Mohon tunggu...
Arya Ramadhan
Arya Ramadhan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya sangat senang menulis dan membaca, saya menemukannya ketika sudah kelas 1 SMA. Saya juga tertarik dengan dunia PERS, Jurnalistik, Wartawan dan sebagainya. Saya juga senang belajar ekonomi,sejarah, psikologi, dan hubungan internasional. Nomor Gopay : 085156640953 (Arya Ramadhan)

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kilometer Nol

15 Maret 2024   13:07 Diperbarui: 15 Maret 2024   13:14 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : https://pin.it/70p0NxLxD

  Apa yang terpikirkan olehmu ketika mendengar kata "kilometer nol"? mungkin terbesit di benakmu tentang jalan tol, titik nol di sesuatu tempat, atau berbagai interpretasi kreatif lainnya. Berbagai perspektif tadi sebetulnya sudah benar, tetapi dalam konteks di  buku bertumbuh dengan judul sub bab kilometer nol karya Novie Ocktaviane M---ada arti berbeda. Disana, ada sebuah insight dan inspirasi yang sarat akan makna kehidupan---di tambah perspektif dari penulis pribadi. Selamat menyelami bacaan teman-teman.

  Mungkin sebagian dari kita pernah mendengar peribahasa, "rumput tetangga terlihat lebih hijau daripada rumput sendiri." Apa maknanya? Intinya istilah tersebut bermakna bahwa kehidupan tetangga lebih enak, bahagia, seru dan lebih lainnya yang membuat dirimu selalu membandingkan hidupmu dengannya. Kata tetangga dalam hal ini bisa berarti tetangga sungguhan atau tetangga jauh---seperti kawan, kerabat, atau bahkan orang asing yang kita mengenal mereka, tetapi mereka tidak mengenal kita.

Tidak usah jauh-jauh membicarakan orang asing di sosial media---dengan segala pencapaian sukses, pengalaman menakjubkan, dan kekayaan berlimpah---yang sering kali berseliweran dalam gadget kita. Pasti orang tuamu pernah membandingkan dirimu dengan anak tetangga, bukan? membandingkan mereka yang sudah memulai start perjalanan sejak lama---dengan dirimu yang baru saja ingin memulainya. Perbandingan seperti itu yang kadang kala membuat pertumbuhan seseorang terhenti---sampai berujung penghakiman diri sendiri bahwa dirinya "anak yang bodoh atau anak gagal". Bayangkan itu hanya satu contoh saja, di luar sana, masih banyak kisah di berbagai dimensi kehidupan lain yang belum  diulik lebih dalam---yang dampaknya dapat berujung fatal seperti bunuh diri akibat stres akut. Semua itu di mulai dari dialog batin seperti, "Mengapa hidup saya tidak seberuntung mereka? mengapa doa-doa saya tidak dikabulkan secepat doa mereka? mengapa saya tidak bisa membahagiakan orang tua layaknya mereka?" dan mengapa-mengapa lainnya.

Tentu, kita tidak menginginkan hal tersebut terjadi secara masif. Oleh karena itu, saya ingin mengajak pembaca untuk merefleksikan satu untaian kata menarik dari Kak Novie, "Guys, you don't see what i see, you don't feel what i feel". Yupss benar sekali, ketika kita melihat dan mulai membandingkan diri kita dengan pencapaian orang lain---sering kali kita lupa bahwa di balik segala macam kesuksesan orang tersebut---terdapat tangis pilu, susah duka, dan kecewa atas kegagalan. Percayalah bahwa semua hal "gak enak" tersebut, jarang sekali di tampakkan di sosial media mereka atau ada kemungkinan lain selain itu--- kemungkinan bahwa dirimu sendirilah yang hanya ingin menggapai apa yang mereka capai tanpa ingin merasakan proses terbentur, terbentur lagi, sampai terbentuk. Dirimu sendirilah yang hanya mau mengangkat sebuah piala tanpa usaha keras dan perjalanan panjang untuk meraihnya. Sadarkah dirimu tentang hal tersebut?

Baiklah. Anggap saja dirimu tidak seperti itu. Anggaplah dirimu adalah pribadi yang tak hanya ingin sukses, tetapi ingin juga menjalani proses. Sekarang saya ingin pembaca untuk menentukan satu hal--- pikirankanlah dengan jernih dan  dengan sudut pandang lebih menyeluruh. Apa hal tersebut? Hal tersebut adalah tujuan hidup. Tidak asing bukan dengan tujuan hidup? Dahulu ketika masih di taman kanak-kanak (TK), kita dengan mudahnya menentukan jalan hidup kita. "Ibuuu, aku mau jadi Dokter, biar bisa menolong orang banyak" "Ibuuuu, saya mau jadi Polisi, agar dapat melawan kejahatan". Masih ingatkah kita tentang momen tersebut? Yupps, hari ini pun kita perlu merancang tujuan hidup kita. Mungkin ketika TK, kita dapat berucap dengan lantang tanpa beban karena belum menyaksikan realita pahit kehidupan, tetapi sekarang kita sudah besar---kita sudah memiliki kepiawaian untuk berpikir lebih matang. Sekarang tentukanlah dahulu tujuan hidupmu. Entah kita mau menjadi A, ingin mengabdi kepada masyarakat, ingin membangun "kerajaan" bisnis, atau semua hal yang ingin diraih. Sekarang, berhenti untuk membaca---pikirkan dan tentukan tujuan hidupmu. Kalaupun tidak bisa sekarang, its okay next time. Terpenting kalian sudah mulai memikirkan tujuan hidupmu. Jangan melanjutkan bacaan di bawah, sebelum kalian mendapatkannya. Silahkan mencari tempat sunyi nan tenang atau waktu yang tepat sesuai kepribadian masing-masing.

                                           ~~~~~~

Bagaimana, sudah dapat? Okay bagus kalau sudah. Aku ingin menganalogikan tujuan yang kamu telah buat seperti perjalanan menuju Jakarta. Sekarang, dirimu berada Medan sebagai kilometer nol. Ingat! Tujuanmu adalah ke Jakarta. Biarkanlah teman-teman sejawatmu yang pergi ke Kuala Lumpur, Singapura, Maluku, dan Papua Barat atau tujuan lainnya. Fokus saja kepada tujuanmu. Kamu bisa melewati rute air maupun udara ke Jakarta---itulah proses yang akan kamu lalui. Kedua rute tersebut punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kalau kamu memilih jalur laut, Kamu harus siap-siap mabuk laut dan menempuh perjalanan yang lebih panjang. Sedangkan kalau Kamu memilih jalur udara, maka Kamu harus siap merogok kocek besar dan siap dengan segala risiko yang ada. Disitu kamu harus memilih dengan mengorbankan pilihan lain dan memperjuangkan pilihanmu. Ketika sedang menjalankan rute pilihanmu, janganlah kamu membandingkan dirimu dengan yang lain! Biarkan mereka pergi ke tujuan mereka masing-masing dan doakan mereka juga---agar selamat dan berhasil di tujuan. Mereka pun pasti akan mendoakanmu, jadi jangan jadikan pertumbuhan orang lain sebagai hal yang perlu dibandingkan, cukup kita mengetahui dan mendoakan. Karena sejatinya kita punya tujuan yang berbeda. Terpenting, kita sedang berada di jalur yang tepat untuk meraih tujuan---soal bagaimana risiko dan tantangan ---itu adalah proses yang harus di lalui. Pesan saya terakhir, tetap semangat menjalani proses dan jangan lupa istirahat ya!

-Syukron Jazilan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun