(1) Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu dapat mendaftarkan Pasangan Calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20%(dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (duapuluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sahdalam Pemilu anggota DPRD di daerah yangbersangkutan.
(2) Dalam hal Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu dalam mengusulkan
Pasangan Calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika hasil bagi jumlah kursi DPRD menghasilkan angka pecahan maka
perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatanke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu mengusulkan Pasangan Calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan
suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik PesertaPemilu yang memperoleh kursi di DPRD.
Fokus perhatian kita menyorot pada frasa "paling sedikit".
Dalam PKPU di atas ternyata angka 20% dan 25% dianggap sebagai "paling sedikit" dengan segala cara perhitungannya.
PKPU terlihat sangat teliti sekali meletakan angka persenan yang proporsional dan menggunakan kata yang hemat sekali, yaitu "paling sedikit".
Delapan ( 8 ) suara misalkan dimasukan dalam sebuah PKPU, cocok kah apabila memakai frasa "paling sedikit 8 suara". Bagaimana rasanya andai kata misalkan PKPU menuliskan "paling sedikit 8 suara" dalam peraturannya?
Apakah tidak terasa terlalu aneh dan "ecek-ecek" bagi sebuah aturan Pemilu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H