Giliran wilayah yang yang hanya memiliki gedung sekolah bobrok, bahkan negeripun tak ada harus puas dengan keadaan itu. Wajar jika kemudian muncul aksi suap, bayar bangku dan lainnya. Karena siapa orangtua yang mau anaknya sekolah dengan kualitas seadanya? Bahkan tak layak?
Kemudian diklaim bahwa ada jalur khusus bagi mereka yang tak mampu dengan mengajukan surat tak mampu, nyatanya yang bisa memanfaatkan itu adalah mereka yang punya koneksi dengan penguasa, baik kepala desa atau camat. Sehingga yang benar-benar berhak tak bisa memanfaatkan. Artinya kebijakan ini gagal, karena kurang berperannya negara dalam menjamin terlaksananya kewajiban belajar ini individu per individu.
Terlebih pada poin terakhir yang disetujui oleh DPR bahwa kebijakan ini pilihan, kesannya tidak ada paksaan. Baiklah itu? Tentu tidak! Sebab UUD 1945 jelas-jelas menyebutkan jaminan pendidikan diselenggarakan oleh negara, maka jika ada kebijakan apapun bukan jadi pilihan, melainkan terapkan secara maksimal, merata dan adil.
Pendidikan adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat yang harus dipenuhi negara, sebab, dari pendidikan inilah akan teroutput generasi berkualitas, bertakwa dan penerus peradaban mulia. Jika untuk mempersiapkannya lalai, akankah kita bisa berharap masa depan yang baik? Tentu tidak!
Rasulullah bersabda," "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari). Dengan pemimpin yang menerapkan syariat saja kita akan dapati sosok yang riil menjadi pelayan , pengurus dan penanggungjawab urusan rakyat. Tidak melayani kepentingan oligarki, investor ataupun pihak kafir barat. Sebab ia sadar, amanah jabatan yang ada padanya bukan permainan, namun wasilah ia akan berakhir di neraka atau surga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H