Pembahasan
 Dalam era globalisasi ini, glokalisasi sangat berpotensi untuk dijadikan sebuah strategi dalam meningkatkan kreativitas ekonomi kreatif terutama di Indonesia. Glokalisasi merupakan konsep tentang produk atau layanan yang dikembangkan dan didistribusikan secara global tetapi juga disesuaikan demi memenuhi kebutuhan pengguna atau konsumen di pasar lokal(Unger, 2023). Melalui fenomena ini, diharapkan terjadi perubahan pola pikir kepada para pengelut ekonomi kreatif bahwasannya globalisasi tidak hanya dipahami sebagai penyerang terhadap budaya asli tetapi mampu menjadi peluang bagi eksistensi lokal. Untuk negara yang multikultural seperti Indonesia, glokalisasi sangat relevan jika digunakan untuk mempertahankan potensi ekonomi lokal tetap gemilang di dalam kancah arena global(Andri et al., 2015). Sehingga, meskipun terdapat tantangan dalam penerapannya, glokalisasi dapat menjadi sebuah peluang bagi ekonomi kreatif di Indonesia untuk bersaing di kancah Internasional dengan tetap menjaga dan mengadopsi budaya asli Indonesia. Selain itu, glokalisasi juga dapat dijadikan sebagai alat diplomasi bagi Indonesia dengan memanfaatkan keunggulan budaya lokal dalam konteks global dengan harapan memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional.
 Glokalisasi memungkinkan ekonomi kreatif untuk mengadopsi budaaya lokal ke dalam sebuah produk yang dipasarkan sesuai dengan tren global. Banyak sekali sektor ekonomi kreatif di Indonesia yang mulai menerapkan konsep glokalisasi sebagai salah satu strategi untuk bersaing di arena global. Contohnya, dalam industri budaya, seperti Angklung, Batik, dan masih banyak lagi yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, yang tentunya semakin meningkatkan daya tarik di pasar internasional(Rangkuti, 2024). Desainer busana lokal, Didiet Maulana memiliki brand yang bernama IKAT Indonesia, ia menggabungkan motif batik yang dibentuk dengan menggunakan teknik tradisonalke dalam desain yang diminati pasar global. Produknya telah tampil dan berhasil dipamerkan di ajang internasional seperti New York Fashion Week ditahun 2023 lalu.
 Tidak hanya itu, dalam industri kuliner, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan produksi kopi terbesar di dunia. Pada periode 2021 Indonesia menghasilkan kopi sebanyak 774,60 ribu ton atau yang setara dengan 11,95 juta karung kopi. Tidak sampai situ saja pada tahun 2022, produksi kopi Indonesia meningkat menjadi 794,8 ribu ton, yaitu sekitar 1,1% lebih tinggi daripada tahun sebelumnya(Majalah Hortus, 2024). Seperti brand kopi lokal yang diminati generasi muda jaman sekarang yaitu, Fore Coffee, Kopi Kenangan, Janji Jiwa dan Kopi tuku yang pernah dikunjungi oleh mantan presiden kita Bapak Jokowi, brand brand tersebut menggabungkan minat masyarakat dengan kopi lokal dan tren global seperti coffee shop modern, berhasil membuka peluang di berbagai negara khususnya di Asia Tenggara. Masih banyak lagi sektor industri kreatif di Indonesia yang telah bersaing di pasar global, seperti arsitektur, desain interior, seni rupa, desain produk, musik, fesyen, film, development game, animasi dan video, seni pertunjukan, aplikasi, penerbitan, periklanan, kriya, televisi dan radio, serta desain komuunkasi visual(Anwar, Choirul, 2022). Munculnya potensi-potensi ini adanya dorongan permintaan oleh konsumen yang meningkat akan produk-produk autentik, berkualitas, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Umumnya konsumen global memiliki minat terhadap produk yang memiliki ciri dan khas untuk membedakan dari yang lain, sebagai sesuatu yang dapat ditemukan dalam produk lokal Indonesia. Dengan memanfaatkan teknologi dan e-commerce, jangkauan pasar global semakin jauh dari kata mustahil bagi bisnis-bisnis kecil dan menengah di Indonesia(DIGIMA, 2024). Sehingga, ekonomi kreatif di Indonesia memiliki akses yang mudah untuk mempromosikan produknya di pasar global.
 Jika dilihat secara menyeluruh, dampak positif dari implementasi glokalisasi dalam ekonomi kreatif Indonesia sangatlah signifikan. Strategi ini tidak hanya meningkatkan daya saing produk lokal, tetapi juga berkontribusi terhadap ekonomi Indonesia. Tidak hanya itu, dengan memanfaatkan konsep glokalisasi, Indonesia tidak semata hanya mempertahankan kekayaan intelektualnya saja, tetapi juga memperkenalkannya secara global dengan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang memiliki pengaruh di kancah internasional. Dengan menyatukan budaya lokal, kolaborasi internasional, dan pemasaran secara digital, glokalisasi menjadi salah satu strategi yang sangat berpengaruh dalam meningkatkan kreativitas dan keberlanjutan ekonomi kreatif dalam mendukung perekonomian negara Indonesia.
Kesimpulan
 Glokalisasi merupakan strategi efektif dalam memajukan kreativitas dan daya saing dalam ekonomi kreatif Indonesia di era globalisasi. Dengan mengabungkan esensi-esensi global dan potensi lokal, glokalisasi mampu memberikan produk inovatif yang tidak hanya bersumber pada identitas budaya Indonesia saja, tetapi juga memiliki daya tarik di pasar internasional. Strategi glokalisasi ini telah berhasil dan diterapkan dalam banyak sektor industri kreatif, seperti arsitektur, film, feysen, kuliner, dan lain-lain. Dampak positifnya meliputi peningkatan daya saing produk lokal, peningkatan ekonomi negara, pelestarian budaya, pemberdayaan ekonomi lokal, serta ekspansi pasar global. Akan tetapi, diperlukan dukungan dalam kebijakan untuk mengatasi tantangan dan untuk tetap memastikan keberlanjutan dari perkembangan ekonomi kreatif Indonesia di masa depan, sehingga budaya asli tetap terjaga.
Daftar Pustaka
Andri, S., Zuliarni, S., & Sutrisna, E. (2015). Analisis Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Kreatif Di Pekanbaru (Studi Kasus Pada Sub-Sektor Kerajinan). Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 1--41.
Anwar, Choirul, M. (2022). Pahami 17 Subsektor Ekonomi Kreatif Indonesia Beserta Contohnya. Kompas.Com. https://money.kompas.com/read/2021/09/18/150044626/pahami-17-subsektor-ekonomi-kreatif-indonesia-beserta-contohnya#google_vignette
Banerjee, P., Gender, E., Nikolopoulou, A., Abraham, T., & Mirbagheri, F. (2010). Recent Books on Gender and Technology. Gender, Technology and Development, 14(1), 111--111. https://doi.org/10.1177/097185241001400108