Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kalau Mau Masih Hidup...

20 Januari 2022   22:00 Diperbarui: 20 Januari 2022   22:38 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: desain pribadi/pixellab

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan menyampaikan hingga saat ini kasus virus varian Omicron terus bertambah dan mayoritas kasus atau yang terinfeksi virus ini berasal dari luar negeri. Ia mendapat laporan sebanyak 44% pelaku perjalanan luar negri terpapar virus varianOmicron.

Ia lantas mengimbau kepada masyarakat Indonesia untuk tidak berpergian ke luar negeri terlebih dahulu sekaligus tetap membatasi aktivitas di luar rumah. Presiden Joko Widodo juga telah memberi instruksi mengenai langkah dan upaya pemerintah Indonesia menghadapi virus varian Omicron atau pandemi Covid-19. 

"Jadi saya ingin imbau lagi apa yang disampaikan Presiden, upaya jangan keluar negeri dulu kalau tidak penting amat selama tiga minggu ke depan ini. Kalau masih mau hidup (silakan ikuti), kalau enggak mau hidup ya silakan langgar," tegas Luhut melalui keterangan persnya (kompas.com,19/1/2022).

Lisan kasar keluar seakan rakyat mbalelo, setaat-taatnya rakyat jika aturannya selalu berlawanan antara satu pejabat dengan pejabat yang lainnya apa bisa dikatakan kebijakan sudah berjalan maksimal? Hal ini tidak hanya berlaku untuk penanganan Covid, namun terhadap semua kebijakan, dilarang ke luar negeri tapi wisata dalam negeri digenjot bahkan memaksa menggunakan kebijakan Travel Buble dan lainnya. 

Belum lagi melancongnya anggota parlemen ke luar negeri untuk studi banding pun tak dilarang. Larangan impor untuk bahan kebutuhan pokok dan janji akan berdayakan petani dalam negeri, namun ternyata Memperindag sudah melakukan impor gula dan bawang putih dengan alasan menyeimbangkan harga dan stok pangan. 

Harga minyak goreng mahal tanpa ada upaya penyeimbangan yang nyata dari penguasa, jikapun ada terbatas dan rakyat masih harus berkerumun untuk mendapatkannya. Tak ada lagi prokes dan pembatasan jarak. Mengapa rakyat yang selalu dipersalahkan, padahal hidup enak yang dirasakan pejabat itu berasal dari keringat dan upaya keras rakyat?

Balasan untuk rakyat bukan hanya tidak ada pelayanan yang manusiawi dan sempurna, tapi naiknya tarif pajak, makin meluasnya obyek pajak, biaya kesehatan yang mahal, biaya sekolah mahal, kurikulum darurat yang penting terkoneksi dengan dunia kerja tapi nir pemikiran cemerlang, BBM mahal dan langka, harga bahan kebutuhan pokok mahal, impor terus digenjot sementara petani dibiarkan tanpa dukungan, utang ditambah tak cukup utang luar negri tapi juga menerbitkan Surat Utang Negara, proyek IKN digenjot padahal tak ada keuntungannya mau pamer kepada siapa sementara rakyat di negaranya sengsara?

Jika saja keimanan masih ada di dada para penguasa, tentu ia akan jatuh tersungkur karena sadar akan kelalaiannya. Perhitungan Allah tak lalai, terutama untuk penguasa yang senantiasa menipu dan menzalimi rakyatnya. Bagaimanapun para penguasa itu tak akan berdiri tegap memegang kekuasaan jika tanpa izin dari Yang Maha Kuasa. 

Persoalan pandemi berlarut-larut namun solusinya sengkarut marut. Apakah sepadan dengan apa yang sudah rakyat berikan? Salah satu menteri yang lain dengan blak-blakan mengatakan bahwa rakyat adalah beban bagi APBN, sekian triliun hanya dialokasikan untuk pembiayaan penanganan Covid-19, namun baru-baru ini ia mengatakan pendanaan itu dialihkan untuk IKN. Bukankah ini artinya nasib rakyat tidak ada apa-apanya di mata penguasa?

Seharusnya bukan lagi perpanjangan PPKM namun sudah mengadakan penelitian lebih serius terkait penyebaran virus, antisipasinya dan Lockdown yang berarti harus memberdayakan ahli di bidangnya. Dengan disanggah Baitul mal sebagai badan keuangannya. 

Wahai penguasa, cobalah bijak, menunduk barang sekejap, lihat rakyat yang berdarah-darah, bukan rakyat di rumahmu, atau dilingkungan partai dan komunitasmu, bukan pula kafir-kafir yang terus menyanjungmu agar pelan tapi lambat fokusmu pada dunia mereka bukan sebagai tameng atau wali atau perintah bagi rakyatmu. 

Rasulullah pernah berdoa demikian, "Ya Allah, siapa saja yang memimpin (mengurus) urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah dia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia". (HR. Muslim No 1828). Bagaimana jika ini menimpamu? Manusia mulia suri teladan seluruh umat manusia, adalah sebaik-baiknya pemimpin, lembut kepada rakyatnya dan tegas kepada kaum kafir. 

Apapun dilakukan untuk kemaslahatan rakyat, saat beliau tergesa-gesa masuk kamar salah satu istrinya karena teringat dengan emas lantakan yang belum dibagikan, ketika beliau keliling pasar dan mengecam pedagang yang mencampur kurma basah dan kering, yang menawarkan kepada siapa saja yang berutang untuk datang kepada beliau, yang menjadikan dokter hadiah raja Persia sebagai dokternya rakyat. Mengganti tebusan bagi tawanan perang Badar dengan mengajari anak-anak di Madinah belajar menulis dan membaca. 

Semua fokus pada kebutuhan rakyat, hingga Khulafaur Rasyidin dan khalifah-khalifah selanjutnya tetap fokus pada urusan rakyat, sebab mereka sadar konsekwensi keimanan yang harus mereka pertanggungjawaban di akhirat kelak. 

Bandingkan dengan hari ini, kebijakan yang tumpang tindih, jiwa melayaninya tergantikan oleh jiwa pebisnis, tak mau rugi, untuk urusan rakyat tetap saja dikenai tarif, akankah kita tak ada perubahan? Perubahan bisa dimulai dari kesadaran bahwa aturan hari inilah yang membuat penguasa tidak manusiawi, berkali-kali rakyat hanya menjadi tumbal. 

Dan menggantinya dengan pemikiran Islam shahih, terlebih negara ini mayoritas penduduknya beragama Islam. Bukankah hal yang aneh jika ternyata faktanya banyak pula Muslim yang tidak punya gambaran mulianya hidup dalam naungan Syariah Islam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun