Mohon tunggu...
Jeko Spastyono
Jeko Spastyono Mohon Tunggu... Mahasiswa - "Black and White aren't colours. They are just some background. Please, do walk out from them and splash your own dyes. Don't worry about stinting it. Because an artist never worries about tainting the background."

Be crazily LAZY.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

hidup memang susah, menyusahkan untuk dijalani

17 Januari 2025   00:08 Diperbarui: 17 Januari 2025   00:08 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat kau merasa terlalu lelah dengan kehidupan, masa rentan akan menjadi monster dan sumber monster dalam hidupmu. Merasakan bahwa hidup sangat melelahkan adalah hal yang wajar. Hidup membawa warna, atau lebih tepatnya informasi kepada seluruh indera kita. Walaupun kita tidak lelah secara fisik maupun psikis (pikiran), sebagian besar bagian utama tubuh kita di kontrol oleh sel-sel otak, demi membuat kita tetap hidup.

Hanya dengan mengalami kehidupan saja terlalu melelahkan bagi kita semua makhluk hidup. Sangat lumrah, bila pada masa rentan nan lemah kita mengalami kelelahan yang tak tertahankan. Seolah kehidupan itu terlalu memuakan untuk dijalani. Beberapa memilih jalan terburuk, mengakiri hidup mereka dengan merusak kehidupan orang lain.

Tidak mereka bukanlah mati. Mereka hidup selayaknya orang mati, segala rambu yang membuat mereka diterbasnya. Merasa tak ada batasan, mereka merasakan kebebasan semua. Merasa bahwa mereka lebih hidup, lebih bebas, tanpa kekang.

Mereka tahu bahwa semua itu adalah semu. Manusia tidaklah hidup sendiri, dan itulah yang membuat hidup yang sudah lelah menjadi melelahkan. Semakin banyak manusia berkembang biak, semakin sedikit sumber daya yang setiap manusia di bumi dapat gunakan untuk kehidupan mereka. Layaknya siklus cambuk neraka, tiap-tiap manusia keluar dari sarang mereka dengan lelah saat pagi hari dan pulang dalam keadaan lebih lelah dimalam hari. Menyedihkan bahkan bagi sang penonton, apalagi mereka yang menjalaninya.

Membuat hidup yang sudah melelahkan menjadi lebih melelahkan adalah jalan ninja dari setiap manusia berakal logis. Bagai cambuk mereka menyadari harus melakukan pekerjaan lebih agar mendapat lebih dari yang lain. Bukan semata-mata untuk unjuk diri bahwa mereka lebih dari sesamanya, tetapi kebanyakan karena ketakutan bahwa kesempatan emas ini akan hilang jika mereka berhenti.

Pada akhirnya mereka akan jauh lebih kelelahan daripada yang lain. Dan apa yang mereka lakukan selanjutnya adalah menghancurkan laju sesama mereka, agar mereka tetap memimpin. Mereka membuat kebasan semua, membawa hak bagi mereka yang di depan, lebih kuat, lebih kaya, dan lebih dari yang lain. Padahal mereka hanya takut. Takut bahwa kelelahan mereka untuk berlindung dibalik kebebasan semu akan diketahui.

Untuk apa membohongi diri dari kebebasan semua, padahal tubuh mereka terlalu lelah untuk bersenang-senang. Untuk apa bersenang-senang bila mereka akan mendapatkan lawan yang akan merusak kesenangan mereka. Untuk apa terus berlari, belajar, bekerja, bersemangat, bila semua akan padam.

Sungguh, hidup sudahlah melelahkan dengan apa adanya. Haruskah kita merusak diri kita terus, merusak hidup orang disekitar kita, dan merusak dunia. Untuk apa? Sungguh hidup terlalu melelahkan untuk berusaha menjadi lebih lelah dari ini.

Hidup adalah hal terburuk yang manusia dapat alami. Dan hidup dengan melelahkan adalah neraka yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Membawa nereka kepada semua orang membuat mereka menjadi setan. Memperbudak mereka yang payah. Sungguh bodoh, amat sangat bodoh. Tak sadarkah mereka, para setan, para manusia yang melelahkan itu. Bahwa orang yang mereka injak dapat membuat hidup mereka lebih sulit, hari ini dan seterusnya hingga keturunan mereka habis, hanya dengan berkembang biak. Dan mereka tiada akan dapat menghentikan-nya karena rantai dan tangga-tangga hierarki bodoh yang membuat diri mereka sendiri berada di neraka, sekalipun mereka adalah para setan.

Maka benar setan memang harus hidup di neraka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun