Mohon tunggu...
Jelarang Kusuma
Jelarang Kusuma Mohon Tunggu... -

Anak hutan yang ke kota.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menyingkap Tabir Perjalanan Karir Sudirman Said

26 November 2015   17:03 Diperbarui: 26 November 2015   17:03 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Sudirman Said (SS) menjadi perbincangan belakangan ini setelah menjadi whistle blower dalam kasus pencatutan nama Jokowi-JK oleh Setyo Novanto (SN) kepada Freeport. Siapa sebenarnya Sudirman Said ini sebelum menjadi menteri ESDM?

 

Anak kampung dari Brebes ini adalah alumni STAN. Berbekal pendidikannya dia kemudian melakukan manuver untuk jadi salah satu orang penting dalam industri migas nasional. Tapi, semuanya dia capai tidak dengan cara yang bersih.

 

Setelah membuka rekaman pencatutan nama itu, Sudirman dielu-elukan publik sebagai pemberantas mafia migas. Apalagi dia dikenal sebagai aktivis Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI).

 

Melalui MTI pula, Sudirman merintis karir politiknya yang dia awali dengan terlibat dalam penataan bisnis TNI, sebagai amanat UU Pertahanan. Mencitrakan diri sebagai orang bersih, SS mampu menjalin hubungan baik dengan tokoh bisnis, militer, dan politik. (baca di: http://news.detik.com/berita/724851/pejabat-brr-pimpin-timnas-transformasi-bisnis-tni)

 

Endriartono Sutarto, panglima TNI era SBY saat SS menjadi anggota tim penataan bisnis TNI mampu dia perdaya untuk selalu percaya dengan mulut manisnya. Sang panglima pula yang akhirnya membuka jalan baginya untuk berkarir di Pertamina.

 

Endriartono menitipkan namanya kepada Ari Sumarno, Dirut Pertamina saat itu. SS pun diangkat menjadi Senior Vice President (SVP) untuk Integrated Supply Chain (ISC). Dia tak paham migas tapi dianggap kompeten di bidang peningkatan kualitas SDM. Yang lebih penting, dia dekat dengan Endriartono Sutarto. Tanpa kedekatan itu, mustahil SS bisa berkarir di Pertamina. Walau antikorupsi, tak masalah bisa berkarir karena nepotisme.

 

Walaupun kualitasnya biasa saja, dia disukai bosnya karena jadi anak buah yang patuh. Mau menjalankan apa yang diinginkan bosnya.

 

Salah satu tindakan beraninya terjadi pada November 2008. Bersama Daniel Purba, Vice Presiden ISC, yang membantu kinerjanya selama di Pertamina, SS terbang ke London untuk bertemu dengan Perusahaan Minyak Nasional (NOC) Libya yang difasilitasi oleh Concord Energy. (baca di: http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=266041)

 

Dalam pertemuan tersebut, SS melakukan deal dengan Perusahaan Migas Libya. Penandatanganan Sales and Purchase Agreement atas nama ISC Pertamina untuk volume 4 juta barel minyak mentah dengan harga yang telah diatur. Concord Energy, yang mana Ari Sumarno (dirut Pertamina saat itu) punya saham 35%, dapat keuntungan dalam kesepakatan ini. Bukan tidak mungkin SS juga menerima bagiannya.

 

Tindakan SS ini jelas menyalahi aturan. SS menyalahi prosedur tata cara pengadaan minyak di Pertamina. Klausul penunjukan langsung tidak diperbolehkan dan harus dengan mekanisme tender.

 

Tahu apa yang dilakukannya salah, SS sudah siap berkilah dengan menyatakan apa yang dilakukannya agar Pertamina bisa menghemat biaya pembelian minyak. Tak ada perantara jadi bisa hemat. Dia juga melakukannya dengan rapi. Transaksi dilakukan di luar negeri dan memiliki underlying documents yang lengkap.

 

Perjanjian itu kemudian dibatalkan oleh Karen Agustiawan, Dirut Pertamina pada 2009 dan nama SS kemudian dimutasi dari ISC. Sebuah tahapan karir yang amat buruk bagi SS.

 

Track record semacam ini seharusnya membuat kita berprasangka bahwa SS bukanlah pejuang antikorupsi yang siap menghajar mafia migas. Dia pernah melakukan kesalahan fatal yang bisa menyeretnya terlibat kasus korupsi. SS bukanlah orang bersih yang bisa kita percaya sepenuhnya dalam upayanya memberantas mafia migas. Bisa jadi dia sendiri adalah bagian dari mafia migas itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun