Mohon tunggu...
Jejen aryantonakamnanu
Jejen aryantonakamnanu Mohon Tunggu... Jurnalis - Seorang mahasiswa di universitas Nusacendana kupang.

Mahasiswa program study ilmu komunikasi di universitas nusacendana dan alumni festival pemuda 2019 perwakilan NTT.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Contoh Proposal Penelitian tentang Cyberbullying

25 April 2020   02:52 Diperbarui: 27 April 2020   00:22 3000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat, skripsi Cinca Patria mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul, Upaya Guru PAI dalam Menanggulangi Dampak negatif Jejaring Sosial Facebook terhadap Akhlak Siswi Kelas XI di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta. Hasil penelitian skripsi ini menunjukkan ada banyak dampak negatif facebook terhadap akhlak siswi kelas XI di SMA Muhammadiyah, upaya yang dapat dilakukan yaitu upaya preventif yaitu seperti menasihati siswi dan kuratif. Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian ini memiliki beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian di atas yaitu:
1. Penelitian ini lebih berfokus pada komunikasi yang mengandung unsur ujaran kebencian pada grup veki lerik sehingga  lebih sulit untuk dideteksi karena hanya terjadi di dunia maya sedangkan bullying pada umumnya dapat dilihat dan mudah dideteksi oleh orang-orang di sekitarnya.
2. Pada penelitian ini ditujukan untuk mengungkapkan Motif apa yang membuat seseorang melakukan  cyberbullying ini di grup facebook veki lerik. Penelitian ini berusaha untuk mottif yang menyebabkan seseorang melakukan  cyberbullying sehingga dapat melengkapi informasi pada beberapa hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya.

2.2.1. LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN MEDIA SOSIAL
Media sosial (sering disalahtuliskan sebagai sosial media) adalah sebuah media daring, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan (dunia virtual. Blog, jejaring sosial, dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Media sosial merupakan sebuah media berbasis kecanggihan teknologi yang diklasifikasikan dari berbagai bentuk, seperti majalah, forum internet, weblog, blog sosial, microblogging, wiki, siniar, foto atau gambar, video, peringkat dan bookmark sosial.
Akses terhadap media telah menjadi salah satu kebutuhan primer dari setiap orang. Itu dikarenakan adanya kebutuhan akan informasi, hiburan,  pendidikan dan akses pengetahuan dari belahan bumi manapun. Kemajuan teknologi serta semakin canggihnya perangkat-perangkat yang diproduksi oleh industry seperti menghadirkan dunia dalam genggaman. Istilah ini sejajar dengan apa yang diutarakan oleh Thomas L. Friedman (2007) sebagai the world is flat bahwa dunia semakin rata dan setiap orang bisa mengakses apapun dari sumber manapun. Sebagaimana diulas Richard Hunter (2002) dengan world without secrets bahwa kehadiran media baru menjadikan informasi sebagai sesuatu yang mudah dicari dan terbuka. Media terdahulu seperti cetak,siar dan media tradisional lainnya seolah mendapatkan pesaing baru dalam mendistribusikan informasi ataupun berita. Jika selama ini institusi media sebagai lembaga yang mendominasi pemberitaan, kehadiran internet dan media sosial memberikan keleluasaan bagi khalayak untuk ikut dalam berkompetisi menyebarkan informasi atau peristiwa yang terjadi di sekitar mereka. Institusi media bisa saja menyembunyikan peristiwa, namun sebaliknya melalui internet khalayak mendapatkan peristiwa tersebut melalui khalayak lain. Fungsi fungsi media sebagaimana selama ini didapat dari media tradisional, juga telah bertambah bisa didapat dari internet. Misalnya, media televisi menyediakan progam yang bertujuan membuat penonton terhibur. Kehadiran Youtube memberikan alternative pilihan untuk menyaksikan tayangan audio-visual yang bersaing dengan progam televisi tersebut. Tidak hanya itu, media di zaman millennial ini dengan waktu yang disediakan, sumber yang tanpa batas, serta bisa diakses kapan dan dimana saja, menyebabkan kehadiran internet dan media-media di dalamnya, seperti media sosial (social media), menjadi lebih mendominasi.
Riset yang dipublikasikan oleh Crowdtap, Ipsos MediaCT, dan The Wall Street Journal pada 2014 yang melibatkan 839 responden dari usia 16 hingga 36 tahun menunjukkan bahwa jumlah waktu yang dihabiskam khalayak untuk mengakses internet dan media sosial jauh lebih banyak dibandingkan mengakses media internasional. Tak mengherankan kehadiran media sosial menjadi fenomenal mulai dari Instagram, Twitter, Youtube, Facebook hingga path adalah beberapa jenis media sosial yang diminati oleh banyak khalayak. Bahkan ada sebuah fakta yang mengatakan bahwa pengguna media sosial jauh lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk disuatu Negara tepatnya Islandia.
Media sosial tersebut tidak hanya digunakan untuk mendistribusikan informasi yang bisa dikreasikan oleh pemilik akun (users) itu sendiri, tetapi juga memiliki dasar sebagai portal untuk membuat jaringan pertemanan secara virtual dan medium untuk berbagi data, seperti audio dan video. Namun apa itu sebenarnya media sosial dan apa makna dibalik kata sosial dalam media sosial.Tentu tidak mudah membuat definisi tentang media sosial berdasarkan perangkat teknologi semata.
Diperlukan beberapa pendekatan dari teori-teori sosial untuk memperjelas apa yang membedakan antara media sosial dan media lainnya di internet sebelum pada kesimpulan apa yang dimaksud dengan media sosial dan juga diperlukan pembahasan khusus untuk mencari hubungan antara media dan masyarakat. Untuk menjelaskan hal ini, fuchs mengawalinya dengan perkembangan kata Web
 2.0. Web 2.0 merujuk dari media imternet yang tidak lagi sekadar penghubung antara individu dengan perangkat (teknologi dan jaringan) komputer yang selama ini ada dan terjadi dalam Web 1.0 tetapi telah melibatkan individu untuk mempublikasikan secara bersama, saling mengolah dan melengkapi data, web sebagai platform atau program yang bisa dikembangkan sampai pada pengguna dengan jaringan dan alur yang sangat panjang (the long tail).maupun Marx, dapat disimpulkan bahwa media sosial bisa dilihat dari perkembangan bagaimana hubungan individu dengan perangkat media. Karakteristik kerja komputer dalam Web 1.0 berdasarkan pengenalan individu dengan individu lain (human coginiton) yang berada dalam sebuah sistem jaringan, sedangkan Web 2.0 berdasarkan bagaimana individu berkomunikasi (human communication) dalam jaringan antarindividu, dan yang terakhir dalam Web 3.0 karakteristik teknologi dan relasi yang terjadi terlihat dari bagaimana manusia (users) bekerja sama (human co-operation). Berikut ini adalah definisi media sosial yang berasal dari berbagai literature penelitian (Fuchs, 2014:35-36):
1. Menurut Mandibergh (2012), media sosial adalah media yang mewadahi kerja sama diantara pengguna yang menghasilkan konten.
2. Menurut Shirky (2008), media sosial dan perangkat lunak sosial merupakan alat untuk meningkatkan kemampuan pengguna untuk berbagi dan bekerja sama diantara pengguna dan melakukan tindakan secara kolektif yang semuanya berada di luar kerangka institusional maupun organisasi.
3 . Menurut Van Dijk (2013), media sosial adalah platform media yang memfokuskan kepada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka dalam beraktifitas maupun berkolaborasi. Karena itu, media sosial dapat dilihat sebagai medium (fasilitator) online yang menguatkan hubungan antarpengguna sekaligus sebagai sebuah ikatan sosial.Dari berbagai definisi diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa media sosial adalah medium internet yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi, berbagi dan mempresentasikan dirinya melalui konten-konten sekaligus menguatkan hubungan antarsesama pengguna. Media sosial memilikibeberapa karakteristik, yaitu:
 Jaringan
 Informasi
 Arsip Interaksi
 Simulasi sosial
 Konten oleh pengguna
 Dari karakteristik diatas dapat kita lihat bahwa media sosial tersebut selalu berhubungan dengan jaringan internet, walaupun jaringan sosial di media sosial terbentuk melalui perangkat teknologi, internet tidak sekedar alat (tools), internet juga memberikan kontribusi terhadap munculnya ikatan sosial di internet, nilai nilai dalam masyarakat virtual, sampai pada struktur sosial secara online. Tak mengherankan jika Manuel Castells (Fuchs, 2014:78-79) mengatakan bahwa The Network is the Message, and the internet is the messenger. Ketika berbicara masalah struktur sosial, tidak bisa dilepaskan dari kekuatan atau kekuasaan. Kekuatan terbagi menjadi kekuatan ekonomi, kekuatan politik, dan kekuatan budaya. Dari 3 kekuatan inilah upaya dalam menyebarkan konten, baik milik sendiri maupun orang lain atau berasal dari sumber lainnya menjadi semacam kebiasaan digital baru bagi pengguna media sosial. Praktisnya ada semacam kesadaran bahwa konten yang disebar itu patut atau layak diketahui oleh pengguna lain dengan harapan ada konsekuensi yang muncul seperti aspek hukum, politik, edukasi masyarakat maupun perbincangan sosial. Banyak kasus yang dapat dijadikan contoh bagaimana kekuatan penyebaran konten di media sosial ini memiliki konsekuensi tidak hanya di dunia maya tapi di dunia nyata.
B. Cyber bullyng.
Perundungan atau yang lebih dikenal dengan istilah bullying merupakan tindakan negatif yang dilakukan oleh orang lain secara terus menerus atauberulang. Tindakan ini kerap kali menyebabkan korban tidak berdaya, terluka secara fisik maupun mental (Rigby, 2005:27). Dalam aspek etimologi, bully atau dalam bahasa Indonesia kerap dipergunakan dengan kata rundung yang bermakna menggangu, mengusik terus-menerus menyusahkan. Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa perundungan terjadi pada fisik, namun bentuknya semakin melebar juga pada verbal dan atau psikologi (Cowie & Jennifer, 2008:2-3) dan terjadi di dunia nyata (offline) maupun dunia virtual (online).
Dalam sebuah penelitian mengenai Cyberbullying and Self Esteem mengemukakan bahwa para remaja yang melakukan cyberbullying adalah remaja yang mempunyai kepribadian otoriter dan kebutuhan yang kuat untuk menguasai dan mengontrol orang lain (Pachin & Hinduja, 2010). Di dunia siber, perundungan siber atau cyber-bullying dijelaskan sebagai tindakan perundungan yang terjadi dan memakai medium siber. Selain cyberbullying, ada istilah lain yang juga bisa digunakan untuk menggambarkan perundungan siber ini, yaitu online social cruetly atau electronic bullying (Kowalski, 2012:42). Istilah perundungan siber pertama kali digunakan bisa ditarik referensi akademisnya melalui dua nama, yakni Bill Belsey atau Nancy Willard. Menurut Belsey (Nasrullah, 2015:188) perundungan siber adalah kesengajaan, perulangan perilaku, maupun kebiasaan negatif dengan menggunakan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti email, pesan instan atau situs personal oleh individu maupun kelompok dengan maksud menyakiti orang lain. Sementara Willard, Direktur Center for Safe and Responsible Internet Use di Amerika, mendefinisikan perundungan siber sebagai perbuatan fitnah, penghinaan, diskriminasi, pengungkapan informasi atau konten yang bersifat privasi dengan maksud mempermalukan atau juga bisa dimaknai dengan komentar yang menghina, menyinggung secara vulgar (Nasrullah, 2015:189). Definisi perundungan yang menyatakan bahwa perundungan siber merupakan tindakan agresif yang dilakukan secara sengaja, baik oleh sekelompok orang maupun individu yang menggunakan media atau kontak elektronik secara berulang dan dalam waktu tertentu terhadap korban yang tidak bisa (lemah) dalam mempertahankan dirinya.
Terminologi cyber-bullying juga dapat diakses melalui laman Wikipedia Laman ini menyatakan bahwa : Cyber-bullying adalah segala bentuk kekerasan yang dialami anak atau remaja dan dilakukan teman seusia mereka melalui dunia cyber atau internet. Cyberbullying adalah kejadian manakala seorang anak atau remaja diejek,dihina, diintimidasi, atau dipermalukan oleh anak atau remaja lain melalui media internet, teknologi digital, atau telepon seluler (Wikipedia).Dari beragam terminology perundungan siber yang telah dipaparkan, dapat didefinisikan bahwa perundungan siber sebagai penghinaan, kekerasan psikis, atau intimidasi yang dilakukan seseorang, kelompok, atau institusi melalui perangkat teknologi dan informasi di media siber terhadap orang,kelompok, atau institusi lain. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk mempermalukan, mengintimidasi, menyebar keburukan dan kebencian di media siber, baik ditujukan secara khusus kepada korban maupun dengan cara diketahui public. Pada intinya, perundungan siber bisa disebut sebagai terror sosial melalui teknologi (Kowalski, 2012:41).  Definisi tersebut jelas menegaskan bahwa perundungan tidak hanya dilakukan oleh perorangan, namun bisa jadi dilakukan oleh institusi, baik resmi atau tidak. Selain itu, perundungan siber juga bisa dilakukan secara langsung maupun tidak, langsung yang dimaksud bahwa media yang digunakan hanya bisa diakses oleh korban maupun pelaku sedangkan yang tidak langsung menandakan bahwa media yang digunakan bisa milik korban, milik pelaku, milik korban yang diretas oleh pelaku atau bukan milik keduanya. Fasilitas di media siber memungkinkan siapapun untuk mengakses akun media sosial, misalnya milik orang lain atau menggunakan akun anonym untuk membuat akun media sosial baru. Dibandingkan di dunia nyata, perundungan di dunia online menjadi mudah dilakukan dan apat dikategorikan aman. Perundungan media siber bisa dilakukan oleh identitas yang disembunyikan, artinya perangkat media siber memungkinkan seseorang untuk membangun identitas lain (anonymous) atau realitas diri palsu sehingga pengguna lain tidak mengetahui siapa atau identitas sebenarnya (Nasrullah, 2015).
Menurut Willard (Nasrullah, 2015:50) menyebutkan macam-macam jenis cyber bullying sebagai berikut:
 Flaming (terbakar): yaitu mengirimkan pesan teks yang isinya merupakan kata-kata yang penuh amarah dan frontal. Istilah flame ini pun merujuk pada kata-kata di pesan yang berapi-api.
 Harassment (gangguan): pesan-pesan yang berisi gangguan yang menggunakan email, sms, maupun pesan teks di jejaring sosial dilakukan secara terus menerus
 Denigration (pencemaran nama baik): yaitu proses mengumbar keburukan seseorang di internet dengan maksud merusak reputasi dan nama baik orang tersebut
 Impersonation (peniruan): berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan pesan-pesan atau status yang tidak baik
 Outing: menyebarkan rahasia orang lain, atau foto-foto pribadi orang lain
 Trickery (tipu daya): membujuk seseorang dengan tipu daya agar mendapatkan rahasia atau foto pribadi orang tersebut
 Exclusion (pengeluaran) : secara sengaja dan kejam mengeluarkan seseorang dari grup online.
 Cyberstalking: mengganggu dan mencemarkan nama baik seseorang secara intens sehingga membuat ketakutan besar pada orang tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa media sosial tidak hanya sebagai media dalam bersosialisasi di internet, tetapi juga memiliki aturan-aturan yang mengikat penggunanya. Beberapa kasus khususnya di Indonesia pernah terjadi terkait aspek hukum di media sosial. Kejahatan siber dalam penerapannya telah menetapkan undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Misalnya, ditemukan tindakan yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku,agama,ras dan antargolongan (SARA) dapat dikenakan hukuman sesuai dengan pasal 45 ayat 2 yang berbunyi, Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
C. Hate Speech
Pasca rezim otoritarian orde baru tumbang tahun 1998 telah menghasilkan kehidupan politik Indonesia yang semakin bebas dan terbuka. Hal ini menjadi capaian penting dimana kebebasan dan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai tolak ukur dari berjalan baiknya sebuah demokrasi bisa dikatakan relatif telah berkembang positif dan maju. Kondisi itu antara lain ditandai oleh ruang partisipasi partai politik oleh warga Negara semakin terbuka dan lebar, dan kebebasan berekspresi yang merupakan salah satu landasan penting dalam kepolitikan yang demokratis juga telah dibuka seluas-luasnya. Dalam konteks keterbukaan dan kebebasan ini, setiap orang saat ini memiliki ruang kebebasan yang besar dan luas untuk mengekspresikan berbagai ide dari gagasannya di ruang public melalui beragam media. Meski demikian perkembangan ini dalam kenyataannya menjadi tantangan dan memunculkan persoalan bagi demokrasi itu sendiri. Karena tidak semua orang yang menggunakan ruang kebebasan memiliki kelengkapan sikap kewarganegaraan untuk saling menghormati dan menghargai kebebasan dan perbedaan.
 Dalam praktik nyatanya, kebebasan digunakan sebagai alat untuk menyerang hak asasi dan kebebasan orang lain bukan digunakan untuk memberikan pandangan dan hal-hal positif yang sifatnya memajukan bangsa itu sendiri. Hal inilah yang membentuk adanya penebaran ujaran kebencian (hate speech) di ruang public baik di kehidupan nyata maupun yang paling sering kita lihat di media-media khususnya media sosial yang ditujukan untuk menyerang individu atau komunitas terutama dari kaum minoritas.Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, fenomena penebaran ujaran kebencian juga semakin kompleks, tidak hanya dalam konteks pelaku dan yang dia gunakan tapi juga pada tingkat daya rusaknya.
Dalam konteks kekinian, ekspresi-ekspresi kebencian tidak lagi hanya dimanfestasikan melalui ceramah ataupun pidato dalam kegiatan seremoni keagamaan seperti di ruang fisik terbuka, melainkan juga memanfaatkan internet terutama media-media sosial untuk menyebarkan kepada khalayak luas. Hate speech sebagai perwujudan dari sikap-sikap intoleransi telah mendorong terjadinya defisit dalam isu-isu demokrasi dan HAM. Pada sejumlah kasus, seperti hate crime (kejahatan bermotif kebencian), diskriminasi, dan kekerasan atas nama keagamaan terbukti awalnya dimulai oleh hasutan-hasutan kebencian. Terlepas dari bentuk media yang digunakan, hate speech jelas menimbulkan persoalan bukan hanya bagi korban hate speech tersebut dan juga mengancam kehidupan sosial dan yang paling mungkin untuk timbul persoalan mengenai penolakan atas perbedaan dan sering menjadi tindak kekerasan bagi kaum minoritas.
Melihat dampak yang ditimbulkan oleh tindakan ini, penangan masalah penebaran kebencian di ruang publik menjadi penting dimana pemerintah dituntut secara optimal menangkal dan menindaknya. Meski demikian, dinamika penanganan isu ini dalam realitanya seringkali memunculkan dilema terutama dikaitkan dengan isu kebebasan berekspresi tetap terlindungi. Pada titik ini, upaya menangkal dan menindak penebaran kebencian tanpa mengancam kebebasan berekspresi menjadi tantangan. Lebih lanjut, pada tingkat peraturan perundangundangan Indonesia sebenarnya telah memiliki sejumlah legislasi yang mengatur tentang larangan bagi setiap orang untuk melakukan hate speech di ruang public. Pengaturan tentang masalah ini tersebar dalam sejumlah peraturan perundangundangan yang antara lain Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dan Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). Namun demikian, kontruksi aturan yang tampaknya bukan hanya tidak memadai tetapi juga banyak dinilai bermasalah sehingga implementasinya berpotensi mengancam kebebasan berekspresi. Isu hate speech yang sering dirujuk dalam bahasa Indonesia sebagai syiar,ujaran kebencian menjadi salah satu isu HAM yang paling diperdebatkan dan sekaligus menjadi salah satu yang dianggap paling penting baik dalam konteks internasional maupun nasional.
Konteks hate speech dalam ranah internasional menjadi penting karena adanya beberapa gejala. Pertama, adanya gejala intoleransi yang berujung pada serangan atau diskriminasi terhadap kelompok minoritas, baik itu agama (Islamophobia dan anti-semitisme di dunia barat, juga terhadap penganut agama-agama lain di negeri-negeri Islam), etnik atau ras, atau juga kepada kelompok LGBT. Isu hate speech tidak hanya bisa diproduksi dalam suatu Negara otoriter namun juga bisa masuk kedalam sistem Negara yang demokratik. Kedua, hate speech menjadi salah satu instrument yang efektif dari para politisi,pemuka agama, atau tokoh masyarakat lainnya untuk memperkuat posisi dan daya tawar mereka terhadap struktur Negara. Perluasan dan semakin banyaknya jenis media juga bisa dimanfaatkan sebagai medium hate speech yang efektif dan ekstensif, yang selalu dapat bertahan dari kemampuan sensor Negara. Ketiga, adanya celah normatif dalam kerangka legal di banyak Negara dalam mendefinisikan apa itu hate speech, termasuk yang berasal dari instrumentinstrument HAM internasional atau regional. Keempat, membuat suatu batasan normatif yang ketat oleh Negara terhadap hate speech bisa punya dampak negatif dengan menderogasi kebebasan berekspresi yang menjadi satu modal promosi dan perlindungan HAM (John K. Roth, 2005:624).
Menangkal hate speech lewat suatu pembatasan normatif yang semena-mena bisa bisa membuka pintu bagi pemberangusan kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam suatu masyarakat  atau disalahgunakan penguasa atau pemerintah untuk merepsesi oposisi politik atau kritik politik yang sebenarnya esensisal dalam suatu masyarakat demokratik. Hate speech merupakan persoalan kompleks yang dihadapi oleh banyak Negara di dunia termasuk Indonesia. Bahkan di Negara-negara yang sistem  demokrasinya telah maju sekalipun mereka juga menghadapi fenomena ini dan dalam konteks ini sejumlah studi juga telah menelaah fenomena ini. Berikut adalah beberapa pengertian mengenai hate speech:
 Menurut John K. Roth, Hate speech sebagai tindakan kejahatan dan ucapan yang menyinggung dan diarahkan kepada individu karena ras, etnis, agama orientasi seksual afiliasi lain.
 The council of Europes Committee of Ministers mendifinisikan hate speech sebagai semua bentuk ekspresi yang menyebarkan, menghasut, mempromosikan, menjastifikasi kebencian rasial, xenophobia, antiSemitisme, atau semua bentuk kebencian yang didasarkan atas intoleransi, mencakup: intoleransi yang ekspresikan oleh nasionalisme dan etnosentrisme agresif, diskriminasi dan permusuhan terhadap minoritas, migran, dan orang keturunan imigran.
 Menurut Anne weber, Hate speech mencakup komentar yang selalu diarahkan dan ditujukan pada orang dan kelompok tertentu.
 European case-law mendefinisikan hate speech sebagai semua bentuk menyebarkan, menghasut, mempromosikan, menjastifikasi kebencian yang berdasarkan intoleransi (mencakup intoleransi keagamaan).
 Menurut Margaret brown- sica dan Jeffrey beall menyebutkan hate speech mewujud dalam banyak tindakan, seperti menghina,menyakiti atau merendahkan kelompok minoritas tertentu dengan berbagai macam sebab, baik berdasarkan ras, gender, etnis, kecacatan, kebangsaan, agama, orientasi seksual, atau karateristik lain.
 Menurut Kent Greenawalt, Hate speech adalah penghinaan dan julukan personal yang sangat kasar yang ditujukan terhadap agama, etnis, gender atau preferensi seksual yang dapat menimbulkan masalah serius bagi teori dan praktik demokrasi.
 Dari pengertian diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa hate speech adalah hasutan kebencian rasial dalam kata lain, kebencian yang ditujukan pada seseorang atau kelompok orang atas dasar ras.Terkait dengan dampak yang ditimbulkan hate speech, Greenawalt (1995) berpendapat bahwa kata-kata sangat mudah digunakan untuk memprovokasi sehingga menimbulkan kegiatan kriminal biasanya diucapkan oleh orang yang sudah siap berkelahi.
 Perempuan, anak-anak, dan orang orang tua lebih berpotensi mendapat kata-kata pelecehan yang berasal dari remaja. Greenawalt membedakan bahaya kata-kata provokatif atau cenderung mengakibatkan kriminal. Ada kecendrungan kata-kata provokatif yang tidak terlalu membahayakan dan sangat membahayakan sehingga dapat dikenakan sanksi hukum. Hate speech di zaman sekarang ini, tidak terlepas dari hate speech yang ditujukan oleh suatu kelompok ke kelompok lainnya. Apabila kelompok yang lebih dominan mengutarakan kata-kata provokatif ataupun julukan pada kelompok yang tidak dominan dan kelompok tersebut merasa tertindas maka ketidakpercayaan diri kelompok itu akan semakin besar dan begitupula rasa takutnya. Dalam jangka panjang, kelompok dominan akan merasa lebih kuat dan kelompok tertindas akan merasa tertekan. Selain itu, julukan dan penghinaan yang mencerminkan stereotype dari agama, etnis kelompok, agama, preferensi seksual, dan gender dapat menimbulkan sikap kebencian dan permusuhan serta menyebabkan kerusakan psikologis.Ketika apa yang diucapkan menyebabkan kepanikan, pelanggaran perdamaian, mengajak untuk berbuat kejahatan atau memberontak, berbagai macam kepentingan personal ataupun sosial yang dapat menyebabkan bahaya yang serius dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal.
Menurut Freinberg, terdapat beberapa alas an pernyataan seseorang dapat menjadikan seseorang dipidanakan, yaitu: pertama, ketika pembicara mengucapkan hasutan-hasutan yang sengaja atau tidak disengaja yang menyebabkan kerugian atau bahaya bagi orang lain. Kedua, seseorang memiliki niat untuk menghina dan menyinggung atau menimbulkan kekacauan karena ucapannya, meskipun tidak ada yang merasa tersinggung atau terhina dan tidak terjadi kekacauan.Lebih lanjut hate speech sangat terkait dengan konsep kebebasan berbicara (free speech). Free speech adalah hak asasi fundamental, barang instrinsik, dan dasar demokrasi liberal. Kebebasan berbicara memungkinkan seseorang atau kelompok untuk menjelekkan kelompok atau orang lain. Nicholas wolfsonmenyatakan bahwa hate speech dikritik karena ia tidak memiliki elemen yang menjamin perlindungan konstitusional. Hate speech selalu ditentangkan dengan free speech terutama di Negara-negara demokrasi. Free speech diyakini akan menghasilkan sesuatu yang penting seperti kebenaran, pengetahuan, masyarakat yang stabil, sementara pembatasan dalam berbicara akan menyebabkan kerugian yang besar. Free speech memiliki prinsip dasar untuk mencari kebenaran namun terdapat argument bahwa tujuan free speech juga berbarengan dengan kekeliruan. Freedom of speech dalam beberapa situasi juga dapat menjadi ancaman bagi hak untuk menghormati privasi orang lain dan beresiko memunculkan konflik. Rasisme, kebencian terhadap agama, homophobia, seksisme dan kebencian etnis yang mengglobal merupakan bentuk dari propaganda kebencian. Menurut Kathleen Mahoney, Globalisasi kebencian mencakup aktifitas teroris dan usaha untuk merekrut personil, serta perluasan kelompok sasaran dan target spesifik dari pembela HAM yang menentang tujuan mereka. Mudahnya akses komunikasi menjadi tantangan baru untuk masyarakat global karena propaganda kebencian semakin mudah untuk disiarkan. Hate speech mempromosikan kebencian terhadap individu yang merupakan anggota kelompok tertentu dan perlakuan yang diskriminatif.
D. New Media
Dengan perkembangan teknologi komunikasi yang terus berkembang, mendorong munculnya media yang berbasis online dan didukung dengan saranan yang memadahai ini menjadi awal dari muncul karakteristik media baru seperi digital. Dalam digital, semua input data diubah ke dalam bentuk angka-angka. Jika kita masuk kedalam ranah komunikasi, data yang dimaksud adalah tampilan gambar, suara, representasi data yang dimana semua dimasukan atau di input dalam bentuk angka dan diolah menjadi output dalam bentuk online, digital disk, atau memori drive yang kemudian di salurkan ataupun di tampilkan melalui layar lalu diserbar luaskan melalui jaringan telekomunikasi maupun di cetak dalam bentuk hardcopy. Inilah yang menjadi perbedaan mencolok antara media digital dengan analog (Martin Lister, 2009:9). Salah satunya diawali dengan kemunculan media baru (new media).
Teori media baru merupakan teori yang muncul diakibatkan kemunculan media yang memungkinkan manusia untuk berinteraksi tanpa menggunakan media konvensional. Dalam teori media baru terdapat dua pandangan yaitu mengenai pandangan interaksi sosial yang membedakan media menurut kedekatannya dengan interaksi sosial. Media baru (new media) didefenisikan sebagai media yang didalamnya terdiri dari gabungan berbagai elemen yang berarti terdapat konvergensi media di dalamnya, dimana beberapa media dijadikan satu (Lievrouw,2011). Menurut Everett M. Rogers (dalam Abrar, 2003:17-18) merangkum perkembangan media komunikasi ke dalam empat era. Pertama, era komunikasi tulisan, era komunikasi cetak, ketiga, era telekomunikasi, dan keempat, era komunikasi interaktif. Media baru masuk ke salah satu media diatas yaitu pada bagian media interaktif yang dimana pada media baru sudah memunculkan begitu banyaknya cara dalam berkomunikasi dengan orang lain walaupun dengan jarak yang jauh hal inipun didukung oleh Mondry yang mengatakan bahwa media yang menggunakan internet,media online berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan berfungsi secara privat maupun publik (Mondry, 2008:13). McQuail mendefinisikan media baru sebagai tempat dimana seluruh pesan komunikasi terdesentralisasi dan pendistribusian pesan lewat satelit yang meningkatkan penggunaan jaringan dan komputer serta keterlibatan audiens dalam proses komunikasi yang semakin meningkat. Dalam bukunya, McQuail (2011: 156) mengidentifikasikan lima kategori utama media baru yang sama  sama memiliki kesamaan saluran tertentu dan kurang lebih dibedakan berdasarkan jenis penggunaan, konten, dan konteks seperti berikut ini:
1. Media komunikasi antar pribadi (Interpersonal communication media).
Meliputi telepon (yang semakin mobile) dan surat elektronik (terutama untuk pekerjaan, tetapi semakin personal). 2. Media permainan interaktif (Interactive play media). Media ini terutama berbasis komputer dan video game, ditambah peralatan realitas virtual.
3. Media pencarian informasi (information search media). Ini adalah kategori yang luas, tetapi Internet/ WWW merupakan contoh yang paling penting, dianggap sebagai perpustakaan dan sumber data yang ukuran, aktualitas, dan aksesibilitasnya belum pernah ada sebelumnya.
4. Media partisipasi kolektif (collective participatory media). Kategorinya khususnya meliputi penggunaan Internet untuk berbagi dan bertukar informasi, gagasan, dan pengalaman serta untuk mengembangkan hubungan pribadi aktif (yang diperantarai komputer). Situs jejaring sosial termasuk di dalam kelompok ini.
5. Subtisusi media penyiaran (substitution of broadcasting media). Acuan utamanya adalah penggunaan media untuk menerima atau mengunduh konten yang di masa lalu biasanya disiarkan atau disebarkan dengan metode lain yang serupa. Dari penjelasan McQuail diatas, dapat dilihat bahwa new media ini sangat memudahkan pengguna teknologi dalam mengakses hal-hal yang sedang terjadi di belahan dunia manapun. Media baru (new media) sangat berhubungan dengan internet, sehingga di dalam media baru tersebut terdapat beberapa aplikasiaplikasi internet yang digunakan pada jaringan internet untuk mengakses informasi, berbagi pakai dan yang paling penting berkomunikasi. Berikut adalah beberapa aplikasi pendukung media baru (new media) yang digunakan saat berinternet :
 Web Browser
Web browser adalah aplikasi yang digunakan untuk menampilkan halaman web beserta kontennya. Beberapa aplikasi browser yang banyak digunakan antara lain Internet explorer, firefox, chrome dan opera.
  Email client
Email client adalah aolikasi untuk membuka dan mengirim email. Menggunakan aplikasi email client berbeda dengan membuka situs email melalui browser, meskipun memiliki fungsi yang sama. Melalui email client anda bisa mengunduh langsung pesan yang masuk sehingga bisa dibaca langsung tanpa harus tetap terhubung dengan internet (mode offline).
 Chat
Aplikasi yang memungkinkan anda untuk berkomunikasi secara langsung  di internet melalui pesan teks, audio, bahkan secara virtual melalui fasilitas video chat.
 Download manager
Download manager adalah aplikasi yang digunakan untuk mengunduh filedi internet. Mengunduh file menggunakan download manager akan terasa lebih cepat karena aplikasi ini secara otomatis mencari site mirror sebagai sumber download. Proses download pun bisa ditunda menggunakan aplikasi ini dengan mengklik tombol pause.  Dengan adanya penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa media baru (new media) merupakan media yang sangat efisien karena dalam prosesnya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai kepada khalayak yang luas dengan didukung oleh beberapa aplikasi-aplikasi yang sudah sangat canggih. Namun tetap saja media baru tersebut harus didukung dengan koneksi internet barulah media baru dapat difungsikan dengan baik.
E. PENGERTIAN FACEBOOK
Facebook merupakan situs jaringan paling populer di kalangan masyrakat indonesia dan karena memiliki format yang tetap memudahkan bagi para peneliti untuk membandingkan halaman pengguna. Dibuat pada tahun 2004, tahun 2007 Facebook dilaporkan telah lebih dari 21 juta anggota terdaftar menghasilkan 1,6 miliar tampilan halaman setiap hari. Situs ini terintegrasi ke dalam praktek-praktek media harian para penggunanya Para pengguna biasa menghabiskan sekitar 20 menit setiap hari di situs ini, dan dua-pertiga dari pengguna log in paling tidak sekali sehari. Memanfaatkan keberhasilannya di kalangan mahasiswa, Facebook meluncurkan versi SMA pada awal September 2005. Pada tahun 2006, perusahaan memperkenalkan masyarakat untuk organisasi komersial; per November 2006, hampir 22.000 organisasi telah Facebook direktori. Pada tahun 2006, Facebook yang digunakan di Amerika Serikat lebih dari 2.000 perguruan tinggi dan ketujuh situs paling populer di World Wide Web yang berkaitan dengan jumlah tampilan halaman. Sebagian besar penelitian akademis yang ada di Facebook telah difokuskan pada presentasi identitas dan privasi keprihatinan. Melihat jumlah peserta memberikan Facebook informasi tentang diri mereka sendiri, yang relatif terbuka sifat informasi, dan kurangnya kendali pribadi disahkan oleh pengguna, Gross dan Acquisti menyatakan bahwa pengguna dapat menempatkan diri pada risiko baik offline (misalnya , menguntit) dan online (misalnya, mengidentifikasi pencurian). Facebook baru-baru ini penelitian lain meneliti persepsi mahasiswa kehadiran instruktur dan keterbukaan diri, sementara pola pola penggunaan, dan hubungan antara profil struktur dan persahabatan artikulasi.Mengapa Facebook begitu melejit? Mengapa Facebook disukai banyak orang? Seorang pakar teknologi informasi, Dr. Linda M. Gallant, Asisten Profesor dari Emerson College, Boston, mengatakan, Situs internet umumnya menyajikan informasi dan para penjelajahnya hanya menerima apa adanya. Sekarang ini para penjelajah ingin berpartisipasi sebagai pengisi situs dan Facebook memenuhi hasrat itu. Facebook pun kini menjadi situs keempat yang paling sering dikunjungi di dunia.Mengapa Facebook mengejar My Space, situs jaringan sosial terbesar pertama di dunia sebelum April 2008? Keadaan bahkan sudah berubah, Facebook tidak lagi nomor dua sebagaimana ditulis di situs Techcrunch. Situs Mashable (The Social Media Guide) menyatakan, desain Facebook lebih enak dilihat dan dijelajahi serta menawarkan hal-hal yang lebih riil. Sebagai contoh,  Facebook menawarkan orang lain yang kira-kira Anda kenal untuk di-add (ditambahkan) jadi teman Pengaruh informasi tersebut setiap individu berbeda-beda. Bisa berawal dari perbedaan keutuhan informasi, jumlah informasi, terpaan media yang diterima, penerjemahan simbol  simbol yang berbeda, pemahaman, latar belakang, pola pikir hingga sikap. Maka dari itu penulis cukup setuju dengan, Joseph Klapper yang menerbitkan buku The Effect of Massa Communication tahun 1960 yang akhirnya  dirangkum oleh McQuail sebagai berikut:
1. Ada kesepakatan bahwa efek terjadi, efek itu seringkali berbentuk pengetahuan dari sikap dan pendapat yang ada
2. Sudah jelas bahwa efek berbeda-beda tergantung pada prestise atau penilaian terhadap sumber komunikasi.
3. Makin sempurna monopoli komunikasi massa, makin besar kemungkinan perubahan pendapat dapat ditimbulkan pada arah yang dikehendaki.
