Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Belajar sepanjang hayat. Kesempurnaan hanya milik Allah swt

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Stres Berat Berbuntut Penghilangan Nyawa, Sakit!

25 Februari 2021   16:34 Diperbarui: 25 Februari 2021   16:48 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Membaca berita kriminal dari ke hari selalu buat geleng kepala, masalahnya sepele, tapi mengapa selalu berakhir dengan penghilangan nyawa? Padahal kematian hak preogatif Allah, namun manusia memandang remeh pemutus kenikmatan dunia itu (kematian).Dilansir dari Lintasjatim.com, 23 Februari 2021, Seorang Ayah tega memukul anak tirinya mengaku banyak pikiran. Semua itu Ia lakukan karena stres dikurung oleh Istri di kamar. Dalam pengakuannya, NI (26) mengaku dikurung istri gara-gara tidak bekerja, banyak pikiran hingga khilaf dan melakukan penganiayaan.

Pengakuan NI lainnya mengaku kerap kesal pada anak tirinya yang sering meminta mainan. Ia juga mengakui sudah lima kali melakukan aksi kekerasan terhadap korban. Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Oki Ahadian mengatakan, NI merupakan pelaku kekerasan terhadap anak balita yang beberapa waktu viral di media sosial.

NI terancam dijerat pasal 80 UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Hal ini karena ia tak hanya sekali melakukan kekerasan pada anak. Bahkan pernah menjadi buron dengan kasus yang sama.

Mengapa bisa setega itu, melakukan penganiayaan kepada anak,meskipun bukan ayah kandung, tapi superior yang ia tunjukkan sungguh tak adil. Jelas bukan hanya stres penyebabnya. Namun lebih kepada sakit mental, kepribadiannya labil sehingga ia tak bisa mengendalikan emosi.

Hal ini bisa didapat dari tekanan yang terus menerus ia alami. Hal ini juga terjadi pada para artis atau publik figur di dunia ini. Ketika ketenaran mereka dapatkan, harta, ketenaran berikut komunitas yang memujanya bukan malah puas malah tertekan. Beda keadaan, sang artis tekanan hedonis, sedang NI tekanan kemiskinan.

Jurang antara si kaya dan miskin memang sangatlah dalam, hampir-hampir tak bisa dimasukkan nalar, satu orang bisa makan terbuat dari butiran emas, sementara yang lain justru makan terbalut butiran debu dan dikerubuti lalat. Satu sisi tidur malamnya nyenyak di atas kasur buatan terkini rekomendasi ahli kesehatan dunia, sedang di sisi lain, tidur di atas lantai dingin, beralas koran yang berisi berita si kaya.

Sebuah lembaga survey, AIA melakukan Healthy Index Survey pada tahun 2016 dan mendapat hasil sekitar 54 persen penyebab stres penduduk Indonesia adalah masalah finansial (kumparan.com, 28/8/2018) . Selain itu ada beberapa pengaruh dari beban kerja, akan menjalani wawancara pekerjaan, tak kunjung hamil ketika sudah cukup lama menikah,khawatir tidak mampu merawat anak, bertengkar dengan pasangan, hubungan yang tidak baik dengan atasan dan menjadi korban pelecehan.

Hal ini semakin buruk ketika negara tidak mengampu agama menjadi sistem aturannya alias sekular. Hukum-hukum untuk memberi sanksi kepada pelaku kejahatan bukan dari syariat, sehingga tidak menciptakan keadilan dan kepuasaan. Begitupun hukum-hukum yang berfungsi sebagai pencegahan agar angka kejahatan berkurang.

Terlebih ada teladan yang kurang ahsan dari para pejabat negeri ini dengan korupsi, kolusi, nepotisme, permainan hukum, suap, tebang pilih hukum dan obyek hukum dan yang lainnya semakin membuat rakyat yang dipimpinnya hilang kepercayaan. Padahal pemimpin adalah leader yang punya kewajiban memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang dia pimpin.

Bukti kerusakan masyarakat kini terpampang di depan mata, sebab hukum hanya berlaku di permukaan. Asas sekularnya tak dibuang. Maka yang ada kejahatan yang sama berulang tanpa pernah terselesaikan, bahkan mereka yang stres juga bertambah. Tak hanya orang dewasa, hari ini pelajar dan mahasiswa pun banyak yang terpapar depresi kemudian meningkat menjadi stres. Materi pembelajaran daring yang menjadi penyebabnya. Belum lagi dengan masalah kuota dan gadget. Sarana dan prasarana belum memadai, ada kesenjangan pula antara sekolah desa dengan kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun