Sekarang bisa saja anda langsung searching di internet mencari di google apa itu budaya. Mesin pencarian google akan menuntun anda ke sumber-sumber para ahli yang membicarakan "budaya". Tentu tidak akan anda dapatkan contoh budaya adalah banjir.
Kita harus sama-sama bertanggung jawab mengenai ini, tanggung jawab secara ilmu pengetahuan kepada anak-anak dan putra putri Barito Utara.
Mengratiskan hingga ke bangku kuliah semuanya berasal dari pikiran "budaya" ini. Masih untung "pikiran" ini tidak menerbitkan program unggulan mengratiskan bayar PLN atau mengratiskan bayar PDAM asal terlihat enak.
Dengan jalan pikiran "budaya" ini juga ingin memberikan beberapa unit alat berat kepada seluruh desa supaya mereka bisa membuat jalan sendiri tanpa memperhitungkan resiko kerusakan lingkungan apabila alat tersebut diserahkan, atau bagaimana anggaran perawatan rutinnya? Yang penting rakyat senang menurut "budaya".
Beberapa buah jalan Desa belum tembus. Dipemikiran sang "budaya" adalah, karena tidak adanya alat berat di desanya. Simple sekali.
Singkat dan ringkas saja pikiran sang "budaya", stop, cukup sampai disitu.
Tanpa membandingkan jalan desa lainnya yang tembus meskipun tanpa diserahkan alat berat kepada desanya. Banyak contohnya.
Ya, jalan-jalan di pedalaman yang dibangun mulus tanpa memberikan mereka alat berat banyak. Jalan kita saat ini pun, yang dibangun sejak jaman tua bangka, tembus antar Kabupaten atau Provinsi tanpa memberikan kepada desa-desa alat berat.
Jalan belum tembus dapat terkendala anggaran yang terpakai untuk program lain yang sangat urgensi seperti Covid 19 atau ada hal lainnya yang harus segera dikucurkan dana anggaran, atau faktor pembebasan lahan.
Tapi apa boleh buat, karena semuanya berasal dari yang namanya "budaya". Mau apa lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H