"Wah Bandung gimana? Enak kan? Saya suka Bandung."
"Ya Bandung menyenangkan. Udaranya segar, sejuk. Ceweknya cantik-cantik"
"Kalau Jakarta gimana?" Coba ngetes orang seberapa jujur mereka dan juga seberapa berkesan Jakarta buat mereka.
"Wah Jakarta panas sekali. Mobil dimana-mana memenuhi jalan. Saya tidak suka Jakarta. Sesak udaranya juga kotor. Waktu ke Jakarta keinginan saya cuma satu".
"Wah kepengen apa?" Gue pikir ada sesuatu di Jakarta yang sangat berkesan baginya.
"Yah saya ingin segera keluar dari Jakarta dan cepat-cepat ke Bandung".
Sialan saya pikir setidaknya ada sesuatu yang berkesan di Jakarta. Tapi kalau dipikir-pikir apa yang bakal orang KL dari Jakarta. Transportasi yang memadai ga ada. DI KL ada MRT, monorel, dan mode lain yang nyaman, Jakarta ga ada. Jakarta sejuk dan berudara segar. Ahh mimpipun belum pernah. Bahkan setiap mendarat ke Jakarta tak pernah terlihat cerah kota ini. Pasti kelam tertutup asap.
Atau Jakarta punya pantai indah berpasir putih. Ga juga. Atau pegunugan hijau berhawa sejuk. Ada sih Puncak cuman kesananya aja bikin stress. Bandingkan dengan Genting yang mudah diakses dan berprasarana lengkap.
Ah sudah, malas membandingkan Jakarta dengan KL atau kota lain. Susah menemukan keunggulannya. Pembicaraan lanjutan pindah ke topik Surabaya, gimana orang ini menangani para mahasiswa Malaysia yang belajar di Surabaya dengan biaya dari Petronas. Konon anak-anak Malaysia yang belajar di Indonesia ga banyak ulah beda dengan yang belajar di Inggris atau Amerika atau Australia. Wah lumayan juga kalau ngomongin gini seolah-olah kita setara dengan US, UK, atau Aussie.
Lama-lama saya mikir kok Petronas banyak bener nyekolahin orang ke luar negeri. Dan itu bukan pegawai Petronas tapi siswa umum yang melanjutkan S1. Saya jadi bertanya apa iya Pertamina nyekolahin anak Indonesia sebanyak itu? Ah saya ga tahu jawabannya dan malas ngebahas. Kalau jawabannya tidak berarti emang kita bukan tandingan Malaysia. Jadi inget kata temen kalau Malaysia tidur aja ga ngapa-ngapin kita bisa sejajar dengan mereka 20 tahun lagi. Dammnnnn...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H