Kalau ada yang bilang setelah mati selesai urusan, tentulah salah. Sebab urusan di Duni memang si mayit tak akan dilibatkan. Namun diakhirat, ia bersama mayit lain menunggu di alam barzah, kedatangan hari akhir, yang meluluhlantakkan apa yang ada di dunia ini dan meninggalkan Allah SWT saja sebagai ahli warisnya.Â
Allah SWT berfirman yang artinya: "Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang Kiamat, "Kapan terjadi?" Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi, tidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba." Mereka bertanya kepadamu seakan-akan engkau mengetahuinya. Katakanlah (Muhammad), "Sesungguhnya pengetahuan tentang (hari Kiamat) ada pada Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS Al A'raf: 187).Â
Sebagai orang beriman, tentulah akan mempersiapkan masa depannya, kematian, dengan sebaik mungkin. Namun kebanyakan mereka ingin mati secara Islam, diurus dan dikubur dengan cara Islam, mereka lupa ketika di dunia seharusnya mereka lebih getol mempersiapkan bekal. Sejatinya kematian bukan akhir segalanya, namun justru menjadi pintu gerbang penentu kehidupan abadi. Di surga atau neraka.Â
Viral beberapa minggu ini salah seorang publik figur yang sakit parah kemudian mengumumkan surat wasiatnya jika meninggal dunia supaya dikuburkan sebagai wanita. Mengapa bunyi wasiat itu begitu? Sebab ia terlahir sebagai pria, yang kemudian mengganti kelaminnya menjadi wanita. Pro kontra terjadi, para ulama tentulah berada di pihak yang kontra, sebagai orang yang memegang keilmuan dalam agama yang mendalam, tentulah mereka paham bagaimana dampaknya jika wasiat itu dilaksanakan.Â
Jelas Islam akan hancur, dibinasakan oleh kaum kafir karena kelemahan penganutnya membela agamanya. Bagaimana mungkin mereka yang lebih ulama ( orang yang tahu dan berilmu) membiarkan seseorang yang telah berbuat keji pada dirinya sendiri, melawan kodrat bahkan menentang apa yang sudah ditakdirkan untuk dirinya melaksanakan keinginannya?
Dan, penguasa negeri ini tak bergeming, makin mengesahkan bahwa mereka tak peduli akidah terguncang akibat pembiaran syariat Islam dilecehkan dan dipermainkan seenaknya. Allah memiliki segalanya, poin inilah yang seharusnya terus disoundingkan kepada masyarakat.Â
Jika saja publik figur ini sadar dan faham kodratnya sebagai lelaki, tentulah ia sudah melakukan semua kewajibannya sebagai lelaki, bukan sebaliknya melaksanakan kewajiban perempuan. Tak ada yang mampu meluruskan, sepanjang hidupnya sudah melakukan kesia-siaan. Mungkin banyak amalnya, banyak sedekahnya, banyak bantuan sosialnya namun jika ia lakukan sebagai "wanita" yang jelas hal demikian diharamkan dalam agamanya.Â
Yang seharusnya ia menjadi pemimpin dalam keluarganya, menafkahi anak istri hanya karena rasa " salah raga" ia menikah dengan laki-laki, berharap menjadi seorang ibu dan memiliki anak. Catatan amal apa yang kelak tertulis di bukunya? Sepanjang usia hingga ia diberi sakit, bukankah semestinya itu bekal akhirat? Sungguh ironi, ketika mati ingin di urus dengan cara Islam, namun ketika masih sehat dan berjaya mengingkari karunia Allah.Â
Allah SWT berfirman, "Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!". (QS Al Baqarah: 197).
Sebaik-baiknya bekal akhirat adalah takwa. Artinya sikap menjauhi larangan dan menaati perintah semata-mata karena yakin Allah satu-satunya yang patut disembah adalah hal yang harus terus menerus dilakukan. Melakukan amal dengan selalu merasa diawasi Allah dan berharap Allah SWT rida dengan amalannya adalah juga hal yang harus selalu ia usahakan tentu tak bisa berjalan sendiri tanpa kawalan masyarakat yang peduli amar makruf nahi mungkar dan negara yang menjalankan fungsi riayah (pengurus).Â
Sekularisme menjadi pondasi tak akan menghasilkan manusia yang berkualitas, yaitu yang berkepribadian Islam, yang ikhlas akan kodratnya sebagai pria atau wanita. Yang memandang dunia bukan sebagai puncak kebahagiaannya melainkan hanya tempat mengumpulkan bekal akhirat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H