Secara pemahaman yang disebut sebagai penggembala adalah orang yang paling bertanggungjawab terhadap gembalaannya. Terkait makan, minum, tidur bahkan hingga kebutuhan menghasilkan keturunan. Maka bagaimana mungkin negara akan menghapus tenaga honorer hanya karena merusak penghitungan kebutuhan formasi aparatur sipil negara. Sungguh alasan yang diada-adakan demi sebuah tujuan tertentu yang negara itu sendiri belum siap menghadapinya. Transformasi teknologi.Â
Terutama dengan adanya pandemi, yang melumpuhkan seluruh sendi-sendi perekonomian, rakyat kian susah dengan beban biaya hidup yang tinggi, harga sembako melambung dan perusahaan banyak yang gulung tikar, pandeminya saja belum tuntas ditangani, pemerintah sudah alih haluan. Namun inilah fakta kejamnya sistem aturan dalam sistem kapitalis hari ini, ada negara tapi bukan periayah, ada kesempatan kerja tapi berbasis kompetensi dan usia. Sehingga pada akhirnya banyak yang terpental karena tidak bisa memenuhi kualifikasi.Â
Jikapun akan melaju pada basis digitalisasi bukankah itu juga membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni? Siapa yang akan mengisi itu jika hari ini rakyat susah mengakses pendidikan biaya mahal, ekonomi sulit, bahkan keamanan tak lagi bisa diandalkan. Kasus kriminal makin banyak, orang gelap mata membunuh, merampok, memerkosa dan lain sebagainya menjadi suguhan berita setiap hari, ya, mereka sakit, akibat tekanan hidup yang tak kunjung berhenti.Â
Bagaimana Islam menyelesaikan masalah kepegawaian? Tentulah adil dan sederhana, sebab konsep syariat Islam adalah maslahat bagi umat, negara hadir benar-benar sebagai penggembala, yang akan memenuhi kebutuhan rakyatnya dari mulai sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Semua diberikan secara gratis dan dengan kualitas terbaik.Â
Sebab bekerja adalah perkara akad antara pemberi kerja dan pencari kerja. Semua jenis pekerjaan akan didukung oleh negara sesuai dengan keahlian individu rakyat, dan semua itu tidak terpaku pada profesi ASN semata, bisa di bidang pertanian, pendidikan, nelayan, wiraswasta dan lainnya. Negara mendukung dalam artian yang sebenarnya, mulai dari modal, pelatihan, lowongan pekerjaan, hingga seluruh sarana prasarana yang dibutuhkan agar seseorang bisa mendapatkan nafkah.Â
Tidak ada penetapan upah, dan juga ASN tidak akan menjadi rujukan kesejahteraan. Sebab urusan sejahtera adalah jaminan full negara. Seorang pencari kerja tidak akan dibebani kesejahteraan pegawainya. Cukup fokus pada pengupahan secara makruf berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Seorang pencari kerja tidak akan dibebani dengan biaya-biaya sebagaimana hari ini mulai listrik, air, sekolah, keamanan, kesehatan, pajak dan lainnya. Sebab itu semua kewajiban negara. Darimana negara mendapatkan dana? Tentulah dari Baitul mal.Â
Ketika setiap orang dimudahkan dalam memenuhi nafkah bagi diri dan keluarganya, maka kesejahteraan akan terwujud secara alamiah. Islam sebagai agama secara sempurna layak menjadi sistem pengganti kapitalis demokrasi yang hari ini tegak berdiri namun tidak manusiawi. Tak ada kisah horor untuk para honorer, sebab honorer hanya istilah kapitalis. Islam samasekali tak mengenal istilah honorer.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H