Suasana masih berkabut ketika pagi itu saya melangkahkan kaki memasuki sebuah jalan di Desa Jati Pasar , Kecamatan Trowulan Kabupaten Mojokerto - Jawa Timur. Di sudut bagian depan jalan masuk itu terdapat arca Ganesha dalam ukuran yang cukup besar. Pada jarak 200 meter dari jalan raya Trowulan - Jombang itu tampak sebuah bangunan yang tinggi menjulang dengan bentuk yang agak tersamarkan oleh kabut .
Bangunan itu adalah Candi Wringin Lawang yang konon merupakan pintu gerbang menuju kompleks bangunan penting di Kerajaan Majapahit, sebuah kerajaan yang sangat besar di nusantara pada masa lampau. Candi Wringin Lawang merupakan salah satu dari sekian banyak bangunan kuno dan bersejarah yang terdapat di daerah Trowulan.
Candi itu disebut dengan nama Wring Lawang yang berarti Pintu Beringin. Terbuat dari bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11meter dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan dibangun pada abad ke-14.
Candi yang berbentuk gerbang atau gapura seperti ini biasa disebut bergaya " Candi Bentar" atau tipe " gerbang terbelah ". Gaya arsitektur seperti ini diduga muncul pada era Majapahit dan kini banyak ditemukan dalam arsitektur Bali.
Memasuki kawasan Candi Wringin Lawang ini suasananya sangat bersih dan asri oleh beraneka jenis tanaman hias, pohon maja dan pohon Trenggulun. Sebuah kolam kecil dengan tanaman teratainya yang berwarna mirabella tampak menghiasi halamannya. Ada rasa kagum yang membuncah ketika pandangan saya menyimak keindahan sosok candi ini.
Walau pada candi Wringin Lawang tak terdapat hiasan , relief atau arca seperti candi-candi pada umumnya, namun bentuk dan arsitektur candi yang tampak geometris itu memberi perasaan kagum yang tiada hentinya pada keagungan peradaban masa kerajaan Majapahit itu.
Saat berada di bagian tengah gerbang itu, di salah satu sisi gerbang saya menjumpai ada tiga batu andesit yang berjajar berbentuk persegi panjang . Pada salah satu batu itu terdapat relief pada bagian depannya. Tak jelas relief itu tentang apa dan apa maksudnya karena hanya berupa garis-garis yang membentuk pola tertentu saja.
Ada juga tungku kecil yang terbuat dari tanah liat untuk membakar dupa atau kemenyan. Selain itu juga ada bekas sesajian yang berupa daging ayam bagian kepala, cakar dan pantat.
Rupanya sesajian daging ayam itu berasal dari warga setempat atau pengunjung candi yang mengadakan selamatan di Candi Wringin Lawang dengan bertempat di tiga batu yang berjajar itu.
Sesajian dan selamatan itu menjadi sudah menjadi tradisi dan dilakukan untuk menghormati Danyang atau Leluhur yang berada di Candi Wringin Lawang untuk kelancaran hajatan yang sedang dilakukan oleh warga untuk menunaikan haul atau sesuatu niat yang telah terlaksana.
Candi Wringin Lawang ini merupakan hasil pemugaran dari bangunan candi ini yang rusak dan runtuh karena usianya yang sudah ratusan tahun. Bentuk dan bangunan candi itu pada masa lampau bisa Anda simak di foto lama berikut ini.
Tampak dalam foto itu pada salah satu sisi gerbang candi sudah tidak utuh lagi. Tanaman semak-semak juga merambati pada bangunan candinya. Nama Wringin Lawang itu berasal karena dulu candi ini diapit oleh dua pohon beringin di sisi kiri dan kanan. Ketinggian pohon beringin itu sendiri melebihi ketinggian candi Wringin Lawang.Entah kenapa saat ini disana tak ada lagi Pohon Beringin itu.
Yang menarik, konon gapura ini merupakan pintu masuk tamu-tamu kerajaan yang ingin bertandang ke istana kerajaan Majapahit. Tetapi berdasarkan pengamatan peta kota raja Majapahit serta penuturan Kitab Negarakertagama, sepertinya bangunan ini merupakan pintu masuk ke kediaman Maha Patih Gajah Mada, seorang patih pada masa itu.
Sebuah jejak kerajaan Majapahit yang sangat indah dan menakjubkan yang saya jumpai di Candi Wringin Lawang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya