Setelah era reformasi dan kebebasan berekspresi terbuka. Ini seperti menjadi Kucuran air bagi ikan yang telah lama engap-engapan hampir mati. Menjadi titik mula dimana para intelektual berani bersuara.Â
Pada awalnya masyarakat Indonesia hanya mengatahui segala informasi  dari satu sumber yaitu pemerintah.Â
Saat era reformasi mulai banyak sumber informasi baru yang bertebaran. Â Salah satunya tentang Partai terlarang ini. Sekarang untuk mendapatkan informasi tentang partai ini dan peristiwa 30 September kita bisa merujuk berbagai sumber, tidak seperti jaman kegelapan informasi. Dimana segala informasi hanya diketahui dari satu sumber yaitu penguasa.Â
Hingga akhirnya justru terjadi perdebatan pro kontra dan sebagainya. Lalu bagaimana sikap kita semestinya di era kebebasan ini untuk melihat tragedi 30 September yang setiap tahun di bulan September akan terus menghangat.Â
Kita yang lahir sebagai generasi melenial dan generasi  Z. Adalah generasi yang paling tidak mengerti akar sebab mustahab kejadian itu. Tanpa menggali informasi, tanpa mau membaca, tanpa mau mencari sebanyak-banyaknya literasi tentang tragedi itu.  Jaminan kita adalah korban informasi.Â
Ia korban informasi atau framing yang bisa saja menyesatkan, maka hal yang paling penting agar kita tidak tersesat dalam kubangan informasi kita harus berani riset, membaca, mencari sudut pandang lepaskan diri dari belenggu.
Dari hal itu bisa jadi kita bisa mulai menata puzzle-puzzel yang berserak tak menentu. Menemukan alur cerita yang paling mendekati benar.
Bagi saya sendiri tragedi 30 September adalah peristiwa kelam yang benar-benar nyata pernah ada di Indonesia. Dimana 6 jendral harus mati dalam waktu satu malam. Â Tentu ini tidak pernah terjadi dalam peristiwa peperangan dimanapun.Â
Namun jalan kematiannya inilah yang menjadi perdebatan. Sepihak berkata karena ulah Partai itu, dipihak lain mengklaim ini justru intrik politik tingkat tinggi oleh penguasa setelahnya.Â
Ia, sejarah memang akan ditulis dan membesarkan si pemenang.Â
ini ketika kita hanya berbicara teragedi 30 September itu.
Tapi nyatanya sejarah partai itu lebih panjang bahkan dari umur Bangsa ini. Ketika kita hanya terfokus pada 30 September dan persitiwa setelahnya. Jelas kita akan tersesat, karena rentetan peristiwa tentang partai ini tidak dimulai dari 30 September tapi jauh dari tahun-tahun sebelumnya bahkan sebelum Bangsa ini lahir.Â
Partai ini dikenal paling awer soal berontak memberontak dan bunuh-bunuhan. Memang inilah kenyataannya. Namun setelah peristiwa 30 September ini menjadi berbeda seperti ada titik balik, kelompok atau orang-orang yang dianggap simpatisan partai ini habis dilumat oleh kemarahan masa. Kalo bahasa anak-anak ya impas dong. Â tapi bukan gituÂ
jadi pada titik ini saya memilih berdamai tidak mau ikut menghakimi toh jalan ceritanya menang begitu. Saya mencatat ini adalah sepenggal rentetan sejarah, Â sebagai Bangsa yang besar yang sedang tumbuh. Dengan harapan kita mau belajar dari rentetan peristiwa itu baik sebelum 30 September dan sesudahnya. Agar peristiwa kelam seperti itu tidak terjadi lagi. Bukan karena apa-apa karena yang rugi kita sendiri.
Kedua adalah bijak tidak mudah terpengaruh dan terprovokasi oleh informasi yang beredar. Sebab jalan cerita partai ini akan terus ada bisa dimanfaatkan oleh siapa saja. membentuk framing jahat untuk menyudutkan pihak lain. sesuai kepentingannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H