Hari itu di salah satu selasar menuju ke Museum Kesehatan dr. Adhyatma, MPH yang berada di Jalan Indrapura - Surabaya tampak seorang pria sedang sibuk membuat tiruan rumah adat dari daerah Nusa Tenggara Timur. Saya seperti pengunjung lainnya di museum itu awalnya sempat tak memperhatikan sosok pria yang walau sudah berusia lanjut namun tampak tetap sehat , segar dan awet muda itu. Apalagi dengan penampilannya yang sangat sederhana.
Ternyata pria itulah yang merupakan sosok pendiri museum yang juga dikenal dengan nama museum Santet ini.Dengan kesederhanaannya dan sikap tidak menonjolkan diri itulah, pria yang bernama itu memang kurang dikenal dan diketahui oleh publik. Begitu pula dengan museum yang telah dirintisnya.
Walau masih cukup sepi pengunjung yang hanya berkisar 15-30 pengunjung dalam setiap harinya, keberadaan Museum Kesehatan ini patut diapresiasi.
Selain karena benda-benda koleksinya yang khas dan menarik,koleksiitu merupakan benda-benda kunoyangbeberapa diantaranya berasal dari berbagai penjuru Nusantara.
Adalah dr. Haryadi Soeprapto , DOR, MSc .( 72 ), sosok pria itu yang sangat berperan dan berjasa sebagai perintis berdirinya Museum Kesehatan.
Pria yang merupakan suami dariLatifah Djauhari inilah yang dengan kesadarannya telah bersusah-payah mewujudkan berdirinya museum ini.
Museum yang telah digagasnya sejak tahun 1990 itu berawal dari banyaknya benda yang menganggur sia-sia dan ditempatkan di sebuah gudang yang ada di kantornya, sementara benda-benda itu masih cukup baik dan bisa difungsikan.
Saat itu, kakek yang telah pensiun itu bekerja sebagai peneliti di PusatHumaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat – Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Atas pengetahuan dan seijin dari pimpinannya, benda-benda yang berkaitan dengan dunia kesehatan dan tradisi budaya masyarakat di nusantara  itu kemudian ditempatkan dan ditata dalam etalase kaca.
Benda-benda itu kemudian  menempati beberapa ruangan yang kosong dan tidak ditempati selama puluhan taun yang ada di kompleks kantor.
Benda-benda yang ditempatkan dalam beberapa ruangan Sasana itu  dia klasifikasikan mengikuti jenis koleksi dan standard museum pada umumnya.
Selama itu pula, dr Haryadi Soeprapto secara perlahan tapi pasti juga berusaha menambah  koleksi benda-benda museum baik dengan mendapatkannya secara pribadi atau pemberian dari kenalan atau relasinya.
Diantaranya adalah benda-benda yang berkaitan dengan dunia santet dan sebagainya yang bernuansa mistis dan magis yang menjadikan museum ini sangat fenomenal. Karena tertarik dengan dunia persantetan itulah, Beliau dengan timnya mengadakan penelitian tentang santet di daerah Banyuwangi sejak tahun 1998-2005.
Selama penelitian itu , beliau juga belajar ilmu dan meditasi dengan bertempat di lokasi hutan Baluran selama beberapa hari sampai akhirnya dr. Haryadi Suprapto juga bisa menguasai ilmu tentang perdukunan dan persantetan itu.
Beliau yang saat ini masih aktif membuka praktik sebagai dokter umum di kliniknya itu juga tidak keberatan dikenal dan dijuluki sebagai Dukun Santet , dengan catatan sebagai Dukun Santet yang baik.Karena berkebalikan dengan dukun Santet pada umumnya , dr. Haryadi Soeprapto justru  berupaya membantu mengobati dan menyembuhkan orang-orang yang terkena santet.
Selain sebagai dokter dan akademisi, dr. Haryadi Soeprapto juga dikenal sebagai seseorang yang mempunyai ‘ daya linuwih ‘ dengan kemampuan spiritual dan indera keenamnya yang  sangat tinggi.
Setidaknya hal itu bisa terlihat dari adanya sebuah foto dirinya yang dipajang di salah satu ruangan museum. Pada foto aura itu tampak sinar yang berwarna-warni tampak bersinar kuat melingkupi diri sang dokter.
Dokter yang ramah dan bersahaja yang telah menyelesaikan gelar master di London University ini pula yang mengetahui dan mengatakan adanya nuansa horror ala Dunia lain pada salah satu ruangan dalam museum .
Ruangan itu sendiri selama ini sering digunakan sebagai tempat syuting berbagai acara yang bertema mistik dan spiritual beberapa media televisi nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya