Saat dimana Islam memimpin, segala kebaikan terpancar dari setiap sudut, sebab suasana yang dimunculkan adalah keimanan. Bahwa setiap aktifitas bernilai ibadah dan akan dimintai pertanggungjawaban. Rasul sangat melarang setiap kegiatan yang bernafaskan klenik, ramalan, sihir dan sebagainya. Sebab, jelas kegiatan tersebut menduakan Allah dan bersekutu dengan setan baik secara dhahir maupun batin.Â
Rasul tegas menolak utusan dari Thaif yang meminta diberi tangguh dua tahun untuk sesembahan mereka tetap dibiarkan, sebagai syarat mereka akan masuk Islam. Seharipun tak ada waktu bagi kesyirikan. Pilihannya hanya Islam atau kafir. Begitu pula saat fathuh Mekah ( pembebasan Mekah) pada tahun ke-8 hijrah, Rasul langsung memerintahkan Khalid bin Walid untuk membersihkan seluruh patung dan benda-benda klenik di dalam Ka'bah yang saat itu berjumlah 360 buah.Â
Setelahnya juga Rasulullah memerintahkan setiap penduduk Makkah untuk menghancurkan patung dan berhala yang mereka miliki. Demikianlah, tak ada kelonggaran di ranah umum bagi kemusyirkan. Seorang kepala negara harus tegas dalam hal ini, kecuali jika patung-patung di sembah dalam komunitas mereka sendiri, bukan disyiarkan. Hal yang demikian terus berlanjut dilaksanakan oleh para pemimpin sesudah Rasulullah, sebab penjagaan akidah umat adalah bagian dari kewajiban pemimpin.Â
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar". (QS An Nisa:48).Â
Inilah alasan terkuat, sebab syirik dosa yang tak terampuni, artinya amar makruf nahi mungkar untuk menghilangkan kesyirikan itu wajib. Jika hari ini dari sisi penguasa belum, maka harus ada yang memulai. Semua agar kita selamat dunia akhirat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H