Untuk pertama kalinya, saya mengikuti  Kompasiana coverage. Lebih  istimewa lagi karena kompasiana coverage kali ini datang ke acara Musabaqah Qira'atil Kutub tingkat Nasional ke-VI yang di adakan  di Ponok Pesantren  Raudlatul  Mubtadiin kabupaten Jepara. Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 29  November sampai 7 Desember 2017 adalah kegiatan 3 tahunan yang  diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren  Kementerian Agama RI.Â
Meskipun datang sendiri dari Jakarta menuju  semarang tempat titik kumpul peserta kompasiana coverage, tidak  menyurutkan semangat saya untuk mengikutinya, terlebih lagi dalam  kegiatan ini saya juga menjadi mengenal teman-teman dari kompasiana yang  berjumlah 20 orang.
Musabaqah Qira'atill Kutub adalah ajang perlombaan baca, menerjemahkan, serta  menjelaskan kitab kuning oleh santri dari pondok pesantren. Selain itu  MQK menjadi sarana penguatan kapasitas kelembagaan pesantren dalam  mengembangkan sikap moderat di kalangan santri.
Dalam kegiatan Musabaqah Qira'atill Kutub ini dibagi menjadi  beberapa katagori tingkatan usia yaitu tingkat Ula  atau tingkat dasar, Wustha (tingkat menengah) dan tingkat Ulya (tingkat  tinggi). Kata gori ini dibagi berdasarkan Usia santri. Ada beberapa  bidang perlombaan yang dilombakan dalam MQK yang ke VI ini diantaranya  Fiqih, Nahwu, Akhlaq, Tarikh, Tauhid
Tidak  seperti kitab pada umumnya, sehingga untuk mampu membacanya perlu  keahlian khusus. Tetapi makna yang lebih luas dari itu ialah kitab-kitab  yang di tulis oleh ulama-ulama salaf untuk memberi penjelasan al-Qur'an  dan hadist. Dari kitab-kitab klasik itulah sehingga muncul berbagai  disiplin ilmu Islam, ada ilmu tahuid, fiqih, tarikh, akhlak, Tafsir  dan  banyak lagi, sehingga menjadi khazanah keilmuan Islam yang luas.
Di  kesempatan ini Saya bisa melihat langsung bagaimana aktivitas  perlombaan nasional yang dihadiri dari kafilah berbagai daerah. Ada 34  Propinsi yang mengikuti acara MQK ini dan juga suasana lingkungan  perlombaan yang bisa dikatakan meriah dengan penuh kesederhanaan, dengan  konsep out dor dan menyatu dengan pekarangan rumah-rumah masyarakat  sekitar pondok pesantren. Membuat acara MQK ini memberi kesan menyatu  antara santri yang hidup di pondok dengan masyarakat sekitar pondok,  sehingga tidak ada jarak antara santri pondok pesantren dan masyarakat  sekitar.
Musabaqah Qira'atill Kutub adalah jalan sekaligus jawaban bahwa ditengah makin tidak  menentunya sikap religius masyarakat. Degredasi moral dan morosotnya  pemahaman agama di masyarakat, dan hadirnya dai-dai yang terkesan tidak  kompeten dalam menyampaikan ilmu agama. MQK menjadi satu jawaban akan  adanya generasi yang mempunyai kapasitas keagamaan yang mumpuni terutama  dalam merespon dinamika dan tantangan zaman. Dimana akhir-akhir ini  maraknya pemahaman agama yang sempit dan pandangan idiologis tran  nasional  yang sangat ekspansif dalam menyebarkan pemahaman agama yang  terkesan kaku.
Identitas santri sudah begitu mengakar di benak  sebagaian besar masyarakat Indonesia. setuju atau tidak, jejak santri  telah eksis sejak ratusan tahun silam. Bisa dibilang, santri merupakan  tipikal pejuang tangguh dan pelopor kebaikan. Kita bisa lihat narasi  sejarah peranan santri, pesantren dan kiai di Indonesia, lihat saja  meraka secara historis.
Sehingga sudah pasti santri akan  merepresentasikan pemikira Islam yang secara terus-menerus berusaha  menerjemahkan Islam dengan visi humanitarian, dengan bahasa  masyarakatnya.dengan modal khazanah pemikiran klasik yang menjadi ciri  khas pesantren, ia mampu menghadirkan suatu konstruk pemikiran dan sikap  keberagamaan yang lebih membumi, toleran dan bersahabat dengan realitas  sosial yang ada.
Lalu masihkah ada yang memandang sebelah mata tentang Santri?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H