Mohon tunggu...
Salwa Jelita
Salwa Jelita Mohon Tunggu... Mahasiswa - universitas jember

hobi saya menulis dan bercerita

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

P3 Public Private Partnership

9 April 2023   15:17 Diperbarui: 9 April 2023   15:27 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan adalah salah satu indikator negara tumbuh dan berkembang. Pembangunan untuk infrastruktur negara sendiri mempunyai pembiayaan khusus yang dianggarkan yang sering disebut dengan pembiayaan pembangunan. Pembiayaan pembangunan ini berasal dari 3 sumber dasar yaitu pemerintah, swasta, dan gabungan antara pemerintah dan swasta. Tidak sedikit pembangunan pemerintah yang dibantu dengan pihak swasta. Pihak swasta yang mendukung pembangunan negara disebut PPP atau Public Private Partner, sering pula disebut Kerja Sama Pemerintah Swasta (KSP).

keterbatasan APBN untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 telah menciptakan kesenjangan pendanaan (funding gap) yang harus terpenuhi. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus menggunakan beberapa opsi pendanaan, termasuk program kerjasama pembangunan dengan partisipasi swasta atau dikenal dengan Public Private Partnership (PPP). Tidak ada definisi resmi tentang PPP namun dapat disimpulkan bahwa PPP adalah suatu perjanjian antara sektor publik (pemerintah) dengan sektor privat (swasta) untuk penyelenggaraan sarana pelayanan publik, yang diikat dengan kontrak dan pembagian resiko.

Di Indonesia, PPP dikenal sebagai Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). KPBU didefinisikan sebagai kerjasama pemerintah-badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum, mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh menteri/pimpinan lembaga. /Kepala Daerah/BUMN/BUMD, menggunakan sebagian atau seluruh sumber daya wilayah usaha, dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak. Kerjasama antara negara dan swasta sebenarnya sudah dikenal sejak era Orde Baru, misalnya di jalan tol dan listrik, namun baru meningkat pada tahun 1998 pasca krisis keuangan. Setelah mengeluarkan beberapa peraturan untuk mendukung kemitraan publik-swasta dalam beradaptasi dengan KPBU terbaru dunia, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Setelah Keputusan Presiden ini diterbitkan, kerja sama yang semula bernama Kerjasama Pemerintah swasta (KPS) selanjutnya akan disebut sebagai KPBU.

Instansi yang berperan langsung dalam pelaksanaan KPBU adalah Kementerian PPN/BAPPENAS sebagai koordinator KPBU, Kementerian Keuangan melalui DJPPR sebagai pemberi dukungan pemerintah dan penjaminan pemerintah, dan Kementerian/Lembaga/Daerah/BUMN/BUMD sebagai PJPK. Selain percepatan pentahapan KPBU, juga dibentuk lembaga pendukung seperti Komite Percepatan Pembangunan Infrastruktur (KKPPI) yang digantikan oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), PT Sarana Multi Infrastruktur ( SMI), yang dapat berperan sebagai lembaga persiapan pendampingan PJPK dan/atau pembiayaan, dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai instrumen penjaminan pembangunan infrastruktur.

Selain lembaga tersebut, terdapat organisasi kelembagaan yang harus dibentuk untuk mengimplementasikan kemitraan publik-swasta. Antara lain Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), yaitu. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah selaku PJPK bidang infrastruktur yang membidangi Kementerian/Lembaga/Daerah, jika diatur dengan undang-undang bahwa KPBU adalah BUMN/BUMD, maka BUMN/BUMD yang bertindak sebagai PJPK :as. Simpul KPBU dibentuk oleh PJPK yang bertanggung jawab pada setiap tahapan KPBU dan terkait dengan unit kerja yang ada di lingkungan kementerian/lembaga/daerah. Komite Akuisisi dibentuk untuk mengakuisisi Unit Bisnis Administrasi. Badan Penyiapan adalah badan/lembaga komersial/organisasi nasional atau internasional yang memberikan dukungan dan/atau pendanaan kepada PJPK sejak tahap persiapan sampai dengan tahap transaksi KPBU. dan unit usaha pelaksana yaitu h. perseroan terbatas yang didirikan oleh pemenang lelang atau kontraktor yang ditunjuk langsung. Proyek berisiko tinggi dan tidak proporsional secara finansial merupakan kendala terbesar dalam kemitraan publik-swasta, oleh karena itu pemerintah menawarkan kemitraan publik-swasta dalam bentuk dukungan pemerintah, jaminan pemerintah, pembayaran layanan dan insentif pajak. Karena banyak proyek PPP tidak dapat dibiayai tetapi dapat dibiayai, negara dapat mendukungnya melalui Viability Gap Fund (VGF). VGF adalah dana hibah pemerintah untuk proyek kemitraan publik-swasta yang meningkatkan kelayakan finansial proyek, biasanya digunakan untuk pekerjaan pembangunan. Dukungan berupa VGF dapat menekan biaya pembangunan suatu proyek infrastruktur, sehingga pengembalian investasi menjadi lebih tinggi. GCA menyerahkan hibah VGF kepada Menteri Keuangan untuk dipertimbangkan, disetujui dan didistribusikan. Jaminan negara adalah kompensasi finansial yang diberikan oleh Menteri Keuangan kepada unit usaha pelaksana sesuai skema pembagian risiko. Untuk penjaminan, pemerintah Indonesia telah membentuk unit usaha penjaminan infrastruktur, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) atau PT PII, yang berperan khusus dalam penjaminan proyek infrastruktur.

KPBU dilaksanakan dalam tiga tahap: perencanaan, persiapan dan transaksi. Pada tahap perencanaan, menteri/kepala lembaga/direktur daerah/kepala BUMD menyusun rencana anggaran, mengidentifikasi, mengambil keputusan dan menyusun daftar rencana KPBU. Hasil dari tahapan perencanaan adalah daftar prioritas proyek dan dokumen penelitian pendahuluan yang disampaikan kepada PPN/BAPPENAS sebagai daftar rencana KPBU yang disusun, terdiri dari proyek KPBU yang siap dilelang dan KPBU dalam proses penyiapannya. Selanjutnya dalam persiapan KPBU, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi BUMN/BUMD selaku PJPK dibantu Badan Penyiapan dan disertai konsultasi Publik, menghasilkan prastudi kelayakan, rencana dukungan Pemerintah dan Jaminan Pemerintah, penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana, dan pengadaan tanah untuk KPBU. Tahapan transaksi dilakukan oleh PJPK dan terdiri dari penilaian keunggulan pasar, lokasi, akuisisi dan penyelesaian akuisisi unit bisnis yang layak, penandatanganan kontrak dan asumsi biaya.

Apakah bentuk-bentuk pemanfaatan BMN seperti Kerjasama Pemanfaatan (KSP), Build-for-Delivery (BGS), Build-for-Delivery (BSG) dan Kerjasama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) KPBU? Bentuk-bentuk pemanfaatan BMN diatur oleh pemerintah melalui PP 27 Tahun 2014 yang memperkenalkan sistem KPBU, namun tidak secara otomatis mencantumkan KPBU, pemanfaatan BMN dapat diakui sebagai KPBU apabila disetujui dan dikabulkan oleh Menteri PPN/Direktur BAPPENAS. Dalam daftar rencana PPP. Misalnya, jika rencana penyediaan infrastruktur yang disampaikan oleh Kementerian/Lembaga di BMN adalah Menteri PPN/Direktur BAPPENAS sebagai proyek KPBU, maka untuk BMN Menteri Keuangan bertindak sebagai PJPK dalam Kepemilikan. Menteri/Direktur lembaga memanggil PJPK kegiatan di pemilik BMN.

Apa peran DJKN dalam PPP? Dalam contoh pemanfaatan BMN di atas, DJKN bertindak sebagai pengelola BMN yang bertindak atas usulan pemanfaatan BMN, dalam hal ini tidak terlibat langsung dalam tahapan KPBU. DJKN saat ini bertugas menyelidiki permintaan bantuan negara dan jaminan negara terkait aset negara yang dipisahkan, khususnya yang dimiliki bersama oleh PT PII dan PT SMI (ekuitas). Dalam perkembangannya, DJKN memiliki tiga cara untuk terlibat langsung dalam fase KPBU. Pertama, menyelesaikan masalah pembebasan tanah KPBU, melalui BLU LMAN DJKN yang disebut bank tanah pemerintah. Kedua, pengalihan aset KPBU kepada pemerintah setelah kontrak KPBU berakhir, baik dalam bentuk KND maupun BMN. Ketiga, melihat keberhasilan KPBU di beberapa negara seperti Korea Selatan dan Inggris, kunci keberhasilannya terletak pada lembaga/badan tertentu yang menyelenggarakan KPBU tersebut. Jika pemerintah membentuk badan/badan khusus yang bertanggung jawab penuh atas KPBU, kemungkinan besar DJKN akan dilibatkan sebagai kepala BMN dan pemegang fungsi analis pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun