Membangun Harapan Baru: Melawan Korupsi Demi Masa Depan Demokrasi
Surabaya (08/01/2025), dilansir dari CNBC Indonesia (Yanwardhana, 2024), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto (HK), sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melibatkan Harun Masiku (HM). Selain Hasto, KPK juga menetapkan Donny Tri Istiqomah (DTI), yang merupakan orang kepercayaan Hasto, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari upaya Hasto menempatkan Harun Masiku di Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I, meskipun Harun berasal dari Sulawesi Selatan. Pada Pemilu Legislatif 2019, Harun hanya mendapatkan 5.878 suara, jauh lebih sedikit dibandingkan Riezky Aprilia, yang memperoleh 44.402 suara. Meski demikian, Hasto tetap berupaya agar Harun menggantikan Riezky sebagai anggota DPR RI.
Usaha tersebut melibatkan pengajuan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA) pada Juni 2019, permohonan pelaksanaan putusan ke KPU, hingga meminta fatwa tambahan dari MA. Setelah langkah hukum tidak berhasil, Hasto mencoba meyakinkan Riezky untuk mengundurkan diri. Ia bahkan mengirim Saeful Bahri untuk bertemu dengan Riezky di Singapura, namun usaha ini tetap gagal.
Ketika pendekatan hukum dan persuasi pribadi tidak berhasil, Hasto bersama Harun, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah beralih pada tindakan suap. Mereka memberikan sejumlah uang kepada Wahyu Setiawan, anggota KPU sekaligus kader PDIP, agar menyetujui penggantian nama Harun Masiku sebagai anggota DPR RI dari Dapil Sumsel I. Jumlah suap yang diberikan selama 16-23 Desember 2019 tercatat sebesar USD 19.000 dan SGD 38.350.
Hasil penyelidikan KPK menunjukkan bahwa sebagian dana suap tersebut berasal langsung dari Hasto. Ia juga diduga mengendalikan Saeful dan Donny dalam merancang, menyerahkan uang, serta menyusun kajian hukum yang mendukung aksi tersebut.
Selain kasus suap, Hasto juga disangka menghalangi proses penyidikan KPK. Pada Januari 2020, saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan, Hasto memerintahkan penjaga rumah aspirasi untuk menyuruh Harun Masiku merendam telepon genggamnya di air dan melarikan diri. Pada Juni 2024, ia juga diduga memerintahkan penghapusan barang bukti berupa ponsel melalui Kusnadi, serta mengarahkan saksi memberikan keterangan tidak sesuai fakta kepada penyidik.
Atas tindakannya, KPK mengeluarkan dua surat perintah penyidikan pada 23 Desember 2024. Surat tersebut mencakup dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji, serta tindakan menghalangi proses penyidikan.
Kasus ini menambah panjang daftar kasus korupsi yang melibatkan elite politik di Indonesia dan menjadi sorotan publik terhadap integritas partai politik dalam menjaga etika serta kepercayaan masyarakat.
      Kemudian, dilansir dari (CNN Indonesia, 2024), Mantan Menko Polhukam Mahfud MD sempat memberikan tanggapannya terkait penetapan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mahfud menegaskan bahwa penanganan kasus tersebut sepenuhnya berada di bawah kewenangan KPK dan aparat penegak hukum, yang harus mempertanggungjawabkannya secara hukum. Dalam pernyataannya di Kantor MMD Initiative, Jakarta, Kamis (26/12). Beliau juga menekankan pentingnya transparansi dalam menangani kasus ini. Menurut Mahfud, jika ada anggapan bahwa kasus ini bermuatan politis, maka hal tersebut harus dijelaskan secara terbuka kepada publik.
Masalah yang melibatkan Hasto Kristiyanto, sehingga dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, mencakup dua aspek utama: kasus suap dan perintangan penyidikan. Berikut rincian masalahnya:
1. Kasus Suap
Hasto Kristiyanto diduga terlibat dalam upaya memanipulasi penetapan anggota DPR RI dari PDIP pada Pemilu 2019. Ia berusaha menggantikan Riezky Aprilia, yang meraih 44.402 suara, dengan Harun Masiku, yang hanya memperoleh 5.878 suara di Dapil Sumsel I. Langkah-langkah yang dilakukan Hasto meliputi mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung, meminta fatwa, hingga menahan surat pelantikan Riezky untuk memaksa pengunduran dirinya. Ketika strategi ini gagal, Hasto diduga menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina bersama Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah. Suap senilai USD 19.000 dan SGD 38.350 diberikan antara 16--23 Desember 2019. Hasto disebut berperan sebagai pengendali utama, mulai dari menyediakan dana suap hingga mengatur operasi teknis. Skema ini menunjukkan bagaimana kekuasaan dan uang digunakan untuk mengabaikan prinsip demokrasi demi kepentingan politik pribadi.
2. Perintangan Penyidikan
Hasto Kristiyanto diduga melakukan berbagai upaya sistematis untuk menghalangi penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 8 Januari 2020, ia memerintahkan penjaga rumah aspirasi PDIP agar meminta Harun Masiku merendam ponselnya dalam air dan melarikan diri untuk menghindari penangkapan. Tindakan serupa terjadi pada 6 Juni 2024, ketika Hasto meminta Kusnadi menenggelamkan ponselnya guna menghilangkan bukti. Selain itu, Hasto diduga mengarahkan saksi-saksi terkait kasus Harun Masiku untuk memberikan keterangan tidak benar selama penyelidikan. Tindakan ini dianggap sebagai perintangan penyidikan (obstruction of justice) yang secara langsung menghambat penegakan hukum oleh KPK. Langkah-langkah tersebut mencerminkan upaya Hasto untuk menghindari tanggung jawab hukum dalam kasus ini.
Akibat perbuatannya, Hasto dijerat dalam dua perkara pidana oleh KPK: pemberian suap kepada Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina terkait penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024, dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice terkait penyidikan KPK dalam kasus Harun Masiku.
Masalah dalam kasus dugaan manipulasi penetapan anggota DPR RI dan perintangan penyidikan KPK ini dapat memberikan beberapa efek kebijakan kepada politik di Indonesia, seperti, (1) peningkatan pengawasan partai politik, skandal ini dapat mendorong kebijakan yang meningkatkan transparansi internal partai politik, termasuk dalam penetuan caleg dan pengelolaan keuangan. (2) peningkatan independent penegak hukum, kasus ini dapat memperkuat desakan publik untuk menjaga independensi lembaga seperti KPK terutama dalam menangan kasuh-kasus yang melibatkan politik besar. (3) penuruan kepercayaan publik terhadap PDIP dan pemerintah, keterlibatan pejabat partai besar dalam kasus korupsi dan obstruction of justice dapat mengurangi legitimasi politik PDIP dan pemerintahan terkait, terutama jika partai itu tidak menunjukkan langkah koreksi yang tegas. Efeknya, pemerintah mungkin menghadapi kesulitan dalam mendapatkan dukungan untuk kebijakan strategis. (4) dorongan reformasi sistem penegakan hukum, kasus ini menyoroti tantangan dalam menangani dugaan perintangan penyidikan dan penghilangan bukti. Pemerintah mungkin akan menghadapi tekanan untuk memperkuat aturan dan mekanisme penegakan hukum terkait obstruction of justice, sehingga memperberat hukuman bagi pelaku tindak pidana serupa.
Solusi yang dapat diberikan:
      Dari kasus yang telah kita bahas ini, ada beberapa solusi yang dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut. Sebagai masyarakat yang mendambakan keadilan dan keterbukaan dalam pemerintahan, kasus dugaan korupsi yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menjadi perhatian penting. Berikut adalah beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk mencegah dan menangani kasus serupa di masa depan:
1. Perkuat KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu terus diperkuat, baik dari segi kewenangan, jumlah petugas, maupun teknologi yang digunakan. Dengan penguatan ini, penyelidikan dapat berjalan lebih efektif dan transparan. Selain itu, KPK perlu diberikan kebebasan penuh tanpa intervensi politik agar dapat menjalankan tugasnya dengan optimal. Hal ini mencakup perlindungan hukum bagi penyidik dan penegasan sanksi terhadap pihak yang mencoba menghalangi kinerja KPK.
2. Gunakan Teknologi untuk Pengawasan
Penggunaan teknologi canggih seperti blockchain untuk mengelola dana politik dapat membantu meminimalkan peluang korupsi. Blockchain memungkinkan semua transaksi tercatat dengan baik, sulit dimanipulasi, dan mudah diawasi. Selain itu, aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) dapat digunakan untuk menganalisis data dan mendeteksi pola transaksi mencurigakan. Dengan teknologi ini, upaya pencegahan korupsi dapat dilakukan lebih awal.
3. Tegakkan Hukum dengan Adil
Hukum harus ditegakkan secara tegas tanpa pandang bulu. Siapa pun yang terbukti bersalah, baik sebagai pemberi maupun penerima suap, harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hukuman berat dapat memberikan efek jera kepada pelaku dan menjadi peringatan bagi orang lain. Selain itu, aparat penegak hukum juga harus diawasi oleh lembaga independen untuk memastikan mereka bekerja dengan profesional dan tidak terlibat dalam praktik korupsi.
4. Pendidikan Politik yang Bersih
Partai politik perlu mengedukasi kader-kadernya tentang pentingnya integritas dalam berpolitik. Pendidikan ini bisa dilakukan melalui pelatihan rutin, seminar, atau lokakarya yang melibatkan pakar anti-korupsi. Selain itu, partai politik harus tegas memberikan sanksi kepada kader yang terlibat dalam kasus korupsi. Dengan langkah ini, budaya politik bersih dapat dibangun dari dalam partai itu sendiri.
5. Reformasi Sistem Pemilihan
Proses pemilihan anggota legislatif perlu dibuat lebih transparan dan berbasis pada kompetensi kandidat. Lembaga independen perlu dilibatkan dalam proses seleksi untuk memastikan calon yang diajukan benar-benar layak. Dengan reformasi ini, praktik nepotisme dan kolusi dapat diminimalkan. Transparansi dalam proses pemilihan juga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu.
6. Lindungi Pelapor
Orang yang melaporkan dugaan kasus korupsi perlu mendapatkan perlindungan hukum agar tidak takut akan ancaman atau balas dendam. Program whistleblower yang menjamin anonimitas pelapor harus diperkuat. Dengan perlindungan yang baik, masyarakat akan lebih berani melaporkan kasus korupsi tanpa rasa takut. Hal ini juga akan membuka lebih banyak pintu bagi penegak hukum untuk mengungkap kasus-kasus serupa.
7. Libatkan Masyarakat
Peran masyarakat, media, dan organisasi non-pemerintah sangat penting dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Keterlibatan ini dapat meningkatkan transparansi dan mendorong pejabat publik untuk bertindak lebih jujur dan bertanggung jawab. Dengan masyarakat yang aktif mengawasi, tekanan moral terhadap para pemimpin untuk menjaga integritas juga akan meningkat.
Solusi-solusi ini, jika diimplementasikan dengan baik, dapat memberikan kontribusi besar dalam mencegah kasus-kasus serupa di masa depan. Tidak hanya itu, langkah-langkah ini juga dapat membantu memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah dan partai politik. Pada akhirnya, kita semua memiliki tanggung jawab bersama untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan bebas korupsi. Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak, perubahan menuju Indonesia yang lebih baik dapat terwujud.
Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa tujuh hal ini saya tulis sebagai harapan agar negara Indonesia bisa memiliki sistem politik yang bersih dan jujur. Kasus seperti ini bukan hanya merusak demokrasi, tetapi juga merugikan masyarakat yang seharusnya diwakili oleh pemimpin yang baik. Dengan langkah-langkah ini, kita bisa bersama-sama menciptakan pemerintahan yang lebih baik dan bebas dari korupsi.
Â
(jtsa)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H