4. Sejauh mana persoalan dianggap penting oleh khalayak akan memperngaruhi kemungkinan pengaruh media massa.
 5. Pemilihan dan penafsiran isi khalayak dipengaruhi oleh pendapat dan kepentingan yang ada dan oleh norma-norma kelompok. Sudah jelas bahwa struktur hubungan interpersonal pada khalayak mengantarai arus isi komunikasi,membatasi, dan menentukan efek yang terjadi.
Facebook juga  merupakan salah satu layanan jaringan sosial internet yang gratis dimana kita dapat membentuk jaringan dengan mengundang teman kita. Dari jaringan yang kita bentuk, kita dapat memperhatikan aktifitas mereka, mengikuti permainan/ join game yang direkomendasikan, menambahkan teman atau jaringan kita berdasarkan organisasi sekolah, daerah domisili kita, dan bisa dibilang fasilitas untuk berteman serta membina kehidupan sosial. Facebook pun memiliki fitur dan konten yang sangat variatif dan inovatif (termasuk fitur games, survey, aplikasi, dan lainnya). Hal ini pula yang menjadikan Facebook banyak diminati orang sehingga menjadi media jejaring sosial.
Facebook berevolusi setiap tahun demi memberikan layanan terbaik bagi para penggunanya, salah satunya adalah hadirnya layanan grup . Dalam memberikan layanan terbaik facebook menyediakan grup yang mana memberikan kemudahan dalam berjerjaring sosial, seperti grup facebook veki lerik, grup ini dbuat oleh pengguna facebook dengan tujuan utamanya sebagai media pemberi informasi kepada pendukung veki lerik, yang pada saat itu maju dalam pemiluhan calon legislatif propinsi nusa tenggara timur. Awal mulanya grup ini dibuat dengan tujuan politik namun anggota dalam grup sering kali menggunakan grup ini untuk melakukan cyber bullyng atau  ujaran kebencian.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif, yang merupakan metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi.
Metode penelitian ini lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam ( in-depth analysis ), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya.
Tujuan dari metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah. Penelitian kualitatif berfungsi memberikan kategori substantif dan hipotesis penelitian kualitatif.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yang dipakai adalah fenomenologi dengan melakukan wawancara mendalam kepada lima orang informan yang berusia 16-25 tahun dan merupakan pelaku cyberbullying di grup veki lerik. Banyaknya fenomena perilaku cyberbullying dikalangan masyarakat yang mengakibatkan dampak psikologis bagi korban, peneliti ingin meneliti lebih dalam lagi mengenai perilaku cyberbullying dari sudut pandang pelaku yang menggunakan media sebagai pemuas kebutuhannya. Motivasi yang ada merupakan dorongan agar pelaku melakukan perilaku cyberbullying terhadap orang lain. Dilihat dari postingan di grup veki lerik oleh pelaku yang lebih mengarah kepada motif dalam berperilaku cyberbullying telah menciptakan fenomena yang unik.
3.2  METODE PENELITIAN

Metode yang dipakai adalah metode Analisis Media Siber yang merupakan salah satu riset tentang khalayak pada media siber yang tidak saja pada media tetapi juga entitas (teknologi) media tersebut dalam relasi atau komunikasi khalayak itu sendiri di dunia virtual (melihat teknologi media dan manusia/penggunanya). Segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pokok Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan oleh Dewan Pers.  Isi dari media siber adalah segala yang dibuat atau dipublikasikan oleh penggunanya antara lain artikel, gambar, komentar, suara, video, dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media cyber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.

3.3  SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian ini yang pertama adalah admin grup veki lerik.
Subjek kedua adalah para anggota grup veki lerik yang suka memposting atau menggomentari dengan pilihan kata yang bersifat bullyng atau ujaran kebencian (hate speech) di grup veki lerik.

3.4  TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data penelitian ini yaitu, Dokumentasi. Kriyantono (2006: 120) mengatakan, dokumentasi adalah instrumen pengumpulan data yang sering digunakan dalam berbagai metode pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dokumentasi menjadi metode pengumpulan data utama yang digunakan.
Selanjutnya, peneliti mendokumentasikan data penelitian berupa tangkapan layar (screenshoot) terkait cyberbullying yang disuguhkan oleh anggota grup veki lerik.

3.5  TEKNIK ANALISA DATA
Analisis Media Siber (AMS) merupakan perpaduan dan sekaligus menjadi panduan untuk proses analisis netnografi (atau etnografi yang bertempat di lokasi virtual). Metode AMS mengkolaborasikan sisi offline dan online dalam proses penelitian. Setiap level analisis dalam AMS akan memberikan bagaimana kondisi komunitas virtual yang ada di internet.

Pada AMS, dua unit analisis ini dapat disederhanakan dalam teks dan konteks. Di level mikro peneliti akan menguraikan bagaimana perangkat internet, tautan yang ada hingga hal-hal lain yang bisa dilihat di permukaan. Sementara di level makro, peneliti melihat konteks yang ada danmenyebabkan teks itu muncul serta alasan yang mendorong kemunculan teks tersebut.

3.6  LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini akan dilakukan secara daring/virtual dengan mengakses data-data
media sosial dari tiap subyek penelitian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun