Ada yang menarik ketika saya berkunjung ke Museum Brawijaya yang berada di Kota Malang - Jawa Timur. Perhatian saya tertuju pada sosok sebuah benda yang berwarna hitam dan putih yang enath kenapa begitu terasa auranya begitu kelam.
Pada halaman belakang museum ini menyimpan koleksi berupa salah satu rangkaian asli dari gerbong kereta api.
Gerbong kereta api itu merupakan saksi bisu sebuah tragedi yang pilu tentang meninggalnya para pejuang bangsa pada masa perjuangan.
Adanya gerbong itu segera mengingatkan saya pada kisah tragedi itu yang terjadi di Kota Bondowoso.
Berada di alun-alun Kota Bondowoso, terdapat sebuah bangunan Monumen yang sangat menarik yaitu Monumen Gerbong Maut.
Di balik keindahan dari sosok bangunan dan ornamennya yang artistik dengan taman-taman di sekitarnya, ternyata monumen ini merupakan saksi bisu atas peristiwa tragis yang menimpa para pejuang dari Bondowoso pada masa perjuangan.
Satu bagian gerbong dari tiga rangkaian gerbong kereta api barang yang dijadikan monumen itu merupakan gerbong asli pada masanya.
Sedangkan dua gerbong yang lainnya berada di Museum Brawijaya di kota Malang dan satunya lagi berada di Gedung Juang DHD 45 di Kota Surabaya.Peristiwa tragedi Gerbong Maut yang terjadi pada tanggal 23 November 1947 d ketika para pejuang yang tertangkap Belanda dipindahkan dari Bondowoso ke Surabaya menggunakan 3 rangkaian gerbong barang.
Belanda melakukan penangkapan besar-besaran terhadap TRI, laskar, gerakan bawah tanah dan orang-orang tanpa menghiraukan apakah yang bersangkutan berperan atau tidak dalam kegiatan perjuangan.Sehingga dalam waktu singkat penjara Bondowoso tidak mampu lagi menampung tahanan yang pada waktu itu mencapai ± 637 orang.
Rincian tahanan adalah sebagai berikut:rakyat desa(20 orang), kelaskaran rakyat dan gerakan bawah tanah(30 Orang), anggota TRI (30 orang), dan tahanan rakyat serta polisi (20 orang).
Pada jam 05.30 WIB tahanan tiba di Stasiun Kereta Api Bondowoso. Sebanyak 32 orang masuk gerbong pertama yang bernomor GR 5769; 30 orang ke gerbong kedua yang bernomor GR 4416, sisanya berebutan masuk ke gerbong yang terakhir bernomor GR 10152 karena panjang dan masih baru.
Setiap tahap pengangkutan memuat sebanyak 100 orang. Pemindahan pertama dan kedua berjalan dengan baik karena gerbong yang mengangkut tahanan diberi ventilasi seluas 10-15 cm.
Namun saat pemindahan tahap ketiga menimbulkan banyak korban karena gerbong tertutup sangat rapat dan selama perjalanan rakyat tidak boleh mendekati gerbong. Akibatnya, semua tahanan dalam gerbong menderita kepanasan, kelaparan dan kehausan.
Setelah menempuh perjalanan selama 16 jam, Gerbong Maut sampai di Stasiun Wonokromo. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB. Setelah didata, di gerbong I No. GR 5769 sebanyak 5 sakit keras, 27 orang sehat tapi kondisi lemas lunglai, Gerbong II No. GR.4416 sebanyak 8 orang meninggal, 6 orang sehat, dan di Gerbong III No. GR. 10152 seluruh tawanan sebanyak 46 orang meninggal semua.
Di balik kisah kelam dan pilunya itu, kini monumen Gerbong Maut menjadi Land Mark Kisah Perjuangan Pahlawan yang menjadi kebanggaan warga di Kota Tape ini. Sedangkan sebuah gerbong lainnya menjadi koleksi yang bersejarah di Museum Brawijaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya