Pilkada yang diwakilkan oleh DPRD juga berpotensi disusupi oleh pihak-pihak yang ingin membangun sebuah sistem guna melanggengkan kedudukannya. Salah satu ciri otentik yang mendukung asumsi ini yaitu para calon legislator tidak akan pernah bisa maju secara independen untuk bertarung memperebutkan posisi, akan tetapi harus berdasarkan rekomendasi dari partai pengusung.
Selain itu juga, dapat dilihat pada realita yang terjadi dilapangan bahwa meskipun para legislator secara elektoral dipilih oleh masyarakat, akan tetapi dapat dilihat bahwa dalam praktiknya tak jarang jika legislator tersebut diperhadapkan dengan sebuah permasalahan dilematis antara mengikuti kehendak rakyat atau kehendak partai, maka sudah dipastikan bahwa akan lebih mengutamakan kehendak partai pengusung.Â
Kemudian juga jika merujuk pada tugas, pokok dan fungsi, lembaga legislatif merupakan lembaga yang bertugas untuk membuat atau merumuskan undang-undang sekaligus juga sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan terhadap seluruh kinerja dari lembaga eksekutif selaku pelaksana undang-undang.
Dalam konteks ini, jika lembaga legislatif dipaksakan untuk mewakili rakyat dalam Pilkada maka akan menyalahi kewenangannya yang hanya berkedudukan sebagai lembaga pembuat undang-undang sekaligus juga sebagai instrumen pengawasan terhadap lembaga eksekutif, bukan sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk menjalankan perintah undang-undang. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh pada sistem ketatanegaraan Indonesia.
Esensi Pemilihan Secara Langsung.
Pada prinsipnya Pemilu dan Pilkada memiliki kesamaan yaitu merupakan mekanisme yang disediakan kepada masyarakat untuk menggunakan hak suara agar dapat memilih atupun dipilih secara bebas tanpa intervensi dari pihak manapun.
 Kebebasan warga negara untuk menggunakan hak suara dalam proses pemilihan merupakan sebuah merupakan hak fundamental yang tidak dapat dipatahkan dengan dalil apapun. Karena melalui proses ini, masyarakat dapat memilih kandidat pemimpin/pejabat publik yang dikehendakinya tanpa ada intervensi dari berbagai pihak.
Hal ini juga merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan pemerintahan yang demokratis berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila. Kondisi ini  tentunya timbul sebagai konsekuensi dari dianutnya sistem demokrasi yang beorientasi pada pemenuhan atau perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Sejalan dengan hal ini, Henry Mayo dalam bukunya Introduction to Democratic Theory mendefenisikan demokrasi sebagai sistem politik yang demokratis ialah di mana kebijaksanaan umum di tentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suanana terjaminnya kebebasan politik. Berarti dalam berdemokrasi, masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih pejabat publik dalam hal ini kepala daerah yang sesuai dengan hati nuraninya.
Namun ternyata dalam penerapannya pemerintah mengeluarkan wacana yang terkesan memberikan sinyal untuk mengekang hak asasi manusia. Hal ini tentunya akan sangat berbahaya bagi sistem demokrasi di Indonesia.
Regulasi Yang Mengatur.