai kapanpun jika kebijakan yang berbau bisnis dan memanfaatkan rakyat tak akan pernah bisa mengubah keadaan.Â
Lebih parah lagi, proses perubahan dan kebangkitan kaum Muslim dibelokkan dengan isu radikalisme dan teroris yang jelas-jelas mengarah kepada Islamophobia. Keduanya hanyalah proyek abal-abal negara kafir yang justru mengkendaki kehancuran Islam. Sesuatu yang menimbulkan kerusuhan justru dipelihara, yang halal diharamkan begitu sebaliknya.Â
Islam sajalah yang mampu menangani ledakan Covid kesekian kalinya dengan syariatnya. Sebagaimana Umar bin Khatab yang melakukan Lockdown dan mengisolasi antara warga yang sakit dengan yang sehat agar mereka tak bertemu dan virus tak bermigrasi. Bahkan bermutasi menjadi varian baru.Â