Mohon tunggu...
Arya Ramadhan
Arya Ramadhan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya sangat senang menulis dan membaca, saya menemukannya ketika sudah kelas 1 SMA. Saya juga tertarik dengan dunia PERS, Jurnalistik, Wartawan dan sebagainya. Saya juga senang belajar ekonomi,sejarah, psikologi, dan hubungan internasional. Nomor Gopay : 085156640953 (Arya Ramadhan)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sudah Dekatkah Perang Dunia Ketiga?

23 Februari 2024   20:31 Diperbarui: 23 Februari 2024   20:35 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Ilustrasi Bom Hiroshima Nagasaki. Sumber : shutterstock via VIVA.co.id


        Si Vis Pacem, Parabellum

 (Jika kau mendambakan perdamaian, maka bersiaplah untuk berperang)

  Adalah peribahasa latin yang mungkin pernah anda dengar, terutama bagi anda yang bermain game mobile legend. Silvana (hero mobile legend) yang selalu mengatakan hal tersebut. Kata tersebut mungkin dianggap angin lalu saja ketika sedang asyik bermain game, tetapi peribahasa tersebut sangat sarat akan makna.
Bilamana kita berkaca pada situasi geopolitik dunia saat ini, peribahasa tersebut membuktikan kebenarannya. Mari kita melihat sejarah terlebih dahulu, perang "akbar" atau yang biasa disebut perang dunia kedua telah lama menghiasi buku-buku sejarah hari ini. Perang tersebut berlangsung dari tahun 1939-1945, telah menakdirkan kekalahan Nazi Jerman dan penyerahan Jepang atas sekutu. Rakyat dunia bersorak riang, karena mereka telah keluar dari sebuah kengerian perang paling dashyat yang pernah terjadi sepanjang masa. 

Setelah perang usai, dunia mengalami masa "dingin", meskipun eskalasi konflik naik-turun antara blok Barat dan Timur, tetapi perang dunia yang ketiga kalinya itu tidak kunjung terjadi. Hari ini, kengerian akan perang Dunia ketiga tersebut menjadi sorotan para pengamat dunia. Mereka mulai mendeteksi dan melihat sebuah alur yang kurang lebih sama seperti yang terjadi pada kedua perang dunia sebelumnya, terlebih lagi setelah krisis Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina per Februari 2022 silam. 

Nampaknya umat manusia memang sudah belajar dari pengalaman sejarah masa lalu, tetapi manusia tetaplah manusia, mereka serakah dan egois, mereka yang mementingkan kepentingan sendiri ketimbang kepentingan dunia, merekalah para bajingan yang bertanggungjawab atas kematian ratusan bahkan jutaan umat manusia yang tak berdosa. Jadi mari kita simak secara singkat pola dari kedua perang dunia.

Jadi mari kita simak secara singkat pola dari kedua perang dunia dan korelasinya dengan keadaan dunia hari ini.  Sependek pengetahuan penulis, setidaknya ada 2 hal yang dapat menjadi benang merah yang dapat melintasi zaman dulu (era perang 1 & 2) hingga zaman kini, yang setelah diamati telah terjadi juga sekarang, kedua hal tersebut adalah perang skala kecil dan terbentuknya aliansi 

 Serupa tapi tak sama

Kita mulai dari Perang Dunia Pertama. Sebelum perang yang menewaskan hampir sepuluh juta prajurit tewas dan 21 juta orang terluka dalam pertempuran (Ensiklopedia Holocaust). Kita persingkat saja yah, sebelum PD I berkecamuk, perang berskala kecil (antar dua negara) sudah beberapa kali terjadi, yang paling mendekati adalah perang Perang Rusia-Jepang (1904-1905) di Manchuria (sekarang bagian dari Tiongkok dan Rusia). Hasil perang tersebut mengejutkan banyak pihak, bagaimana tidak, negara sebesar Kekaisaran Rusia bisa tumbang oleh negara Asia (dalam hal ini Jepang). 

Tak ayal, ditahun tersebut, negara Eropa di kenal sebagai negara yang kuat dan negara Asia merupakan negara yang lemah & menjadi biasanya menjadi jajahan, dapat mengalahkan dan memalukan  marwah orang Rusia sampai hancur lebur. Setelah kekalahan pahit tersebut, Rusia pun berusaha memperbaiki diri dan move on dari kekalahan tersebut, oleh karena itu mereka memulai koalisi dengan Inggris dan Prancis demi mendapatkan sekutu kuat melawan hegemoni jerman dan sekutunya. 

Beralih ke Perang Dunia Kedua. Bencana kemanusiaan terbesar yang pernah dialami umat manusia itu, tak muluk-muluk terjadi begitu saja tanpa alasan. Banyak gesekan yang terjadi karena beberapa hal, salah satunya munculnya kekuatan kuat baru, sebut saja Italia. Negara fasis baru ini memulai ekspansi ke Libya pada 1923 sampai 1932. Alasan perang tersebut dilancarkan guna melegitimasi pandangan dunia bahwa Italia adalah"Pewaris Romawi". Perang Italia-Libya menjadi pelengkap pada list rangkaian perang skala kecil (antar 2 negara saja) yang terjadi sebelum perang "akbar" terjadi. 

Lalu bagaimana kondisi hari ini? Situasi geopolitik hari ini tak jauh beda dengan kedua perang dunia sebelumnya. Sebut saya invasi Rusia ke Ukraina di Eropa, Genosida Israel ke Palestina di Timur Tengah, bahkan ancaman invasi Tiongkok ke Taiwan. Semua itu menegaskan bahwa tensi antar region di dunia sekarang semakin memanas

 Masuk Circle gw yuk

Istilah "circle" mungkin akan lebih mudah dicerna dibandingkan "aliansi". Seperti arti kiasnya, circle selalu berisi anggota-anggota yang memiliki salah satu kesamaan seperti latar belakang, sikap, keinginan, dan sebagainya. Demikian juga untuk sebuah negara, setiap negara sudah seyogyanya memiliki ikatan dengan negara lainnya, baik berupa kerjasama bilateral maupun kerjasama multilateral. 

Pada Perang Dunia Pertama dan Kedua pun sama hal nya, para negara-negara saling berebut pengaruh ke negara lain. Atas persamaan ideologi dan musuh bersama, mereka membentuk sebuah aliansi untuk membendung atau menandingi kekuatan lainnya. Pada PD I, ada Triple Alliance yang dipelopori Jerman, Austro-Hongaria, Turki Usmani, Italia (awal perang) serta sukutu lainnya, melawan Triple Entente yang dimotori oleh Britania Raya, Kekaisaran Rusia, Prancis, Amerika dan sekutu lainnya (menjelang berakhirnya perang). 

Kita maju tiga dekade setelahnya, situasi negara terutama Eropa sedang panas-panasnya. Kebangkitan Jerman dari keterpurukan perang sebelumnya menjadi momok menakutkan bagi Britania Raya dan sekutu lainnya. Di PD II, ada Blok Poros yang berisi 3 mitra utama; Nazi Jerman, Italia, Jepang di Asia beserta banyak negara protektorat lainnya, melawan musuh lamanya, yaitu Blok Sekutu yang dimotori Britania Raya, Prancis, Uni Soviet, Amerika Serikat (pertengahan perang), serta puluhan negara sekutu lainnya. 

 Pertanyaan berulang kembali harus digulirkan, lantas bagaimana keadaan dunia hari ini, apakah aliansi militer seperti yang sudah-sudah masih ada sekarang? Tentunya masih ada, ada yang memang masih berlabel aliansi militer seperti NATO milik Barat (North Atlantic Treaty Organization), ada CSTO milik Rusia, dkk (Collective Security Treaty Organization), dan yang paling terdekat dengan wilayah Indonesia adalah AUKUS yang terdiri dari Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. 

Tak hanya itu, adapula aliansi yang di branding menjadi aliansi ekonomi, contohnya seperti BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan South Afrika) dengan 5 negara anggota lainnya, serta ada ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) yang Indonesia menjadi salah satu mitra utama sekaligus pencetus aliansi ekonomi tersebut. Ada juga negara yang tidak masuk aliansi, tetapi mereka berafiliasi dengan satu atau bahkan beberapa aliansi yang ada, hal tersebut dilakukan oleh negara kita yang berpaham politik luar negeri "bebas aktif".

Bukannya bekerjasama antar negara itu memberikan dampak positif yah? Tentu demikian. Tetapi kalau kita ulik lebih dalam lagi, dalam setiap aliansi pasti memiliki kesolidaritasan dan kesolidan antar sesama anggota. Coba ada bayangkan, kalau satu negara di dalam satu aliansi itu di serang atau sedang di perang, bagaimana respon negara yang tergabung di aliansi yang sama? Pasti membelah, meskipun tindakannya bisa beragam, ada yang secara terang-terangan dan ada juga yang secara terselubung. Tetapi intinya, keberadaan sebuah aliansi di dunia, sedikit banyak mengancam kestabilan politik negara-negara di dunia, meskipun kita tak boleh menafikan bahwa sebuah aliansi memang seperti tak bisa terelakkan lagi, karena era keterbukaan membuat mereka terpaksa "membuka" negaranya untuk berdagang dan bekerjasama antar sesama. 

Lagi-lagi, sebuah kedewasaan dan kebijaksanaan antar negara lah yang menentukan nasib masa depan bumi. Tentu kita tak mau lagi merasakan sebuah perang, apalagi perang Dunia yang terjadi di hampir seluruh dunia. Terlebih lagi, penggunaan senjata nuklir yang hari ini menjadi bayang-bayang menakutkan. Manusia bisa saja melangkahi kehendak Tuhan akan hari akhir. Karena hari ini, manusia bisa menciptakan sebuah "kiamat" yang dapat memusnahkan seluruh makhluk hidup di bumi, tak terkecuali manusia itu sendiri. Lantas apakah kita ingin itu terjadi? Tentu tidak. Kita berdoa supaya para pemimpin di negara hari ini, adalah dia yang paham akan kepentingan bumi, bukan karena kepentingan pribadi. 

-Arya Ramadhan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun