Mohon tunggu...
Jelita Srinita
Jelita Srinita Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Mengerjakan tugas

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perjuangan Slamet Riyadi

10 November 2021   13:07 Diperbarui: 10 November 2021   13:09 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Di bawah teriknya matahari disiang hari ini, tiada setitik awan pun dilangit. Angin yang berhembus dan dedaunan pohon yang melambai -- lambai membuat hari ini yang tampak damai. Matahari akan segera tenggelam bersamaan dengan terbitnya bulan. Dengan cepat ia naik menggatikannya dengan kegelapan di malam yang sunyi sepi. Cahaya langit biru akan tergantikan dengan langit yang gelap dan bertaburan jutaan bintang yang indah.

Pada tanggal 26 Juli 1927, di Surakarta, Hindia Belanda, lahirlah seorang anak yang bernama Soekamto atau Riyadi. Riyadi merupakan putra dari pasangan Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang perwira pada tentara Kasuananan, dan Soetati seorang penjual buah. Pada saat Soekamto berusia 1 tahun, ibunya menjatuhkannya kemudian Soekamto menjadi sering mengalami sakit -- sakitan, ibu Soekamto merasa sangat terpukul hatinya saat melihat anaknya. Untuk membantu menyembuhkan penyakitnya keluarganya "menjualnya" kepada pamannya Warnenhardjo, dalam sebuah ritual tradisional suku Jawa. Dalam ritual yang dihadiri oleh para tetua kampung, tokoh adat dan masyarakat, juga warga sekitar, Warnenhardjo berucap:

 "... maka, kami minta serta memohon doa restu dari semua hadirin agar Slamet bisa selalu kalis ing sambekala, terhindar dari segala macam bahaya, tumbuh dewasa, dan selalu berbakti kepada orang tua, masyarakat, bangsa, serta negaranya." Setalah ritual, nama Soekamto diganti menjadi Slamet.

Slamet tetap dibesarkan oleh kedua orangtuanya, meskipun secara formal Slamet adalah anak Warnenhardjo. Slamet menganut Katolik Roma, dan bisa dikatakan bahwa sejak masih kecil Slamet menyukai "tirakat" berpuasa dan hal -- hal "mistik".

Slamet menempuh pendidikan di sekolah milik Belanda. Sekolah swasta yang di miliki dan dikelola oleh agamawan Belanda,Sekolah dasar yang ia lalui di Hollandsch -- Inlandsche School Ardjoeno. Saat Slamet bersekolah di Sekolah Menengah di Mangkoenegara, sang ibu meminta ayahnya untuk membelinya kembali dari sang paman. Awalnya sang ayah merasa keberatan dengan permintaan itu, walaupun sang ayah masih khawatir dengan keadaan Slamet jika ia membelinya kembali. 

Di sekolah menengah juga ia bertemu dengan seorang wanita yang menarik perhatiannya, ia cantik, dan memiliki tata krama santun yang baik, ia juga salah satu siswi yang berprestasi, dan pemberani. Ia adalah Soekma merupakan putri dari seorang guru disekolah menengah milik Belanda. Slamet ingin sekali mendekati wanita itu sekalipun hanya untuk saling bertegur sapa, tetapi ia tak berani mendekatinya karena takut Soekma merasa risih padanya. Sesekali ia mencuri -- curi pandang padanya, terkadang Soekma memergoki Slamet yang sedang memandangnya. Mereka sering kali berpapasan disekolah, tetapi tidak saling menyapa malah saling membuang muka. 

Tetapi siapa sangka bahwa mereka akan sedekat nadi, berawal dari Slamet yang tak sengaja menabrak Soekma, hingga akhirnya mereka bila bertemu berani untuk saling menyapa. Setelah itu mereka sering sekali mengobrol, belajar bareng, pulang bareng, dan selalu bersama tak pernah terpisahkan. Waktu yang tidak terasa Slamet dan Soekma tamat sekolah menengah, mereka pun terpaksa berpisah untuk melanjutkan pendidikannya. 

Sebagai bentuk perpisahan Slamet dan Soekma pergi bersama ke perpustakaan untuk mencari buku kesukaan masing -- masing, dan pergi berkeliling sekolah untuk mengenang waktu dan apa saja yang telah mereka lakukan selama ini saat bersama. Saat tiba di depan sebuah ruangan Soekma bertanya "apakah kau ingat tempat ini?".

 " Tentu saja saya ingat, tempat ini, kejadian itu takkan pernah saya lupakan sampai kapanpun, itu adalah kejadian yang sangat berarti dihidup saya." Mereka saling memandang lalu tersenyum, bila diingat -- ingat kalau bukan karena kejadian itu mereka tidak akan pernah sedekat sekarang. 

Mereka melanjutkan berkeliling sekolah lagi -- lagi Soekma bertanya kepada Slamet, " apa kau juga ingat saat saya memergoki dirimu yang sedang menatapku dibalik lemari itu?" tanya Soekma sambil terkekeh. 

" Kenapa kau mengingatnya? Saya jadi merasa malu, tapi saat itu kau benar -- benar menawan sekali hingga saya tak bisa berhenti menatapmu," ucap Slamet. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun