Mohon tunggu...
Jelita Mawar Hapsari
Jelita Mawar Hapsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulllah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), program studi Jurnalistik. Aktif sebagai reporter dan penyiar di Radio Dakwah Komunikasi (RDK FM).

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Upaya Pelestarian Kesenian Ondel-ondel di Tangerang Selatan

23 Desember 2022   13:59 Diperbarui: 23 Desember 2022   14:05 1317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TANGERANG SELATAN - Siapa yang tak kenal ondel-ondel? Boneka raksasa khas Betawi dengan tinggi 2,5 meter yang menghiasi gedung-gedung dan kantor pemerintahan ibu kota. Tak hanya itu, sosok ondel-ondel pun biasanya turut hadir dalam pesta-pesta rakyat, hajatan masyarakat Betawi, hingga perayaan-perayaan besar seperti perayaan ulang tahun Kota Jakarta. Sebagai pertunjukan rakyat, ondel-ondel biasanya diiringi oleh tanjidor atau kelompok orkes kampung, yang terdiri dari beberapa alat music, seperti gendang tapak, gendang kempul, gong dan trompet, serta diiringi oleh pertunjukan pencak silat Betawi. Nama ondel-ondel lalu menjadi populer saat Benyamin Sueb menyanyikan lagu “Ondel-ondel” pada tahun 1970-an.

Sebagai salah satu budaya Indonesia yang harus dilestarikan, dua tahun belakangan banyak pengrajin dan pelestari ondel-ondel yang tutup akibat hantaman pandemi Covid-19, namun rintangan itu tidak menjadi penghalang bagi seorang Muhammad Pesten atau yang akrab dipanggil Jaka. Pria kelahiran Ciputat, 22 Desember 1980 merupakan satu dari sekian orang yang menekuni usaha kerajinan tangan ondel-ondel.

Pengrajin cinderamata khas Betawi asal Tangerang Selatan itu kini dibanjiri pesanan ondel-ondel tak hanya dari dalam negeri khususnya Jabodetabek, melainkan hingga ke mancanegara seperti Uni Emirat Arab dan negeri Sakura, Jepang. Pemasaran boneka raksasa khas Betawi itu pun beragam, tak hanya secara langsung di toko sederhananya yang dikenal dengan Toko Ondel-ondel Bang Jaka Juragan Pangsi, yang terletak di Jalan Ki Hajar Dewantara, Ciputat, Tangerang Selatan, tapi juga dipasarkan secara online untuk pemesanan luar kota dan luar negeri.

Jaka tak hanya menjajal ondel-ondel raksasa seperti yang sering kita lihat, namun juga miniatur ondel-ondel, peci, golok Betawi, hingga pakaian khas Betawi hasil jahitannya sendiri. Dengan berbagai macam bentuk dan ukuran ondel-ondel, Jaka menawarkan harga yang cukup ramah di kantong untuk sebuah kerajinan hasil buatan tangannya sendiri. Mulai dari satu pasang miniatur ondel-ondel mini seharga Rp30.000,00 dan ondel-ondel ukuran besar (2,5 meter) dijual dengan kisaran harga Rp3.500.000,00. Dalam kurun waktu sebulan, Jaka dapat memasarkan 10 kodi ke berbagai daerah hingga mancanegara.

“Kalau yang miniatur bambu harganya mulai dari Rp30.000,00 sampai Rp75.000,00. Biasanya itu yang beli anak-anak untuk mainan atau pajangan saja. Kalau yang besar biasanya untuk hajatan gitu atau pesanan pemerintahan harganya mulai dari Rp1.500.000,00 sampai Rp3.500.000,00. Alhamdulillah ada saja yang pesan,” ujar Jaka saat diwawancarai di toko ondel-ondelnya di Jalan Ki Hajar Dewantara, Ciputat, Tangerang Selatan, pada Senin (5/12).

Permintaan pesanan ondel-ondel akan melonjak tinggi di perayaan-perayaan besar, seperti perayaan hari ulang tahun Kota Jakarta, festival budaya dan hajatan Betawi. Atas lonjakan pesanan tersebut, Jaka biasanya dibantu oleh sejumlah rekannya untuk mengerjakan pesanan ondel-ondel tersebut.

“Pesanan bisa di atas 10 pasang kalau di hari-hari besar. Untuk pembuatannya sendiri kalau orangnya (Pembeli) minta buru-buru ya secepatnya dibuat bisa sehari jadi untuk ondel-ondel ukuran besar. Kalau yang kecil sama juga, sehari bisa jadi lebih dari enam buah lah,” terangnya.

Jaka berharap bisnis yang telah ia jalankan selama sembilan tahun ini tidak hanya menjadi mata pencahariannya semata. Namun juga dapat menjadi wadah untuk melestarikan budaya Betawi. “Impian saya, semoga ondel-ondel tidak terlupakan, dan generasi muda tetap melestarikan ondel-ondel,” ungkapnya.

Hanya saja, sebagai pengrajin yang menghargai karyanya, Jaka mengaku tak menjual ondel-ondel untuk digunakan mengamen di jalanan. Sejalan dengan itu, seorang mahasiswa berdarah Betawi asli, Asti Anindya mengungkapkan hal yang sama dengan Jaka. Menurutnya, ondel-ondel punya tempat tersendiri, dan harus dilestarikan termasuk dengan penggunaan dan peruntukannya yang tepat.

“Ondel-ondel sebagai ikon budaya Betawi tidak seharusnya dijadikan sebagai objek mata pencaharian dengan mengamen. Masih banyak cara lain yang lebih baik untuk mendapatkan uang dari ondel-ondel, seperti pameran ondel-ondel, festival kebudayaan Betawi, dan lain-lain,” Kata Asti saat diwawancarai di Jalan Ki Hajar Dewantara, Ciputat.

Dirinya turut menambahkan, tanpa mengurangi nilai-nilai kebudayaan dari ondel-ondel dengan mengamen di jalanan, cara-cara yang ia sebutkan dapat menjadi cara yang elegan dalam melestarikan serta mengenalkan ondel-ondel ke masyarakat dengan menempatkan boneka raksasa khas Betawi itu pada nilai yang semestinya.

Foto Ondel-ondel. Sumber: Kompas.com
Foto Ondel-ondel. Sumber: Kompas.com

Jelita Mawar Hapsari, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), semester 3.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun