Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Liberalisme Kian Subur, Tak Ada Kepastian Tolak Ukur

21 Januari 2022   12:13 Diperbarui: 21 Januari 2022   12:24 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang Youtuber bernama Olympus Stuff, secara tidak sengaja memergoki dua pemain di dalam game Roblox, yang akan melakukan adegan tidak senonoh. Ini terjadi di mode permainan bernama Brookhaven RP.

Mengapa bisa terjadi? Mengingat Roblox merupakan game yang ditujukan bagi pemain usia 7 tahun ke atas, yang mana belum menginjak remaja. Lalu penggunanya dapat memainkan seluruh mode permainan yang disuguhkan. Lantas, apa room Brookhaven RP itu? 

Room ini dikembangkan oleh developer dengan nickname Wolfpaq pada 21 April 2020. Ia sebenarnya telah menciptakan berbagai macam mode, seperti Criminal vs. Swat, Rokadia, Paint Ball, Mad Dreams, Iron Sights, Time Bandits dan paling laku Brookhaven RP.

Tercatat sebanyak lebih dari 200 ribu pemain sedang aktif memainkannya. Rating yang dimiliki pun cukup baik, menyentuh persentase hingga 86% dari 2,8 juta gamer yang memberikan penilaian.

Namun sayangnya, ada beberapa pengguna salah memakai kebebasan di dalam game. Seperti yang ditemukan oleh Stuff, dia malah menemukan pemain melakukan adegan dewasa dengan karakter game di Roblox (detikNews.com,13/1/2022).

Hal yang tidak mengherankan, di dunia nyata saja tindakan yang mengatasnamakan kebebasan ini tak tahu malu dan tak pandang bulu. 

Dunia digital seolah makin memberinya ruang bagi siapa saja yang memuja kebebasan tanpa batas. Tanpa aturan dari Tuhan, apalagi manusia lain. Asal suka sama suka beres!

Itulah mengapa, bisnis Metaverse yang menawarkan kemewahan dunia lain, yang serba virtual, dari mulai kegiatan normal rumahan, bisnis, traveling, shoping bahkan hingga menikah dan memiliki anak. 

Semua bisa di dapat, namun untuk berapa lama? Kemajuan teknologi memang tak bisa dihindari, ia akan terus berkembang seiring kebutuhan manusia akan kemudahan dan kepraktisan.

Bahayanya jika perkembangan itu diatas azas sekuler yang meniadakan pengaturan agama. Ujung-ujungnya jika bukan liberalis ya saling menzalimi. 

Manusia terkuat sajalah yang bertahan, padahal Allah menciptakan manusia itu terbatas dan membutuhkan yang lain. Allah menciptakan dunia untuk sebuah keseimbangan bukan mayoritas menguasai minoritas. 

Ide-ide tak masuk akal dari pengusung sekulerisme hanya akan mengantar dunia pada kehancuran, rusaknya tatanan sosial dan lain sebagainya. Sebab mereka hanya mempertaruhkan hawa nafsu, mengusung sesuatu yang virtual ke dalam dunia nyata. Padahal tidak semua orang bisa mengakses dan juga tidak setiap hal bisa dikerjakan secara virtual.

Untuk sarana dan prasaran pendidikan bisa jadi virtual amat dibutuhkan, misal untuk praktik kedokteran dan lainnya. Namun bagaimana dengan membina rumah tangga? Padahal keluarga adalah institusi masyarakat terkecil dalam sebuah negara, dimana didalamnya ada pendidikan dan teladan penerapan misi dan visi keluarga. 

Terlebih era Metaverse ini adalah era digital yang otak utamanya adalah para kapital, mereka tak peduli dampaknya pada masyarakat akankah baik atau buruk, selama yang mereka tawarkan ada manfaat materinya ya akan mereka perjuangkan, termasuk mereka yang ingin membina keluarga ala-ala, menikah dengan siapa saja bahkan memfasilitasi mereka yang ingin menikah sejenis, dengan hewan dan benda. 

Mengapa era digital ini begitu booming seolah-olah menawarkan kehidupan yang lebih baik? Alasan Mark Zuckerberg karena efek pandemi memberikan peluang yang lebih baik kepada pelaku bisnis melalui dunia digital, demikian pula pendapat owner Microsoft, Bill Gate. 

Dunia tahu, mereka siapa? Bagi mereka tak ada persoalan dana dan akses, namun pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat bukan hanya diukur dari situ?

Sekali lagi ini hanyalah pemikiran para kapitalis yang cenderung opportunity, mereka memelihara mongkey bisnis, yang hanya memanfaatkan keadaan untuk booming sesaat, jelas tak bisa diterima sebagai solusi bagi kesulitan manusia kebanyakan hari ini. 

Pandemi yang belum tertangani dengan sempurna, hingga memunculkan varian baru sudah menunjukkan komitmen mereka yang lemah terhadap kesejahteraan, sebab mereka sekali lagi melihat ada celah dibalik kesengsaraan efek wabah, dimana dunia farmasi dan kesehatan juga dikuasai oleh korporasi. Jelas, dunia Metaverse hanyalah pengalihan dari masalah yang sebenarnya dihadapi dunia, sistem kapitalis yang lemah telah menunjukkan ketidakmampuannya mengatasi persoalan. 

Saatnya beralih pada tata aturan baku yang diturunkan Allah SWT. Dimana kemajuan teknologi bukan digunakan untuk memperbudak manusia namun sebaliknya, untuk mempermudah manusia dalam beribadah kepada Allah SWT. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun