Mohon tunggu...
Jimi Saputro
Jimi Saputro Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perguruan Tinggi Negeri vs Perguruan Tinggi Kedinasan

4 Oktober 2016   10:27 Diperbarui: 4 Oktober 2016   15:29 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis kali ini akan membahas mengenai pengalaman penulis di dua kampus yang berbeda jenisnya. Disini penulis tidak bermaksud untuk membanding-bandingkan sebab kedua kampus ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Penulis hanya berpendapat mengenai pengalaman penulis yang telah berkuliah dua tahun di Perguruan Tinggi Negeri (niatnya sih kuliah S1 tapi baru setengah sudah keluar hehe...) dan dilanjut menyelesaikan diploma tiga selama tiga tahun di Perguruan Tinggi Kedinasan.

Langsung aja ke kampus pertama, Perguruan Tinggi Negeri yang sering dijulukin kampus pesantren atau kampus perbankkan (dijulukin itu sebab kentalnya nuansa religi di kampus itu dan banyak yang jadi pesantren dan alumninya banyak yang masuk bank daripada bergelut di bidangnya). Terletak di kota hujan dan mungkin sekarang jadi kota seribu angkot (saking banyaknya tuh angkot kalo dilihat dari atas pakai drone tuh kota udah kayak cendol warna hijau dan biru).

Kampus ini memiliki beberapa kelebihan yakni disini mahasiswa diberi kebebasan untuk mengembangkan dirinya sehingga selain akademik yang dikejar mahasiswa juga bisa mengasah softskill mereka melalui kegiatan-kegiatan di kampus baik melalui aktif di organisasi mahasiswa dan mengikuti kepanitiaan acara-acara di kampus ataupun Unit Kegiatan Mahasiswa yang berjumlah puluhan guna memenampung berbagai macam hobi mahasiswa.

Selain itu masih banyak kegiatan di luar kampus yang masih bisa diikuti. Dengan organisasi, kepanitiaan, dan UKM kita bisa mengekspresikan diri kita dan berkembang mengasah skill yang kita punya dan yang mempunyai bakat yang terpendam bisa digali di ketiga kegiatan mahasiswa tersebut. Selain kegiatan kampus tidak kalah penting di pendidikan juga tetap diprioritaskan.

Dengan batas bawah IPK yang harus dicapai supaya tidak ter drop out yang tidak terlalu tinggi yakni 1,5 membuat tidak adanya tekanan bagi mahasiswa sehingga mahasiswa masih bisa melaksanakan kegiatan kemahasiswaaan di luar akademik dengan tenang dan fokus. Dengan rasa tenang tersebut mahasiswa dapat mengembangkan kapasitas dirinya secara maksimal tanpa harus terbebani dan dihantui ancaman drop out.

Bak mata uang yang mempunyai dua sisi, Perguruan Tinggi Negeri juga memiliki kekurangan jika dibandingkan dengan Perguruan Tinggi Kedinasan adalah setelah lulus kita masih harus mencari pekerjaan dan masih tingginya biaya pendidikan di Pergururan Tinggi Negeri yang mengakibatkan banyaknya mahasiswa yang kurang mampu kehilangan kesempatannya untuk melanjutkan studinya. Selain itu ketidaksesuaian ilmu yang kita kuasai di kampus dengan pekerjaan yang kita geluti sehingga kita tidak bisa mengamalkan ilmu yang telah dipelajari. 

Hal ini disebabkan karena terbatasnya lapangan pekerjaan dibanding dengan pencari kerjanya yang mengakibatkan banyak lulusan mahasiswa yang pekerjaannya tidak sesuai dengan keahliannya.

Beralih ke kampus satunya, Perguruan Tinggi Kedinasan bergelar kampus plat merah dan sering diplesetin Setelah Tamat Akad Nikah (dinamai plat merah sebab setelah lulus langsung diangkat menjadi PNS dan banyak alumni yang menikah setelah tamat kuliah). Berlokasi di tengah perumahan konglongmerat Bintaro. Bagi penulis kuliah yang tadinya bersekolah di kampung kemudian lanjut kuliah di “hutan kota hujan” sedikit kaget ketika harus berkuliah di tengah ibukota yang terletak diperumahan elit, tapi lingkungan kampus masih asri dan hijau sehingga tidak terasa jika sedang ditengah hiruk pikuk ibukota.

Kelebihan utama dari kampus ini adalah langsung bekerja sebagai abdi negara. Selain itu biaya kuliah yang 100% ditanggung oleh negara membuat kampus ini diperebutkan oleh 120.000 pendaftar. Kebanyakan dari mahasiswanya telah kuliah di kampus lain sebelum pindah ke kampus ini. Seperti penulis yang telah kuliah selama dua tahun di kampus Bogor. Selain itu kampus kedinasan mempekerjakan alumninya sesuai dengan ilmu dan keahlian yang telah diperoleh di kampus.

Di sisi lain, kampus kedinasan juga memiliki kelemahan. Di kampus kedinasan dituntut untuk memperoleh IPK yang sangat tinngi. Dua koma tujuh puluh lima selalu menghantui mahasiswa selama sepuluh tahun. Ancaman drop out mengintai setiap saat. Tidak mengikuti perkuliahan lebih dari 20% dari total kuliah menyebabkan tidak bisa mengikuti ujian dan berimbas dikeluarkan dari kampus. DO, DO, dan DO itu yang ada dibenak mahasiswa sehingga membuat mereka tertekan dan mengakibatkan kurangnya pengembangan softskill, kegiatan kampus jarang peminat.

Kampus setelah maghrib sunyi senyap. Mereka berpikir mending di kost untuk belajar ditimbang berorganisasi ataupun mengembangkan skill di UKM. Penulis ikut larut dalam kondisi di kampus. Hal ini mengakibatkan banyak perubahan bagi penulis, makin tertutup, makin jarang bersosialisasi, dan makin berkurang minatnya untuk mengembangkan potensi diri dikarenakan lingkungan. 

Yang ada di benak penulis adalah bagaimana terhindar dari DO meskipun IPK lebih dari tiga tetapi perasaan tertekan masih tetap ada. Tekanan itu semakin besar setelah lulus, di biarkan menganggur selama satu tahun dan masih dihadapkan dengan ujian tes CPNS yang jika tidak lulus maka tidak diangkat sebagai PNS dan harus menebus ijazah senilai 60 juta.

Sudah cukup sekiranya saya bercerita mengenai dua kampus tempat menimba ilmu selama lima tahun. Sekali lagi ini hanya pendapat dari sudut pandang penulis. Tidak bermaksud untuk membanding-bandingkan. Semoga bisa menjadi referensi bagi para pembaca untuk memilih kampus mana yang sesuai dengan pilihan. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca coretan dari penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun