Mohon tunggu...
Jelita Simorangkir
Jelita Simorangkir Mohon Tunggu... Lainnya - _55521110030_ Mahasiswa Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana, Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak

Learning is a never ending journey

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K6_ Paradoks Sistem Selft Assessment: Reformasi Perpajakan Self Assessment System Pemicu Sengketa Pajak

16 April 2022   22:02 Diperbarui: 16 April 2022   22:04 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sistem perpajakan di Indonesia mengalami perubahan pada tahun 1983 dan berubah menjadi self assessment system. 

Self assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang, kepercayaan, dan kewajiban  kepada warga negara dalam hal ini wajib pajak untuk menghitung, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar sesuai dengan peraturan undang-undang perpajakan yang berlaku. Kapasitas petugas pajak hanya  mengawasi dan memeriksa apa yang telah disetorkan dan dilaporkan oleh wajib pajak tersebut.

Namun karena wajib pajak diberi kemampuan untuk menghitung sendiri pajaknya, terkadang muncul godaan untuk berbuat tidak jujur. Mungkin saja penghasilan yang dilaporkan dibuat lebih kecil sehingga pajak yang harus dibayar lebih kecil pula.

Meskipun godaan untuk berbuat curang terkadang muncul, harus diingat bahwa ada petugas pajak yang mengawasi dan mengevaluasi kembali apa yang sudah dihitung dan dilaporkan oleh wajib pajak. Selanjutnya jumlah pajak yang dihitung dan dilaporkan tersebut harus dipertanggung jawabkan setidaknya sampai 5 tahun ke depan. Dengan demikian, akan ada sanksi/denda/hukuman jika ditemukan ketidakbenaran atas pajak yang dihitung dan dilaporkan tersebut.

Perubahan sistem pemungutan pajak yang awalnya menggunakan Official Assessment System dan diubah menjadi Self Assessment System dapat memicu terjadinya sengketa pajak.

Perubahan ini menyebabkan fiskus/otoritas pajak melakukan pemeriksaan dan verifikasi terhadap jumlah pajak yang ditetapkan wajib pajak yang kemudian berujung pada terbitnya Surat Ketetapan Pajak (SKP) / Surat Tagihan Pajak (STP).

Dengan terbitnya SKP dan STP, sering kali akan memicu terjadinya sengketa pajak. Hal ini karena adanya perbedaan pendapat antara wajib pajak dengan petugas pajak terkait besaran nilai yang tercantum dalam SKP tersebut.

Menurut Saidi (2013:29), sengketa pajak adalah perselisihan yang terjadi antara pembayar pajak, pemotong pajak/pemungut pajak dengan pejabat pajak. Munculnya suatu sengketa pajak itu disebabkan oleh dua hal yang sangat prinsip yaitu,

1. Tidak melakukan tindakan hukum sebagaimana yang diatur dalam kaidah hukum. Contohnya, tidak menyampaikan surat pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.

2. Melakukan tindakan hukum tetapi tidak sesuai dengan kaidah hukum pajak yang ditetapkan. Contohnya, tidak menyetor jumlah pajak yang dipotong/ dipungut ke kas negara.

Adanya kontras dalam keyakinan atau persepsi antara Fiskus dalam hal ini Otoritas Pajak dan Wajib Pajak, serta adanya kontras dalam kepentingan atau tujuan yang bersebrangan menjadi bagian atau pemicu munculnya sengketa perpajakan, dan hal ini tidak akan pernah berakhir karena pemerintah tidak akan pernah bisa memuaskan seluruh wajib pajak begitu juga sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun