Mohon tunggu...
Jeihan fitrahwardanah
Jeihan fitrahwardanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Saya suka membaca buku maupun novel, serta menulis dan saya juga suka memasak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya di Tengah Gelap

30 Juni 2024   22:24 Diperbarui: 30 Juni 2024   22:31 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa kecil yang jauh dari hiruk pikuk kota, terdapat sebuah sekolah dasar sederhana yang hanya memiliki empat ruang kelas. Meski tampak kumuh dan jauh dari kata mewah, sekolah itu selalu dipenuhi oleh semangat belajar para siswanya. Bu Mawar, seorang guru yang telah mengabdikan dirinya selama dua puluh tahun di sekolah itu, selalu datang dengan senyum dan semangat baru setiap harinya. Baginya, melihat murid-muridnya belajar dengan tekun adalah kebahagiaan tersendiri.

Suatu hari, Bu mawar mendapat kabar bahwa Nisa, salah satu murid terbaiknya, akan berhenti sekolah. Kabar itu membuat hatinya miris. Nisa adalah anak yang cerdas dan penuh potensi, namun keluarganya tidak mampu membiayai pendidikan lebih lanjut. Ayah nisa hanyalah seorang petani dengan penghasilan pas-pasan, sementara ibunya menderita sakit yang mengharuskan biaya perawatan yang tidak sedikit. Tidak ingin menyerah begitu saja, Bu Mawar mendatangi rumah Nisa di sore hari. Rumah sederhana yang terbuat dari anyaman bambu itu terlihat senyap. Nisa sedang membantu ibunya mengupas singkong di halaman belakang.


“Ibu, Bu Mawar datang,” kata Nisa sambil memanggil ibunya. Wajah ibunya yang pucat tersenyum tipis menyambut kedatangan Bu Mawar.
“Nisa, ibu dengar kamu ingin berhenti sekolah,” ujar Bu Mawar dengan nada lembut. Nisa hanya menunduk dan mengangguk pelan.
“Ibu tidak bisa membiayai sekolahku lagi, Bu. Kami harus fokus pada pengobatan ibu,” jawab Nisa dengan mata berkaca-kaca.


Bu Mawar mengerti situasi yang dihadapi Nisa. Dia lalu berpikir sejenak sebelum berbicara kembali, “Nisa, kamu adalah anak yang pintar dan rajin. Sayang sekali kalau kamu harus berhenti sekolah. Bagaimana kalau kita cari jalan keluarnya bersama-sama?”


Bu Mawar kemudian berbicara dengan kepala desa dan warga sekitar untuk mencari cara membantu keluarga Nisa. Melalui gotong royong, mereka berhasil mengumpulkan dana untuk biaya sekolah Nisa dan membantu perawatan ibunya. Kepala desa bahkan menghubungi beberapa donatur di kota untuk memberikan bantuan. Dengan bantuan tersebut, Nisa bisa kembali bersekolah. Ia belajar dengan lebih giat dan penuh semangat. Nisa selalu ingat kata-kata Bu Mawar, bahwa pendidikan adalah jendela dunia dan harapan masa depan yang lebih baik.

Beberapa tahun kemudian, Nisa berhasil melanjutkan pendidikannya hingga ke perguruan tinggi. Ia menjadi salah satu lulusan terbaik di bidang kedokteran dan kembali ke desanya sebagai seorang dokter. Dengan pengetahuannya, Nisa membantu meningkatkan kesehatan masyarakat di desanya dan menginspirasi banyak anak untuk terus bersekolah.

Bu Mawar yang kini telah pensiun, melihat kesuksesan Nisa dengan mata berbinar. Ia merasa perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Pendidikan telah mengubah hidup Nisa dan juga masa depan desanya. Di tengah keterbatasan, harapan dan semangat belajar tetaplah cahaya yang tak pernah padam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun