Bisa terbayang betapa cantiknya boneka itu, bisa jadi bak gadis India yang terkenal cantik dan bermata lebar. Dengan rambut ikal dan pakaian sari yang membalut badannya. Dan kini soal persoalan boneka sedang viral dan menyita perhatian banyak orang.Â
Bukan karena boneka itu datang dari India dan bukan pula hadiah ulangtahun seorang gadis. Melainkan spirit doll yang di"pelihara" bak seorang bayi oleh beberapa publik figur. Setelahnya bak virus, sebaran latahnya cepat sekali, sekali dua mereka diberitakan, ternyata jumlahnya semakin banyak, pun koleksinya ada yang sudah ratusan.Â
Ada pula yang berprofesi sebagai ibu yang memelihara dan mencarikan bagi sang boneka adopter. Beda boneka beda karakter sekaligus beda arwah yang masuk di dalamnya. Mereka meyakinkan bahwa arwah yang dimasukkan ke dalam boneka bukan untuk pesugihan, namun wajib diberlakukan sebagaimana perlakuan kepada bayi.Â
Lantas apa tanggapan Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal fenomena ini? Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Muhammad Cholil Nafis menyebut tidak boleh memelihara makhluk halus. "Punya boneka mainan itu boleh, tapi kalau itu diisi atau dipersepsikan tempat arwah hukumnya tidak boleh memelihara makhluk halus. Kalau disembah musyrik tapi kalau berteman saja berarti berteman dengan jin," katanya.Â
Cholil menyarankan umat Islam tidak terjebak hal mistis dan menuhankan selain Allah SWT. "Baiknya uang yang dimiliki disumbangkan kepada anak yatim dan duafa dari pada memelihara boneka yang mistis itu," ucapnya lagi.Â
Bagaimana pula pendapat Sosiolog? Sigit Rohadi, sosiolog dari Universitas Nasional, Sigit Rohadi, mengatakan bahwa fenomena ini merupakan cerminan masyarakat yang kesepian. "Meskipun tinggal di kota yang hiruk pikuk, masyarakat kota yang memelihara boneka dan memperlakukannya seperti manusia, mencerminkan masyarakat yang kesepian (kesepian dalam keramaian).Â
Gejala ini juga menunjukkan warga yang kian individualis. Peran media sosial menyumbang besar dalam pembentukan individualitas dan kesepian ini," kata Rohadi kepada wartawan, Senin (3/1/2021).
Menurutnya, selama ini orang-orang sibuk di dunia maya, namun interaksinya di dunia nyata justru kering. Hal ini ditambah dengan pembatas fisik yang sukar dikontrol tetangga.Â
Lagi-lagi kambing hitamnya adalah teknologi, benarkah demikian? Bukankah sains dan teknologi adalah bagian dari kecerdasan akal yang sudah dikaruniakan Allah SWT? Mungkinkah membawa dampak buruk?
Islam tidak melarang umatnya menciptakan teknologi dan memanfaatkannya, sebab teknologi hadir memang tak membawa nilai apapun kecuali universal, terlebih jika keberadaannya untuk memudahkan manusia memenuhi kebutuhannya dan sekaligus mendekatkan dirinya kepada Allah sebagai hambaNya dan ahli ibadah.Â
Maka kuncinya penggunaan teknologi harus didasarkan pada akidah yang benar, yang tidak menjadikan tuhan kedua selain Allah. Namun hal itu sulit terwujud dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya diterapkan aturan kapitalisme liberalisme, dimana landasannya adalah sekuler, memisahkan agama dari kehidupan.Â