Mohon tunggu...
M. Gazali Noor
M. Gazali Noor Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan.

Hobi pada buku bacaan dan pemikiran rasional dan humanis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Fenomena Dunia Jurnalistik Sejak Alm. Departemen Penerangan.. Gejala, Dinding Wartawan dan Buzzer

13 Agustus 2024   22:09 Diperbarui: 25 Agustus 2024   22:05 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila pernah menjadi remaja pada masa pemerintahan Orde Baru pastinya tahu betul sebuah institusi bernama "Departemen Penerangan". Di kota kecil Muara Teweh, kantornya dulu yang kini menjadi kantor Dinas Pariwisata. Tepat disamping Masjid At Taqwa depan SMA 1 Muara Teweh.

Di gedung kantor itulah dahulu tempat bercokol departemen yang mengawasi warga Muara Teweh yang berlomba ingin mendirikan Radio Swasta. Frekwensi radio dipantau oleh Dinas ini. Apabila sebuah stasiun radio rumahan seperti FM atau AM tidak memperdengarkan berita dari RRI (Radio Republik Indonesia) pada jam-jam tertentu, dapat terkena teguran. 

Departemen ini tugasnya "nguping" siaran-siaran radio dimasa itu. Departemen Penerangan momok yang menakutkan bagi pegiat media elektronik dan surat kabar swasta pada masa itu.

Departemen ini sebenarnya dipimpin seorang bekas wartawan, Harmoko. Akan tetapi apa lacur, media pers seperti Tempo dan Kompas pernah tumbang ditangan departemen ini, justru saat mantan wartawan tersebut menjabat Menteri Penerangannya.

Orde Baru bukan saja menyikat media pers yang kritis, mereka juga mendirikan media untuk mengawal pemerintahannya. Surat Kabar "Angkatan Bersenjata" yang terbit 1965 misalnya. Boleh dikata media ini adalah "mesin propaganda" pemerintah Orde Baru. Termasuk tentu saja untuk menangkal dan menangkis berita kritis kepada pemerintah (penguasa).

Sekarang kita sudah ditakdirkan hidup di era reformasi dan demokrasi. Departemen Penerangan sudah almarhum, begitu juga dengan aktor-aktor kebijakannya.

Saat ini lembaga yang hadir untuk urusan informasi bukan lagi Departemen Penerangan. Sekarang hadir wajah baru era reformasi dan demokrasi yang bernama "Kominfo". Jelas Kominfo tidak lagi memposisikan diri sebagaimana Departemen Penerangan dimasa lampau.

Kominfo saat ini bila kita lihat, tidak menerbitkan koran layaknya "Angkatan Bersenjata" orde baru. Mereka justru menggiatkan diri mengadakan "Pelatihan Jurnalistik" dan membuat media daring. Ini bisa diketahui bila kita sedikit rajin berselancar di google.

ASN dilatih dalam sebuah latihan, bagaimana tata cara menyajikan berita layaknya wartawan. Biasanya mereka mengundang narasumber dari media pers terkemuka yang mau sebagai pengajar jurnalistiknya. Salah satu alasannya yang kita dengar adalah, ini perlu kita cetak tebal, untuk "menyikapi isu kekinian".

Kominfo era ini tentu bukan pula untuk menjadi "penggembala wartawan". Misalnya saja disebuah acara resmi ada wartawan yang tidak sengaja berdiri agak kemuka, maka pihak Kominfolah yang diminta protokoler acara untuk "menjinakkan" wartawan tersebut mestinya harus berdiri dimana. Semacam ada tugas tak tertulis menggembala wartawan.

Disebuah web suatu Kementrian ada artikel, "ASN bisa menjadi wartawan". Alasan untuk menyokong hal tersebut, yaitu kata cantik bernama "citizen journalism" (Jurnalisme Warga). Kata cantik ini sepertinya kata yang menjadi andalan saat ini. Dengan dalil "citizen journalism", maka semuanya dapat menyebut diri sebagai jurnalis/wartawan menurutnya. Berdirilah web-web berita online berseragam dinas. Padahal "jurnalisme warga" cendrung berbentuk berita spontan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun