Seorang ibu dengan nada memelas meminta satu lagi kesempatan boleh berutang,"Tolonglah bu, ini listrik saya sudah diputus PLN, bagaimana anak saya belajar?" Si ibu yang dimintai tolong diam seribu bahasa. Dalam hati sebetulnya merasa iba, ia bisa membayangkan bagaimana rasanya hidup tanpa listrik.Â
Namun utang si Fulana ini sudah melebihi kemampuan bayarnya, bukan menafikan rezeki berasal dari Allah SWT, tapi dengan keadaan suaminya yang tak punya penghasilan tetap lagi sejak work from home (WFH) dan utang yang terlanjur kemana-mana, pastilah bebannya akan bertambah berat.Â
Dengan penghasilan tak tentu bagaimana ia akan membayar utang, sehingga si ibu ini tak mengabulkan keinginan Fulana. Kasus ini tentu tak bisa dianalogikan dengan apa yang menjadi optimisme Menteri Keuangan Kita, Ibu Sri Mulyani. Jika si Fulana ini berutang karena memang akses ekonominya terbatas, ia hanya individu rakyat biasa yang hidup di negara kapitalis. Dimana negara sedikit sekali perannya. Bahkan praktiknya negara bukan melayani, melainkan regulator kebijakan semata.Â
Sedangkan yang dibicarakan Menkeu adalah negara, yang punya kekuasaan dan semua fasilitas untuk mewujudkan negara maju dan mandiri, tidak tergantung utang kepada negara lain.Â
Senyatanya suami si Fulana bukan pegawai negara, dan setelah WFH kerjanya hanya sekali-dua dalam seminggu. Padahal harus tetap bayar SPP, BPJS, Pajak motor, tanah, rumah, listrik, air, parkir di ruang-ruang umum, musti bayar tol jika hendak mudik dengan bus yang ia tumpangi dan lain sebagainya.Â
Belum dengan biaya kebutuhan pokok, minyak, telur, gula, beras dan segala naik. Harga menjelang akhir tahun hingga sepekan setelahnya masih juga belum normal. Banyak yang memprediksi keadaan ini akan berlangsung hingga perayaan Imlek.Â
Pemerintah mengungkapkan, hingga akhir November 2021 utang pemerintah mencapai Rp 6.713,24 triliun atau setara 39,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis, pemerintah mampu membayar utang tersebut. Bagaimana cara pemerintah membayarnya?
"Kalau belanja bagus, jadi infrastruktur bagus, SDM berkualitas buat Indonesia, ekonomi tumbuh pasti bisa bayar lagi utangnya. Termasuk SBSN pasti kita bisa bayar Insya Allah kembali dengan aman," ujarnya.Â
Sri Mulyani menjelaskan lagi, pemerintah mengambil utang karena memang Indonesia membutuhkannya untuk membangun fasilitas yang dinikmati rakyat, memberikan bantuan sosial, subsidi, hingga membayar gaji pegawai negeri. Sehingga, ia pun meminta masyarakat tidak hanya melihat dari nominal utangnya saja, tapi juga perlu dilihat secara rinci penggunaan utang tersebut. Masyarakat hanya baca utang negara sudah Rp6.000 T apakah sudah aman? Padahal tidak pernah lihat neraca seluruhnya.Â
Dan karena selama pandemi ini, pendapatan negara anjlok, sedangkan belanja harus terus dilakukan bahkan diperbesar nilainya. Sebab, pemerintah juga menaikkan anggaran untuk belanja kesehatan, bantuan sosial, juga tunjangan untuk pegawai negeri dan TNI/Polri.