Konstitusi adalah kumpulan peraturan yang mengatur ketatanegaraan suatu negara, termasuk struktur dan fungsi lembaga pemerintah. Konstitusi juga mengatur hubungan kerja sama antara negara dan rakyat. Konstitusi merupakan aturan dasar yang mengikat bagi setiap warga negara. Konstitusi dapat berupa konstitusi tertulis atau konstitusi tidak tertulis. Contoh konstitusi tertulis di Indonesia adalah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945)
Suatu negara tidak luput dengan suatu masalah yang muncul dalam hal konstitusi terutamanya, karana konstitusi akan berubah seakan perkembangan zaman. Dalam hal konstitusi di Indonesia, perihal undang-undang dalam penerapanya masih banyak yang kurang terlaksana, karena kurangnya kesadaran para pemerintah, penjabat, dan masyarakat. Permasalahn konstitusi Indonesia banyak merugikan Masyarakat, yang bermungkinan kepercayaan ke pemerintah berkurang.
Media sosial telah menjadi salah satu arena utama untuk berdiskusi mengenai isu-isu konstitusi di Indonesia. Karena media sosial telah mudah di akses di berbagai kalangan. Sejumlah masalah konstitusi yang mengemuka belakangan ini tidak hanya menarik perhatian para akademisi dan politisi, tetapi juga masyarakat luas.
Dengan begitu cepatnya penyebaran informasi ke Masyarakat. Dalam beberapa waktu terakhir, isu konstitusi di media sosial semakin mengemuka, mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai kebijakan dan regulasi yang dianggap tidak berpihak, karena setiap perkara hanya condong untuk melindungi penjabat penjabat pemerintah, sehingga kepercayaannya sangat minim.
Media sosial berperan penting dalam menyebarkan informasi, tetapi juga dapat memperparah polarisasi. Oleh karena itu, edukasi konstitusi dan peningkatan kesadaran hukum sangat diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam menjaga dan mengawasi penerapan konstitusi dengan cara yang tepat dan bijaksana. Berbagai topik, mulai dari amandemen UUD 1945 hingga lembaga-lembaga negara, menciptakan gelombang perdebatan yang menggugah kesadaran politik masyarakat. Melalui opini ini, kita akan menggali lebih dalam beberapa problematika konstitusi yang ramai diperbincangkan di media sosial.\
Isu amandemen UUD 1945
Isu amandemen kelima yang hendak dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terhadap UUD 1945 telah menciptakan polemik dalam ranah politik-hukum Indonesia. Wacana perubahan pasal-pasal dalam UUD 1945 ini menekankan pada upaya restorasi kelembagaan dan kewenangan MPR, seiringan dengan menguatnya urgensi politik mengembalikan penyusunan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) oleh elit politik.
Namun, narasi amandemen ini teralihkan oleh narasi amandemen terbatas UUD 1945 kontroversial terkait penambahan masa jabatan Presiden menjadi tiga periode. Lantas, dalam tulisan ini, D. Nicky Fahrizal mengukur dan meninjau seberapa besar amandemen akan dilakukan oleh anggota MPR periode 2019-2024 serta dampaknya dalam mencegah terjadinya kegagalan konstitusional negara.
Sebagai representasi dari prinsip kedaulatan rakyat, maka seharusnya MPR kembali memiliki kewenangan subjektif superlatif. Sehingga dengan kewenangan tersebut dapat mengambil keputusan atau penetapan-penetapan yang bersifat regeling guna mengatasi dampak dari suatu keadaan kahar fiskal maupun kahar politik yang tidak dapat diantisipasi dan tidak bisa dikendalikan secara wajar,
Amandemen terbatas UUD 1945 dikhawatirkan dapat menjadi pintu masuk dan bola liar bagi kepentingan politik pragmatis elitis untuk mengubah berbagai pasal dalam UUD 1945 yang tidak hanya terbatas pada masalah PPHN tetapi juga isu lainnya, yang jelas-jelas menghianati amanah reformasi.
MPR juga perlu terus mendorong terciptanya suasana kebangsaan yang kondusif dan tidak lelah untuk terus berdialektika menyamakan persepsi bangsa akan pentingnya bangsa yang besar ini kembali memiliki GBHN model baru atau PPHN melalui jalan amandemen terbatas UUD NRI 1945. Jika semua prasyarat formil dan non-formil tersebut sudah terpenuhi, maka di situlah momentum yang tepat bagi MPR melakukan langkah formil kenegaraan amandemen terbatas UUD NRI 1945 untuk menghadirkan kembali haluan negara dan haluan pembangunan nasional bangsa Indonesia demi kesinambungan dan kepastian masa depan bangsa dan negara Indonesia Raya tercinta.
Amandemen dilakukan dengan alasan bahwa UUD 1945 pada dasarnya memang di desain sebagai Konstitusi yang bersifat statis. Disamping itu, UUD 1945 saat ini dirasa perlu dilakukan perubahan yang disesuaikan dengan perkembangan ketatanegaraan nasional.
Dalam negara demokrasi, semua kehendak ada di tangan rakyat. MPR sebagai representasi rakyat memiliki tugas menyerap dan menampung aspirasi rakyat. Tetapi, banyak juga hilangnya kepercayaan Masyarakat, dikarenakan penilaian saat pengambilan Keputusan yang tidak memikirkan rakyat, jadi banyak juga Keputusan yang selalu condong ke atas.
Pandangann Masyarakat terhadap MK.
MK adalah singkatan dari Mahkamah Konstitusi, yaitu lembaga negara yang berwenang menguji dan mengadili aturan yang berkaitan dengan undang-undang. MK merupakan salah satu lembaga tinggi negara yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan kekuasaan di Indonesia. Yang memiliki fungsi menjaga keseimbangan kekuasaan, melindungi hak asasi manusia, dan menegakkan hukum dan keadilan. MK mempunyai wewenwg menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan perselisihan hasil pemilihan umum.
Hakim MK harus memenuhi persyaratan khusus sesuai konstitusi. Lembaga ini memiliki 9 orang hakim yaitu 3 orang diajukan oleh DPR, 3 orang yang diajukan oleh Presiden dan 3 orang yang pengajuannya oleh Mahkamah Agung. Presiden menetapkan langsung hakim-hakim tersebut.
Salah satu persyaratan hakim adalah memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, siap bersikap adil, serta teruji sebagai negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Hakim MK juga tidak boleh merangkap sebagai pejabat negara. Aturan ini selengkapnya ada dalam peraturan perundang-undangan.
Tingkat kepercayaan publik terhadap kembali pulih setelah Mahkamah Konstitusi para hakim menciptakan sejumlah terobosan dalam menyidangkan sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024. Pulihnya kepercayaan publik ini sekaligus menunjukkan warga masih mempunyai harapan terhadap lembaga demokrasi tersebut untuk bisa memberikan putusan yang memiliki legitimasi kuat dan menyudahi pro-kontra di masyarakat.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) juga merilis survei terkait tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga negara usai pemilihan umum 2024. Dalam survei ini, tingkat kepercayaan publik ke Mahkamah Konstitusi (MK) naik usai pemilu dan pada masa persidangan sengketa pilpres.
"MK posisinya sudah cukup baik sekarang di posisi keempat setelah TNI, Presiden, dan Kejaksaan Agung," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilis survei virtual, Kamis(18/4/2024).
Survei LSI ini dilakukan pada 7-9 April 2024 terhadap 1.213 responden yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Pemilihan sampel melalui metode random digit dialing (RDD) yakni teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.
MK harus mampu memberi keyakinan kepada publik, seberapa kecil keyakinan di mata publik, bahwa ini adalah ujung yang harus kita terima. Ini tentu tidak mudah. Karena itu, dituntut sikap kenegarawanan dari MK.
Kesimpulan:
Kepercayaan Masyarakat kepada mahkamah konstitusi meningkat dengan kepuasan Masyarakat di saat MK memutuskan hukum saat pilpres. MK mendapat posisi kepercayaan nomer ke 4 setelah kejaksaan agung. Yang sebelumnya menurun kemudian meningkat sangat pesat setelah memutuskan pilprres
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H