Viral video yang menunjukkan seorang pria bertopi hitam menendang seonggok sesajen di tepi sungai aliran lahar Semeru, Desa Supit Utang Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur. Sembari menendang dan membuang sesajen yang terletak tepat di sebelah sebuah stupa itu ia mengatakan sesajen inilah yang mengundang murka Tuhan.
Bupati Lumajang segera memerintahkan aparatnya untuk mencari siapa pria tersebut. Pertanyaannya apakah yang dilakukan pria itu salah? Sudah seharusnya ia amar makruf nahi mungkar, sebagai Muslim jelas menjadi kewajibannya dimana pun berada. Mungkin caranya saja yang kurang ahsan atau familiar di lingkungan masyarakat kita.Â
Beberapa waktu lalu setiap Ramadan kita juga diingatkan ada satu kelompok yang rajin sweaping warung-warung yang tetap buka. Himbauan hormatilah mereka yang puasa sepertinya tak terlalu digubris di negeri ini, maka muncullah gerakan itu, bagian dari amar makruf nahi mungkar juga, sekali lagi masyarakat kita tak terbiasa dengan ketegasan itu sehingga sedikit gusar.Â
Padahal di sisi lain, kelompok itu setiap kali terjadi bencana alam selalu berada di garda terdepan. Namun bak debu terhapus hujan meskipun hanya sekali dan sebentar. Yang tampak adalah keburukannya. Bisa jadi, apa yang dilakukan pria penendang sesajen itu akan berujung pada buruknya Islam. Mereka yang munafik atau sekadar ikut-ikutan tanpa paham konteks aslinya akan menggiring opini yang makin memojokkan Islam.Â
Kitalah yang semestinya harus muhasabah. Mengapa kita yang mengaku Muslim tak bergerak untuk memusnahkan berbagai kesyirikan itu? Bukankah keimanan seharusnya bergandeng erat dengan amal shalih? Rasulullah mengajarkan kepada kita agar selalu mengubah kemungkaran atau kebatilan yang kita temui dengan apa yang kita mampu.Â
'Jika di antara kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu, dan jika kamu tidak cukup kuat untuk melakukannya, maka gunakanlah lisan, namun jika kamu masih tidak cukup kuat, maka ingkarilah dengan hatimu karena itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR Muslim).
Negeri ini memang sedang krisis akidah. Marah dan sukanya pada sesuatu beragam, padahal semestinya satu. Semisal tentang pemikiran, pemahaman atau ide yang menyesatkan dan mengguncang akidah, yang berbau klenik, seperti penyuka arwah yang dimasukkan ke dalam boneka, ramalan masa depan, hingga sesajen seperti video yang sedang viral tersebut.Â
Faktanya memang masih membudaya di berbagai wilayah negeri ini dengan apa yang mereka sebut kearifan budaya lokal. Padahal jelas-jelas mereka mempraktikkan mengundang setan sekaligus bersekutu dalam bentuk tari-tarian, solusi berupa ramalan, Larung sesajen, memandikan gaman (senjata), penamaan benda dengan kyai atau nyai seolah mereka punya kekuatan dan lain sebagainya.Â
Semakin klenik semakin dikapitalisasi, dengan menjadikannya sebagai salah satu daya tarik wisata. Ada kampung sintren, kota santet, kampung debus, kota paranormal dan lain sebagainya. Tak peduli lagi maknanya apa. Bahkan makanan supaya viral dilabeli rawon setan, mie setan dan lain sebagainya.Â
Meski penamaan tempat dan makanan hanya untuk sensasi menarik pelanggan, namun menunjukkan kecenderungan orang kini dengan yang berbau setan, klenik dan bukannya yang baik, sehingga juga menciptakan suasana kebaikan. Memang memrihatinkan, bagian dari kemunduran kaum Muslimin yang sangat, sebab gambaran Islam yang penuh kebaikan dan kemuliaan telah hilang ratusan tahun yang lalu.Â
Saat dimana Islam memimpin, segala kebaikan terpancar dari setiap sudut, sebab suasana yang dimunculkan adalah keimanan. Bahwa setiap aktifitas bernilai ibadah dan akan dimintai pertanggungjawaban. Rasul sangat melarang setiap kegiatan yang bernafaskan klenik, ramalan, sihir dan sebagainya. Sebab, jelas kegiatan tersebut menduakan Allah dan bersekutu dengan setan baik secara dhahir maupun batin.Â
Rasul tegas menolak utusan dari Thaif yang meminta diberi tangguh dua tahun untuk sesembahan mereka tetap dibiarkan, sebagai syarat mereka akan masuk Islam. Seharipun tak ada waktu bagi kesyirikan. Pilihannya hanya Islam atau kafir. Begitu pula saat fathuh Mekah ( pembebasan Mekah) pada tahun ke-8 hijrah, Rasul langsung memerintahkan Khalid bin Walid untuk membersihkan seluruh patung dan benda-benda klenik di dalam Ka'bah yang saat itu berjumlah 360 buah.Â
Setelahnya juga Rasulullah memerintahkan setiap penduduk Makkah untuk menghancurkan patung dan berhala yang mereka miliki. Demikianlah, tak ada kelonggaran di ranah umum bagi kemusyirkan. Seorang kepala negara harus tegas dalam hal ini, kecuali jika patung-patung di sembah dalam komunitas mereka sendiri, bukan disyiarkan. Hal yang demikian terus berlanjut dilaksanakan oleh para pemimpin sesudah Rasulullah, sebab penjagaan akidah umat adalah bagian dari kewajiban pemimpin.Â
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar". (QS An Nisa:48).Â
Inilah alasan terkuat, sebab syirik dosa yang tak terampuni, artinya amar makruf nahi mungkar untuk menghilangkan kesyirikan itu wajib. Jika hari ini dari sisi penguasa belum, maka harus ada yang memulai. Semua agar kita selamat dunia akhirat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H