Sebab dalam Islam, penjaminan seseorang bisa bekerja dan menafkahi keluarganya itu dibebankan kepada negara orang perorang. Hingga mereka bisa memenuhi kebutuhan keluarganya dengan layak, bisa berupa modal, pendidikan ketrampilan dan lainnya. Hal ini masuk dalam mekanisme langsung negara dalam mengurangi pengangguran, pelonjakan harga dan yang lainnya.
Keenam, edukasi negara kepada rakyatnya bahwa segala sesuatu yang bertentangan dengan syariat tak akan membawa kepada kebahagiaan apalagi kesejahteraan. Kenaikan harga yang terus berulang itu adalah bagian dari pengabaian negara dalam mengurusi rakyatnya. Terlebih ini bukan Ramadan, bulan dengan penuh keberkahan, pahala dan ampunan. Maka semestinya pemerintah mendorong rakyatnya untuk beribadah dengan tenang. Sebagaimana kaedah fikih" ma laa yatimu wajibu Illa bihi fahuwa wajibun" yang artinya seandainya suatu kewajiban itu tak bisa terlaksana karena ketiadaan sesuatu maka sesuatu itu menjadi wajib.Â
Ketenangan ibadah tak bisa diraih jika konsentrasi rakyat beralih pada pemenuhan kebutuhan pokok yang meroket, maka menjadikannya stabil hingga ke akar itu menjadi wajib. "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari). Inilah dalil yang menguatkan fungsi seorang pemimpin bagi rakyatnya. Wallahu a'lam bish showab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H