Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Siapkah Tatap Muka?

18 Juni 2021   22:45 Diperbarui: 18 Juni 2021   22:54 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana sekolah tatap muka semakin menguar ke udara, ibarat bakar ikan aroma lezatnya sudah tak terbendung, asap mengepul memutihkan seluruh ruangan. Para ibu yang gemes setiap kali melihat anaknya sekolah daring merasa sebentar lagi bakal bisa bernafas lega, tak pusing , tak darah tinggi karena terus besitegang dengan anak yang makin jauh dari adab. 

Pemikiran sekolah adalah tempatnya merubah perilaku anak menjadi lebih baik sepertinya belum memudar dari benak para orangtua, namun apalah daya, Covid-19 bahkan varian barunya ikutan berfluktuasi memaksa sekolah harus didepan gadged atau laptop dengan seragam setengah badan. Bahkan kadang hingga tertidur menunggu guru atau gara-gara gangguan sinyal terlempar berkali-kali dari forum. 

Bagi guru pun tak kalah riweuh, menyiapkan modul yang biasanya cukup pelajari buku paket besok tinggal berdiri di kelas kemudian mengajar. Modul berupa PPT, Vidoe goggle spreed dan lainnya jadi makanan sehari-hari, terbayang jalan bak hutan rimba bagi guru senior yang dua tiga tahun lagi pensiun. Belum lagi jika sudah on camera ,semua kamera muridnya berwarna hitam, atau malah foto oppa Korea idola. Alasan klise video atau suara tak stabil maka izin matikan kamera.

Dua tahun pembelajaran daring wajar saja jika mendatangkan boring. Semua karena pendidikan di negeri ini memang butuh di rombak total, mindset pendidikan untuk menciptakan nilai baik, output siap kerja atau bisa terus berada di sekolah favorit yang seharusnya dibuang jauh, meski tak salah namun termasuk racun yang kemudian menghapus nilai pendidikan yang seharusnya. 

Maka wajar yang kedua adalah keadaan cheos setiap harinya, nilai anak-anak bagus karena mereka canggih browsing dan cerdas menemukan link yang tepat sebagai jawaban. Sekolah tak sekadar itu, baik definisi UUD 1945 yang menjadi dasar perundang-undangan di negara ini, terlebih jika kita bertanya bagaimana pendidikan dalam Islam, agama mayoritas di Indonesia. 

Ayat ke-3 dalam pasal 31 UUD 1945 berbunyi:

"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang". Sangatlah jelas, sistem pendidikan yang diusahakan pemerintah adalah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta aklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Namun, bagaimana bila ada seorang profesor yang mengatakan bahwa perguruan tinggi tak perlu banyak belajar akidah? Lantas, jika satu SMAN muridnya dilarang memilih antara mengenakan jilbab atau tidak, lantas dalam peta jalan pendidikan terbaru, frasa agama di hapus. Yang terakhir, saat penulis mengambil rapor hari ini, bahwa semester depan tak ada lagi pelajaran sejarah bagi jurusan MIPA dan Biologi. Sedang IPS akan tetap ada. Alasannya hanya karena titik target pembelajaran kedua jurusan selain IPS tidak ada yang mengarah kepada sejarah, dan tak akan digunakan meskipun mereka kelak terjun di masyarakat. 

Lantas, bagaimana keimanan bisa diperkuat apalagi ketakwaan? Sebab iman kadang menguat karena berasal dari berita sejarah yang didengar dan dipahami. Bagi seorang Muslim, bagaimana perjuangan Rasulullah dan para sahabat meninggikan kalimat Allah sungguh bukan semata sejarah yang harus diketahui. Namun ada politik yang diajarkan Allah kepada Rasul-nya, para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Jika sejarah dihapus maka akanlah kabur tsaqofah, fikih , hadist bahkan shiroh penguat syaksiyah seorang muslim, naudzubillah..

Butuh revolusi mental yang sebenarnya, yaitu kembali kepada pemahaman Islam ketika mewajibkan pemeluknya untuk cerdas dan berpendidikan. Pertama agar tahu kewajiban dan haknya ketika menjalani hubungan dengan Allah, dirinya sendiri dan manusia lainnya. Kedua adalah agar kehidupan ini tertata tak sekadar sebagai pemenuhan nafsu semata, namun juga menjadi lahan mengumpulkan bekal menuju kehidupan akhirat yang lebih kekal. Sehingga setiap pendidikan dalam Islam akan selalu melahirkan generasi yang beriman, bertakwa, tangguh dan bervisi akhirat. 

Siapkah jika hanya tatap muka tanpa ada perubahan revolusioner ini? Wallahu a' lam bish showab. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun