Mohon tunggu...
Heri Agung Fitrianto
Heri Agung Fitrianto Mohon Tunggu... lainnya -

Penikmat wisata dan perjalanan yang tinggal di Kota Tuban - Jawa Timur.\r\n\r\nArtikel2 perjalanan saya yang menarik lainnya bisa Anda baca di blog saya : http://jelajah-nesia2.blogspot.com dan http://jelajah-nesia.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Misteri Gedung Singa Di Kota Surabaya

28 Juni 2013   12:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:17 1580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gedung Singa, begitulah bangunan kuno itu biasa dikenal. Sesuai dengan namanya, pada bagian depan bangunan itu terdapat dua  patung singa. Patung singa yang seolah menjadi penjagabangunan itu berwarna abu-abu dan dalam posisi duduk. Sepasang ornamenyang berbentuk seperti sayap menghiasi punggung patung singa itu. Tidak diketahui siapa pembuat patung singa itu. Tetapi diduga fungsinya  seperti penjaga bangunan seperti halnya Dwarapala di candi  atau singa Ciok-say di kelenteng.Ada juga yang menyebut bahwa singa bersayap merupakan satu dari empat binatang buas dalam Bible yang disebut Minute Lion. Singa bersayap juga digunakan sebagai lambang Venesia dan simbol St Mark.

Selain adanya patung Singa, bangunan itu juga mempunyai bentuk dan arsitektur yang cukup unik dan berbeda. Begitu pula dengan ornament-ornamennya.
Gedung Singa itu berlokasi di sekitarkawasan Jembatan Merah yang menuju ke arah Monumen Tugu Pahlawan. Sosok bangunannya mudah dikenali karena berada di tepi jalan raya di depan terminal bayangan yang menjadi pangkalan angkutan kota atau Lyn.
Dari tampak bagian luar, gedung Singa ini memiliki arsitektur yang sangat indah. Sayang, gedung ini dalam keadaan tertutup dan terkunci. Begitu juga suasana dan lingkungan di gedung itu tampak sangat kotor dan berdebu.
Tak ada seorang pun yang tampak menjaga di gedung ini sehingga saya tidak bisa memperoleh informasi tentang gedung ini dan gambaran ruangan-ruangan yang ada di dalamnya.
Gedung Singa  ini dibangun pada 1901 ini dan pada jaman kolonial dipakai sebagai kantor Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente (Perusahaan Umum Pertanggungan Jiwa dan Anuitas Jiwa), sebuah perusahaan asuransi jiwa terbesar di Belanda yang didirikan pada 1880 namun bangkrut pada 1921.
Arsitektur gedung ini adalah karya dari  arsitek terkenal Hendrik Petrus Berlage (Amsterdam 21 Februari 1856 — Den Haag 12 August 1934).
Pada buku “Budaya Visual Indonesia” yang ditulis Agus Sachari dari Fakultas Desain dan Seni Rupa ITB, disebutkan bahwa Algemeene Maatschappij van Levensverzekering en Lijfrente adalah karya pertama Hendrik Berlage di Hindia Belanda yang dikerjakannya pada 1900.
Ia kemudian membuat desain gedung de Nederlanden van 1845 yang berada di Jl Pintu Besar Utara, Jakarta. Disebutkannya bahwa Berlagen juga menjadi konsultan pemerintah Hindia Belanda dalam proyek restorasi Candi Prambanan.
Pada bagian pintunya terdapat papan kayu yang bertuliskan nama PT. APERDI - Jembatan Merah 1923 yang membuatnya juga dikenal sebagai Gedung APERDI.
Di gedung ini tedapat tiga gerbang yang terbuat dari besi dan berbentuk lengkung di lantai satu, dengan bagian tengah berukuran lebih kecil yang merupakan pintu utama yang dijaga sepasang singa bersayap. Pada ketiga lengkung itu juga dipasang susunan batu bata konsentris berwarna merah sebanyak empat baris.
Pada lantai dua di bagian depannya terdapat pilar-pilar dan ornamen yang juga berbentuk lengkunga Ada juga sebuah tiang bendera yang di bagian bawahnya terdapat  ornamenyang berupa lukisan pada porselen.  Lukisan pada porselen itu karya Jan Toorop, seorang desainer grafis dan ilustrator, pelukis art nouveau, simbolis dan impressionis, yang lahir 20 Desember 1858 di Purworejo dan meninggal di Den Haag pada 3 Maret 1928.
Lukisan itu bernuansa mistis karena menggambarkan seorang  wanita  yang duduk di tengah dengan tangan dan sayap yang mengembang dan terdapat garis pada dada membentuk huruf A (mungkin inisial Algameene).
Di sebelah kanannya tampak seorang wanita berpakaian Eropa tengah mengangkat bayi berambut pirang, dan di sebelah kirinya lukisan wanita bersanggul dengan pakaian puteri Jawa berkain batik tengah menimang bayi berambut hitam.
Di kiri kanan wanita bersayap itu terdapat bulatan ungu masing-masing berjumlah tujuh, dan empat jam pasir di bawah kakinya. Jam pasir di paling kiri ‘mengisi’ ke bawah, sedangkan jam pasir di paling kanan ‘membuang’ ke bawah, melambangkan kisah 7 tahun masa panen dan 7 tahun masa paceklik dalam kitab suci.
Gambar itu mungkin sebuah perlambang agar orang menabung (dalam bentuk asuransi) untuk simpanan pada masa sulit.
Terlepas dari hal itu, dengan keindahan dan keunikan bangunanya yang bergaya klasik, Gedung Singa ini sering menjadi lokasi pemotretan untuk fashion, pre wedding dan kegiatan fotografi lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun